Simbok, begitulah biasanya saya memanggil dirinya. Beliau adalah nenek saya, nenek dari bapak. Nama asli beliau adalah Semini, namun keluarga besar kami, termasuk saya, memanggil beliau dengan sebutan Mbok; Mbok Djoyo, karena nama kakekku (suaminya Mbok) bernama Djoyo Semadi. Ya, seperti lazimnya keluarga Jawa tempo dulu, kami memakai Mbok untuk memanggil mama/ibu. Hari Minggu yang lalu (27 Oktober 2013) sekitar pukul 01.00 WIB, beliau telah menghembuskan nafas terakhir. Selesai sudah perjalanan 90-an tahun hidup di alam fana ini. Beliau resmi menghadap sang Maha Pencipta di alam keabadian, meninggalkan anak, cucu, dan cicit--seluruh keluarga besar kami.
Ada banyak cerita tentang firasat. Firasat akan datang ketika seseorang yang kita sayangi mengalami sesuatu. Entah betul atau tidak. Namun yang pasti, perasaan saya sepanjang Sabtu sore hingga malam kemarin sangat tidak mengenakkan. Hati saya berasa gugup dan gelisah. Saya tidak tahu, itu terjadi begitu saja. Esok harinya, saya mendapat sms bertubi-tubi dari kakak-kakak saya. Jaringan di kampung sehari sebelumnya eror, sms-sms hari sebelumnya baru saya terima esok paginya. "Mbok sudah kritis" sms kakak pertama saya terbaca pagi sekitar pukul 07.00 WIT. Sekitar jam 09.00, kakak keempat saya sms "Mbok sudah meninggal". Saya sedang berada di luar rumah saat itu, dan tanpa sadar mata saya tiba-tiba berair. Saya langsung berjalan cepat menuju Sekolah untuk mencari sinyal yang lebih baik. Sepanjang perjalanan, memori otak saya tidak hentinya menampilkan kembali potongan demi potongan tentang Mbok. Tiba di sekolah, ditemani oleh seorang murid saya, mataku makin deras berkucuran air.
Foto keluarga saat Idhul Fitri 2008. Mbok masih tinggal di rumah Bapak saya sebelum tahun 2010 pindah ke Jakarta. |