Bekerja disebuah perusahaan asing, membawa berkah tersendiri bagiku. Selain mengasah komunikasi bahasa Inggris dan mengenal budaya kerja orang asing, aku dapat kesempatan juga terbang ke negara lain dengan gratis. Ini tidak sekedar cerita tentang perjalana ke luar negeri, melainkan juga hal-hal positif lain yang aku dapat capai di kesibukanku yang sekarang ini.
Sudah hampir 1,5 tahun aku bekerja di perusahaan ini, Haier Indonesia, sebuah perusahaan asing yang baru saja mengakuisisi Sanyo Indonesia tahun 2012. Tidak banyak informasi yang aku dapat kumpulkan tentang Haier saat aku akan masuk ke perusahaan ini. Tidak heran jika masih sangat jarang orang di Indonesia yang mengenal nama Haier, karena memang penetrasi produk Haier di pasar Asia Tenggara tidak seagresif di kawasan lainnya.
Aku cukup tercengang ketika perlahan-lahan aku mengetahui bahwa Haier ternyata adalah salah satu perusahaan TOP di China dan mendominasi pasar baik di negara asalnya, maupun di kawasan Amerika Utara, Eropa, Australia, Afrika, bahkan perlahan-lahan pasar Timur Tengah dan India. Aku dibuat cukup takjub saat menginjakan kaki di kantor Head Quarter-nya di Qingdao, China, dimana begitu besar dan luasnya kompleks Haier disana. Bahkan saking besarnya, aku tak punya cukup waktu untuk melihat keseluruhan kompleksnya.
Aku berkomunikasi aktif dan mengerjakan beberapa project langsung dari Head Quarter, sehingga ini membuatku harus berkomunikasi intens dengan mereka dari beberapa negara, seperti Jepang, India, Thailand, dan tentu saja China. Aku merasa saat ini, aku lebih percaya diri menggunakan Bahasa Inggris dibandingkan saat kuliah dulu. Sudah 3 tahun sejak aku lulus kuliah, dan kepercayaan diriku pada bahasa asing belum pernah setinggi ini. Karena kondisi yang memang menuntut untuk menggunakan Bahasa Inggris membuatku mau tidak mau harus memaksa diri berbahasa Inggris dan menulis dalam Bahasa Inggris. Meski tidak semua orang di kantorku dapat berbahasa Inggris aktif, namun karena ini perusahaan asing dan banyak tamu asing, membuatku sering ditunjuk menjadi pengarah acara atau bahkan penerjemah dadakan di kantorku. Bahasa Inggrisku memang tidak terlalu bagus, tapi ya cukuplah digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Contohnya saat beberapa kali Haier Indonesia kedatangan tamu dari China, bahkan saat ceremonial pergantian President Director aku ditunjuk menjadi pembawa acaranya. Berhubung presdir-nya tidak bisa berbahasa Indonesia maka aku pun menggunakan dua bahasa.
Selain kemampuan bahasa, aku mendapat kesempatan melihat negara asing dengan pergi ke Qingdao, markas besar Haier. Seluruh aktivitas Haier di seluruh dunia di kontrol dari markas ini. Disini pulalah, jajaran komisaris Haier berada. Meskipun bukan untuk jalan-jalan, karena ini adalah urusan pekerjaan, aku tetap akan membuatnya seperti saat aku sedang dalam misi travelling. Hidup terlalu indah untuk dibuat rumit. Karena itu, aku tidak ingin kehilangan waktu untuk dapat menikmati alam dan lingkungan sosial serta budaya khas China, melalui potret daerah Qingdao.
Setelah terbang selama kurang lebih 6 jam ke Hongkong, dan berganti pesawat dari Hongkong ke Qingdao, jam 2 siang waktu setempat aku sudah sampai disana. Ada perbedaan waktu 2 jam lebih cepat dibandingkan waktu di Jakarta. Saya dijemput oleh staff HQ dan diantar menuju hotel. Malam harinya saya, rekan-rekan saya dari India & Thailand, disambut dengan makan malam bersama.
Setiap negara memiliki ciri khas dan kebudayaannya masing-masing. Terkadang ciri khas ini membuatku sangat kagum terhadap bagaimana hebatnya mekanisme Tuhan menciptakan dan mengatur apa-apa yang ada dibumi. Hebat dan begitu indah. Banyak hal yang tidak aku jumpati di Indonesia, aku jumpai dan sangat lazim di negara ini.
1. Daging Babi dan Aroma Khas Daging Babi.
Aku belum pernah mencium aroma daging babi atau bumbu berbahan babi sebelumnya. Tapi saat menginjakkan kaki di China, dan mencium bau khas yang belum pernah aku cium sebelumnya serta setelah bertanya pada banyak orang, aku menyimpulkan bau khas ini adalah aroma babi. Hampir di semua restoran China, aroma ini tercium bahkan ketika belum masuk sekalipun kedalam rumah makan tersebut. Baunya, jujur, membuatku mual. Aku selalu memastikan bahwa makanan yang aku ambil tidak mengandung unsur babi sedikitpun. Meski tidak selalu menjamin, namun setidaknya lebih merasa aman setelah bertanya.
2. Tidak banyak orang China yang dapat berbahasa Inggris, meski kamu di Hotel International
Sebenarnya ini yang salah satunya aku kagumi dari China. Mereka tidak perlu menguasai bahasa Inggris untuk mampu menjadi negara makmur dan besar. Hampir semua orang China tidak dapat berbahasa Inggris. Bahkan semua pelayan di Hotel yang aku inapi, tak mampu sedikitpun berbahasa Inggris. Hanya resepsionisnya saja, meski patah-patah. Jangan harap dapat menemukan supir taxi yang dapat berbahasa inggris disini. Jadi misalnya, aku tersesat dan bertanya pada orang arah pulang, dijamin aku tak akan mampu kembali. Makanya, kami dibekali dengan secarik kertas bertuliskan rentetan tulisan tangan Mandarin, yang kata teman kami yang orang China itu artinya adalah nama dan alamat kantor kami serta hotel kami. Aku selalu menyimpan secarik kertas itu baik-baik didalam tas, dan selalu memeriksanya setiap ingat untuk memastikan kertas itu tidak tercecer. Karena nasib kami seolah-olah ada disecarik kertas itu. Pernah selepas pulang dari kantor, saya tinggal menyodorkan kertas itu dan si supir taxi langsung mengangguk dan meluncur cepat.
3. Tidak ada uang lembur/overtime.
Undang-undang di Indonesia mengatur tentang upah lembur, bahwa jika pekerja bekerja melebihi jam kerja normal, maka pemberi kerja wajib membayar kelebihan jam kerja tersebut sebagai upah kerja lembur. Ini diatur undang-undang dan perhitungannya diatur dalam keputusan mentri. Namun, di China, tidak mengenal upah kerja lembur. Mereka bekerja 8 jam perhari, lebih dari jam itu, ya dihitung sebatas loyalitas saja. Meski tidak ada upah lembur, etos kerja mereka gila-gilaan. Dalam hal semangat bekerja, orang China tidak kalah dengan orang Jepang. Mereka rela dan kuat bekerja hingga malam tanpa upah lembur demi menyelesaikan target pekerjaan. Tidak jarang, staff HR Overseas di sana baru pulang kerja jam 7 atau bahkan 9 setiap hari. Dan bayangkan, tanpa upah lembur. Aku sempat bercanda dengan temanku, jika tanpa upah lembur, aku tak akan mau bekerja di China. Biaya hidup di Qingdao lumayan tinggi. Tidak banyak lahan kosong, semua penuh dengan apartemen dan gedung-gedung tinggi. Sekali makan, bisa sampai 80-100 Yuan atau orang China menyebutnya RMB. Kalau dikonversi ke rupiah, sekitar 160 hingga 200 ribu rupiah. Sangat mahal dibandingkan biaya sekali makan di Jakarta. Makanya tidak heran jika gaji yang diterima freshgraduate di Qingdao ini, berada di sekitaran angka 5000 Yuan, atau setara dengan 10 an juta rupiah.
4. Tak ada Google
Ini yang cukup aneh bagi Anda mungkin yang terbiasa dengan layanan google 24 jam sehari. Ya, bagi kamu yang selalu check Gmail setiap hari, Google search, Google Chrome, bahkan Google Maps, akan sangat kesulitan saat berada di China. Semua jenis layanan Google tak dapat digunakan disini. Tapi tenang, China ternyata memiliki jenis layanan sendiri untuk mensubtitusi peran layanan Google ini. Untuk mesin pencari, Baidu sangat populer di China dan dapat digunakan untuk mencari apapun yang Anda inginkan. Layanan email, maps, dll, tersedia aplikasi tersendiri, namun selama aku disana, aku tak berusaha menggunakannya..hehe. Selain itu, Facebook dan Twitter tidak dapat digunakan di China. Semuanya diblock. Jadi jangan pernah bertanya akun FB orang China apa, karena mereka sudah pasti tidak punya. Ini membuatku merasa cukup aneh pada awalnya, tapi lama kelamaan terbiasa juga.
Setelah seminggu di Qingdao, akhirnya aku bisa pulang. Saat tiba di Hongkong, rasanya bahagia bercampur haru karena akhirnya aku mendengar orang berbicara Bahasa Indonesia juga. Meski tidak lama, alias cuma sebentar, kerinduan terhadap tanah kelahiran sudah memenuhi dada.
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar