Catatan kecilku ini ingin aku ajak bercerita mengenai budaya para kaum intelektual, yaitu membaca dan menulis. Nah, kata banyak orang, mahasiswa adalah juga termasuk golongan kaum intelektual, yaitu kaum terpelajar dan tercerahkan secara ilmu pengetahuan. Ciri khas yang dimiliki oleh mereka-kaum intelektual-adalah gemar membaca dan kemudian mengaktualisasikan apa yang mereka kuasai dalam tulisan. Kalian yang masih mahasiswa ini (termasuk aku), apakah sudah memiliki kesenangan membaca dan menulis?
Hari ini (Sabtu/22-10-2011), aku diminta oleh beberapa HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan) untuk berbagi cerita tentang pengalamanku selama aku dikampus kepada adik-adik tingkat angkatan 2011. Hari yang cukup menyibukan. Berbagi pengalaman dan cerita di depan forum atau bahasa lainnya menjadi speaker bukanlah perkara yang mudah. Kenapa?karena bagiku berbagi cerita dan pengalaman kepada orang lain, terutama melalui forum resmi yang dibuat oleh organisasi mahasiswa, harus benar-benar menguasai materi. Karena itu, aku selalu mencoba membaca referensi sebanyak-banyaknya yang aku bisa setiap kali aku diminta untuk menjadi speaker dimanapun tempatnya. Selain power point yang harus dibuat sebagai sarana pembantu saat bercerita, aku juga sedang membiasakan diri untuk selalu membuat essay atau makalah mengenai materi yang ingin aku sampaikan.
Kenapa demikian?Karena aku mempunyai pengalaman pribadi, bahwa setiap kali aku mengikuti acara-acara pelatihan, seminar, kuliah umum, atau apapun itu, seringnya aku cuma akan mengingat judul dan gambar menarik dari layar power point sang pembicara. Aku juga lebih sering mengingat kata-kata inspirastional yang disampaikan pembicara daripada mengetahui secara keseluruhan esensi materi yang dibawakan. Itu mungkin adalah kelemahanku yang kurang bisa menangkap dan mengingat materi-matero tersebut. Tapi, setelah aku pikirkan dan renungkan, barangkali itu juga yang terjadi di mayoritas teman-temanku mahasiswa, yaitu ingat saat hari H acara dan lupa keesokan harinya. Bener gak ya?Dugaanku semakin kuat setelah aku lumayan sering berbagi cerita dengan adek-adek kelas di beberapa kesempatan.
Jika hanya sekedar membuat power point tentang suatu materi, mungkin dalam sehari bisa aku selesaikan. Tapi, berdasarkan pengalaman pribadiku itu, power point yang nantinya disampaikan meskipun dengan kata-kata inspirasional, gambar menarik, dan musik yang mendayu-dayu tidak akan diingat dalam jangka panjang atau bahkan tidak dimengerti secara keseluruhan jika tanpa dibuat essay atau makalah tentang materi itu. Karenanya, selain power point presentasi yang selalu aku buat, aku sedang membiasakan diri untuk selalu menulis semua pikiran-pikiranku tentang apa yang akan aku sampaikan dalam tulisan agar bisa dikopi dan kemudian dibaca oleh peserta dirumah (atau dimanapun) agar mereka selalu ingat apa yang aku sampaikan.
Bermula dari aku mengumpulkan beberapa referensi atau bahan bacaan tentang materi atau tema yang akan aku ceritakan, yang aku ambil dari buku, jurnal, blog, atau surat kabar. Kemudian, aku akan menuliskan semua pikiranku kedalam tulisan menjadi semacam essay atau makalah ilmiah, lalu aku akan membuat power point-nya berdasarkan essay yang telah aku buat. Akhirnya, aku akan mengirimkan kepada panitia via email materiku itu dan meminta mereka untuk menggandakan dan memberikannya kepada peserta. Aku berharap material itu bisa menjadi referensi mereka jika mereka membutuhkan pencerahan. Semoga hal itu bisa dicontoh dan dibudayakan oleh semua mahasiswa, terutama untuk para adek-adekku, agar kemampuan intelektualitas kita tidak hanya sebatas pandai membaca atau membuat power point, tapi buah pikiran kita bisa kita tuangkan dalam bentuk tulisan yang akan dikenang sampai kapanpun (semoga).
Aku membaca sebuah blog yang menyampaikan bahwa budaya seorang intelektual, mahasiswa termasuk didalamnya, adalah: membaca, menulis, dan berdiskusi. Membaca tanpa menulis ibarat ilmu yang hanya disimpan sendiri. Air yang menggenang tanpa dialirkan, hanya akan menguap terkena sinar matahari, atau bahkan hanya akan menjadi sarang penyakit. Ilmu yang didapat dari membaca tanpai disalurkan hanya akan menguap dan tanpa manfaat. Menulis adalah aktualisasi atau bentuk pengamalan dari membaca. Membaca meluaskan wawasan, menulis bagian dari pengamalan wawasan itu. Diskusi dan dialog menjadi ruh seorang intelektual, karena selain membaca, diskusi juga akan meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan. Diskusi akan berujung pada saling mencerdaskan. Karena itu, sebagai seorang mahasiswa, ketiga aktivistas itu: membaca, menulis, dan berdiskusi adalah nilai dasar yang harus dikuasai oleh mahasiswa: kaum intelektual.
Aku sangat kagum dengan salah satu jurusan di fakultas MIPA UNDIP yang mewajibkan mahasiswa barunya membuat blog dan mengisinya dengan tulisan tentang kesan dan pesan mereka kepada jurusan. Hal itu, menurutku, adalah langkah yang tepat untuk menumbuhkan budaya menulis dikalangan mahasiswa. Budaya itu harus ditumbuhkan dan disuburkan sejak mahasiswa baru. Mungkin, hal itu bisa dicontoh oleh jurusan lain dengan beberapa variasi.
Ini adalah kalimat luar biasa tentang kekuatan menulis "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer).
Sebelum menutup tulisanku ini, aku teringat sebuah penelitian yang ditulis oleh mahasiswa dari salah perguruan tinggi negeri di Bandung, yang pada intinya mengatakan bahwa "posisi dan peran mahasiswa di organisasi mahasiswa terkadang membuat mahasiswa terlalu nyaman, sehingga dirinya kurang begitu memperhatikan akademik dan study-nya". Aku sedikit membenarkan pernyataan itu, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Monggo, teman-teman bisa menilainya. Semoga aku tidak termasuk didalamnya Ya ALLAH. Amin.
Karenanya, terus berkontribusi dan berprestasi untuk kejayaan almamater dan bangsa dengan seimbang. Seimbang itu indah: seimbang dunia akhirat, seimbang akademik non-akademik, dan seimbang soft-skill hard-skill.
by: panca dias purnomo
Sabtu, 22 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar