Saat ini, bulan maret 2012, kurang lebih satu tahun lalu, aku mengalami salah satu anugerah paling hebat dalam hidupku, yakni memperoleh beasiswa belajar singkat di Amerika Serikat. Sebuah anugerah yang tidak pernah aku sangka-sangka dan rencanakan sebelumnya. Ternyata, Allah mempunyai cara sendiri untuk menjawab doa-doa hambaNya. Satu tahun lalu, aku akhirnya pernah menginjakan kaki di tanah negara-yang katanya super power-Amerika Serikat. Merasakan dinginnya salju, dan juga indahnya warna-warni di musim semi.
Untuk mengenang masa itu, aku ingin mengingat kembali kenangan perjuanganku hingga akhirnya Allah menunjukku sebagai salah satu mahasiswa Indonesia yang beruntung berangkat ke Amerika tanpa mengeluarkan biaya sedikitpun. Semoga cerita mengulas kembali masa lalu yang belum sempat terekam dalam tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapapun orangnya. Aku percaya bahwa memori yang direkam dalam bentuk tulisan akan sangat berguna setidaknya bagi diriku sendiri di kemudian hari saat aku membacanya kembali. Karena dengan begitu, perjalanan hidupku berasa lebih bermakna.
Cerita bermula pada sekitar pertengahan bulan Agustus 2011. Waktu itu aku sedang menjabat sebagai salah seorang pengurus organisasi mahasiswa di tingkat fakultas. Posisiku menuntut untuk aktif membantu publikasi informasi dan kegiatan yang diselenggarakan organisasi kami. Meskipun bukan orang yang mengelola secara langsung media publikasi dan informasi organisasi kami via jejaring sosial, namun aku terkadang membuka akun Facebook organisasi kami untuk membantu penyebaran informasi dan publikasi kepada teman-teman lainnya.
Foto dengan Sebagian IELSP Cohort 8 Grantees di Monas |
Pertengahan bulan Agustus 2011, aku membuka akun Facebook organisasi kami, dan saat itu aku membaca ada message dari UNDIP-American Studies; semacam club pusat belajar kebudayaan Amerika Serikat. Message itu berisikan informasi mengenai program beasiswa belajar Bahasa Inggris ke Amerika Serikat untuk mahasiswa undergraduate Indonesia selama kurang lebih 8 minggu. Disitu juga tertera link website yang bisa aku buka untuk informasi lebih lengkapnya. Karena merasa bahwa informasi tersebut sangat berharga dan aku rasa akan banyak mahasiswa fakultasku yang tertarik mendaftarkan diri, maka aku putuskan untuk memposting informasi tersebut di wall Facebook organisasi kami.
Kemudian aku membuka website yang tertera dalam message yang aku terima. Program beasiswa dari pemerintah Amerika Serikat itu ternyata bernama Indonesia English Language Study Program (IESLP) yakni beasiswa belajar bahasa Inggris di universitas ternama di Amerika selama kurang lebih 8 minggu. Aku baru tahu jika ada program beasiswa semacam ini bagi mahasiswa Indonesia. Aku baca persyaratan, tata cara pendafaran, deadline pendaftaran, dan lain sebagainya. Sepertinya menarik.
Setelah aku membaca syarat-syarat beasiswa tersebut, aku berpikir jika aku masuk dalam kriteria eligible participant. Saat itu aku sedang berada di awal semester 7, sedangkan minimal pendaftar adalah semester 5. Namun, ada satu persyaratan yang membuatku sedikit ragu yakni skore TOEFL ITP. Skor TOEFL yang dipersyaratkan sebesar 450. Aku belum mempunyai skore TOEFL ITP waktu itu dan bahkan tidak yakin aku bisa melampaui standar minimal itu. Aku kurang begitu yakin dengan kemampuan bahasa Inggrisku, karena memang selama ini aku tidak pernah ikut les khusus memperdalam bahasa Inggris.
Namun, setelah aku pikir-pikir, tidak ada salahnya aku mencoba. Akhirnya aku download application form yang tersedia di website tersebut, yang kemudian setelah aku diterima di program ini, aku tahu jika website tersebut adalah kepunyaan IIEF (Indonesia International Education Foundation) yakni semacam organisasi pengelola beasiswa luar negeri bagi mahasiswa Indonesia, baik mahasiswa undergraduate maupun post graduate.
Deadline pengiriman berkas adalah tanggal 18 Oktober 2011. Aku masih mempunyai cukup lumayan banyak waktu untuk melengkapi syarat-syarat pendaftaran. Aku baca kembali persyaratannya dan mulai melengkapi berkas-berkas. Aku nothing to lose saja waktu itu, toh tidak ada salahnya mencoba. Aku juga tidak punya firasat apapun, aku berjalan seperti biasanya. Awalnya aku bahkan tidak terlalu ngebet ingin segera melengkapi berkas-berkasku. Semua rencana untuk mendaftar masih ada dikepala. Aku ingat, saat akhirnya pamflet mengenai beasiswa itu tertempel di mading depan sekretariatan organisasiku, aku cuma mengatakan kepada beberapa teman yang ikut membacanya "ikutan yuk". Ya, masih sebatas niat dalam hati dan kepala.
Waktupun terus berjalan, namun aku belum secara serius memikirkan tentang pendaftaran program beasiswa itu. Hingga masuklah pertengahan bulan September 2011, deadline pendaftaran semakin dekat. Aku pun berusaha segera melengkapi syarat-syarat yang tercantum dalam form aplikasi. Aku menelfon orang tuaku untuk membantuku memintakan foto kopi legalisir rapor SMK, Ijazah, STTB, KK, dan akta kelahiran. Alhamdulialh, tidak butuh waktu lama, akhirnya orang tuaku yang dibantu oleh adikku berhasil mengumpulkan pesananku itu dan mengirimkannya ke Semarang.
Aku juga mulai bergerak melengkapi syarat-syarat yang lain. Aku segera meminta transkip nilai di bagian akademik, dan mencari informasi tempat tes TOEFL ITP di area Semarang. Sesuai informasi yang aku terima, aku bisa mengikuti tes TOEFL ITP di CLT (Center for Language Training) UNIKA Sugijapranata yang terletak di Jl. Mentri Soepeno, belakang SMA N 1 Semarang. Aku pun meluncur kesana. Sampai disana, aku bertanya kepada petugas, tata cara pendaftaran tes TOEFL dan tentu saja berapa besar biayanya. Aku menelan ludah seketika aku tahu biaya tes TOEFL yang ingin aku ikuti, yakni sebesar 275 ribu. Bagiku uang segitu, cukup lah besar. Aku mulai tidak yakin apakah aku ingin melanjutkan perjuanganku atau kah tidak. Setelah aku pikira masak-masak, tidak ada salahnya aku mengeluarkan uang 275 ribu untuk mengikuti tes TOEFL, toh juga bisa sebagai tolak ukur sejauh mana kemampuan bahasa Inggrisku. Akhirnya aku relakan, uang 275 ribu-ku untuk mendaftar tes TOEFL ITP meskipun dengan sedikit berat.
Awalnya, aku pikir, aku langsung bisa tahu kapan aku akan tes TOEFL, namun ternyata aku harus menunggu pemberitahuan selanjutnya karena CLT memberlakukan sistem booking dan antri. Selain itu, ada kuota jumlah peserta yang harus dipatuhi oleh penyelenggara tes TOEFL ITP, yakni setiap kali tes (kalau tidak salah) harus diikuti 20 orang, tidak kurang dan tidak lebih. Kita harus menunggu sampai kuota jumlah peserta terpenuhi. Waktu aku mendaftar dan menyerahkan uang pendaftaran, ternyata aku belum bisa tahu kapan aku akan tes karena menurut petugas kuota sudah penuh dan harus menunggu. Ternyata sudah banyak mahasiswa S1 di area Semarang di sekitarnya yang mencari skore TOEFL ITP, sehingga tidak mengherankan CLT dibanjiri pendaftar tes TOEFL. Namun petugas meberitahuku kemungkinan masih ada perubahan karena ada beberapa peserta yang masih belum fix.
Setidaknya aku sudah booking kursi terlebih dulu, pikirku, sehingga jika ada kursi kosong aku akan diutamakan.
Sembari menunggu panggilan kapan aku akan tes TOEFL, aku mencari orang yang tepat sebagai promotorku dalam program beasiswa ini. Beasiswa IESLP mensyaratkan kepada calon pendaftar untuk menyerahkan semacam surat rekomendasi dari dosen di perguruan tinggi bersangkutan. Alhamdulilah, aku cukup kenal dengan dekan fakultasku yang juga dosen di program studiku. Aku putuskan untuk meminta beliau mengisikan formulir rekomendasiku. Akhirnya aku berhasil menemui beliau di sela-sela kesibukannya sebagai seorang dekan. Beliau memang terkenal jarang di kantor dan susah ditemui. Setelah mengutarakan maksud dan tujuan menemui beliau, alhamdulilah, dengan sangat antusias beliau menerima permohonanku. Aku serahkan selembar kertas formulir rekomendasi kepada beliau. Beliapun mulai menulis kata demi kata di secarik kertas yang aku berikan itu. Aku tidak bisa membaca dengan jelas beliau menulis apa, tapi aku cukup senang dan bangga, karena kertas itu terisi penuh dengan coretan tulisan tangan beliau. Itu artinya, beliau menjelaskan dengan cukup detail.
Beliau sempat menanyakan bagian akhir formulir itu harus diisi apa. Aku pun menjelaskan bahwa bagian akhir formulir itu diisi dengan jabatan dan gelar beliau. Alhamdulilah, proses permohonanku meminta surat rekomendasi dari dekan fakultasku itu berjalan lancar. Aku ucapkan terimakasih dan ijin meninggalkan ruangan. Beliau juga tidak lupa menyampaikan dukungan dan doanya semoga aku diterima dalam program beasiswa ini. Sampai diluar ruangan, aku baca kata demi kata dalam secarik kertas tadi. Seketika itu, aku cuma bisa tersenyum karena didalamnya, tidak pernah aku sangka, berisikan pujian beliau kepadaku. "Lebay juga ni dekan", gumamku dalam hati. Di akhir tulisan beliau, beliau merekomendasikan aku agar dapat diterima dalam program beasiswa tersebut. Aku keluar dari gedung dekanat dengan muka yang berseri-seri, setidaknya persyaratan bisa aku lengkapi perlahan-lahan.
Setelah kurang lebih 4 hari menunggu, akhirnya CLT menelfonku dan memberitahukan kepadaku bahwa tes TOEFL untukku akan dilaksanakan 10 hari setelah ini. Aku sempat ingin tersedak waktu itu, karena 10 hari adalah waktu yang sangat singkat bagi persiapan sebuah ujian seharga 275 ribu. Padahal aku belum belajar dan menguasai materi TOEFL dengan baik. Namun daripada aku harus menunggu lebih lama lagi, aku mengiyakan tawaran dari CLT. Hari - hariku selanjutnya aku isi dengan belajar materi TOEFL dari buku pedoman ujian TOEFL yang pernah aku beli. Aku baca dan pahami lembar demi lembar. Hingga akhirnya saat itu pun tiba. Meskipun datang dengan berbekal ilmu TOEFL yang masih minim, karena kurang optimalnya aku belajar TOEFL, aku tetap harus melakukannya demi (setidaknya) mengetahui skore TOEFL ITP-ku.
Jika tidak salah, tes TOEFL ku waktu itu adalah hari Jumat, pukul 14.00. Aku datang satu jam lebih awal dari jadwal tes. Aku melakukan registrasi ulang di meja karyawan dan mulai mempersiapkan diri. Aku tidak membawa materi tes TOEFL apapun, tidak seperti saat ujian akhir semester dimana aku pasti membawa materi yang bisa aku baca sembari menunggu waktu tes dimulai. Aku melihat peserta tes yang sudah mulai berkerumun di ruang tunggu. Tidak ada satupun yang aku kenal. Satu hal yang membuatku sedikit nervous adalah beberapa peserta berbicara satu sama lain dengan bahasa Inggris aktif. Duh, aku jadi merasa minder melihat kemampuan bahasa Inggris mereka.
Itu adalah tes TOEFL pertamaku yang ternyata hampir serupa dengan ujian Bahasa Inggris sewaktu ujian akhir kelulusan kelas 3 SMK dulu. Meski banyak perbedaan, namun konsep tesnya hampir sama. Aku cuma mengandalkan insting waktu aku menjawab pertanyaan demi pertanyaan, terutama saat sesi listening dan structure. Aku tidak yakin dengan arti dari apa yang speaker katakan saat sesi listening, aku cuma menebak-nebak saja. Hal yang sama juga aku lakukan di sesi structure. Aku tidak tahu persis kata mana yang tidak sesuai dengan grammar. Aku cuma menebaknya saja.
Waktu itu aku pikir awalnya, tes TOEFL memakai headset di telinga masing-masing, ternyata tidak. Sesi listening menggunakan tape dan speaker seperti saat ujian kelulusan dulu.
Akhirnya, tes TOEFL tersebut selesai. Aku pasrah dengan hasil yang akan aku peroleh nantinya. Sebelum pulang, aku sempatkan bertanya kepada petugas kapan aku bisa mendapatkan hasil skore TOEFL-ku. Mereka mengatakan paling lambat 2 minggu. dan paling cepat 1 minggu. Aku berhitung sesaat, dan sepertinya waktu 2 minggu masih cukup menyisakan waktu 1 minggu sampai deadline program IESLP berakhir (18 Oktober 2011).
Setidaknya, sampai menunggu skore TOEFL-ku keluar, aku bisa melengkapi application form-ku.
Tibalah waktunya aku harus segera mengisi kotak-kotak di application form IESLP. Semua jawaban yang harus aku tuliskan harus dalam bahasa Inggris dan disitu letak perjuangannya. Aku akui, aku jarang bahkan tidak pernah menuliskan sesuatu dalam bahasa Inggris. Jika membaca buku ber-Bahasa Inggris aku memang suka melakukannya, tapi jika menulis?duhh, aku harus belajar banyak lagi. Agar memudahkan dalam menjawab dan menyusun kalimat dalam Bahasa Inggris, aku membuat jawaban dari pertanyaan di application form dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu. Setelah itu, aku translate kalimat demi kalimat kedalam bahasa Inggris. Hal itu juga memungkinkanku untuk dapat menyusun kalimat berbahasa Inggris dengan tenses dan grammar yang benar.
Setelah aku selesai membuat draft isian form-ku, aku meminta bantuan salah seorang teman yang aku tahu sangat jago berbahasa Inggris untuk membetulkan grammar dan kosakata yang aku gunakan. Aku menemuinya di kos, dan mengutarakan maksudku. Alhamdulilah, dia tidak keberatan membantuku bahkan ia meminta draft yang aku bawa ditinggal saja biar dia dapat membetulkannya lebih seksama dan memintaku mengambilnya esok hari.
Aku sampaikan kepadanya, untuk maklum jika bahasa Inggrisku masih kacau dan bermasalah. Ia bisa memakluminya. Esok harinya, setelah aku ambil draft isian form aplikasiku, benar juga, banyak sekali coretan dan koreksi dari temanku itu. Sampai sekarang, aku masih menyimpan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada temanku yang satu itu, karena telah membantu merefisi dan mengoreksi draft isian formulir aplikasi beasiswa IELSP.
Berbekal draft refisian dari temanku itu, aku mulai mengisi form applikasi beasiswa IELSP dengan tulisan tangan yang coba aku buat serapi mungkin.
Aku juga mulai menyusun dokumen-dokumen pendukung lainnya, seperti sertifikat kegiatan dan abstrak karya tulis yang pernah aku buat.
Akhirnya, skore TOEFL-ku pun keluar juga. Pihak CLT menelfonku yang memberitahukan bahwa skore TOEFL hasil tes TOEFL beberapa minggu yang lalu sudah bisa aku ambil di kantor CLT. Tanpa pikir panjang, aku meluncur ke kantor CLT. Awalnya aku pikir skore TOEFL yang akan aku peroleh adalah dalam bentuk sertifikat ukuran A4. Ternyata skore TOEFL ITP yang aku terima cuma seukuran kertas kwitansi. Tapi, ukuran kertas skore TOEFL itu masih kalah mengejutkanku dibandingkan dengan nilai skore yang aku dapat. Skore TOEFL ku, yang notabene baru pertama kali aku lakukan dan hanya dalam 10 hari masa persiapan kurang optimal, adalah sebesar 490. Aku tersenyum puas seketika membuka amplop berisikan skore TOEFL-ku. Alhamdulilah, aku berhasil melampaui angka 450. Itu artinya aku bisa mendaftar beasiswa IELSP.
Formulir sudah aku isi lengkap dan rapi, dokumen-dokumen yang diminta juga sudah aku lengkapi, surat rekomendasi sudah aku punya, dan skore TOEFL ku pun mencukupi. Aku susun semua berkas-berkas itu sesuai petunjuk dalam formulir aplikasi. Aku cek dengan seksama seluruh dokumen kemudian aku masukan kedalam amplop coklat besar. Amplop itu terasa sangat sesak dan penuh dengan seluruh tumpukan kertas-kertasku. Aku tempelkan kertas yang bersikan alamat kantor IIEF pada satu sisi amplop dan alamat asalku disisi yang lain.
Waktu menyusun berkas-berkas itu adalah salah satu waktu paling hectic dan panik yang pernah aku alami (selain deadline pengumpulan laporan praktikum), karena berkas-berkas itu baru aku susun menjelang deadline tanggal 18 Oktober 2011. Tanggal 18 Oktober adalah hari senin, sedangkan waktu itu aku baru menyusun seluruh berkasku hari Jumat, 15 Oktober. Setelah selesai Jumatan, aku berangkat ke agen pengiriman barang, TIKI. Karena aku ingin amplopku bisa lebih cepat sampai di Jakarta dan karena sudah mepet deadline pula, sepertinya mengirimkannya melalui agen pengiriman barang akan lebih cepat sampai dibandingkan via PT. Pos Indonesia.
Aku bertanya kepada petugas agen, kapan kira-kira berkasku sampai di Jakarta. Petugas menyampaikan, kemungkinan hari Senin, 18 Oktober. Ah, tidak masalah. Aku pikir, tiba hari Senin, 18 Oktober tidak akan membuat berkas-berkasku gagal
masuk di kantor IIEF. Mungkin dengan datang belakangan, berkasku bisa
ditaruh ditumpukan paling atas (hehe).
Setelah itu aku benar-benar nothing to lose, tidak ada harapan yang terlalu menggebu-gebu. Aku cuma berharap yang terbaik dan semua aktivitas keseharianku berjalan seperti biasa. Aku kembali dengan kehidupanku.
Bersambung ke part.2 ..........
Bersambung ke part.2 ..........
wah, keren, Ca..pengalaman tes Toeflnyaa... ^^b it's very useful for me..
BalasHapusLagi browsing2 toefl itp, eh nemu blog ini.
BalasHapusBaru tau ada kelompok studi undip-amerika. Baru tau juga ada beasiswa kayak gitu. Sayangnya aku baru baca blog ini, dan skrg udh lulus. Ga bisa ikutaaan.
Btw.. Keren pengalamannya. Salam kenal.
Lagi browsing2 toefl itp, eh nemu blog ini.
BalasHapusBaru tau ada kelompok studi undip-amerika. Baru tau juga ada beasiswa kayak gitu. Sayangnya aku baru baca blog ini, dan skrg udh lulus. Ga bisa ikutaaan.
Btw.. Keren pengalamannya. Salam kenal.
Terimakasih. Salam kenal :-)
Hapus