Beberapa hari yang lalu, aku terlibat diskusi menarik dengan salah seorang temanku dengan topik awal "apakah Tuhan, Allah SWT. memberikan pilihan bentuk fisik tubuh kepada manusia saat IA akan menciptakannya". Diskusi ini sampai sekarang masih melekat di kepalaku karena sebelumnya aku membaca berita tentang perlakuan rasis yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada orang lainnya. Atau misalnya keheran-heranan yang sering muncul dalam kepalaku saat mendengar gosip tentang perbedaan perlakuan kepada seseorang yang mempunyai latar belakang berbeda, contohnya latar belakang pendidikan, ekonomi, sosial, suku, dan fisik.
Aku mempunyai jawaban yang berbeda dengan temanku tentang topik yang satu ini "Apakah Tuhan memberikan pilihan kepada manusia saat ia diciptakan". Aku mengajukan hipotesis; 'tidak'. Tuhan tidak memberikan pilihan dan karena itu, manusia tidak mempunyai pilihan saat ia akan diciptakan. Manusia tidak dapat memilih bentuk fisik yang diinginkan setelah lahir kedunia nantinya. Manusia tidak bisa memilih, misalnya, ingin berhidung mancung, berkulit coklat, rambut berwarna hitam, ataupun bermata biru. Manusia juga tidak mempunyai pilihan apakah ia akan menjadi manusia dengan ras Eropa, Afrika, atau Asia. Menurutku, yang pasti Tuhan telah mengetahui dan menentukan bentuk fisik terbaik untuk makhluk ciptaan-Nya. Bentuk yang sudah manusia dapatkan setelah lahir, itulah yang terbaik yang Tuhan kasih untuk manusia. Jika Tuhan memberikan pilihan bentuk seperti apakah yang diinginkan manusia saat ia akan dilahirkan ke bumi, mungkin semua manusia di dunia akan berwajah ganteng dan bertubuh proporsional seperti Tom Cruise atau berwajah cantik seperti Julie Estelle :-D.
Namun temanku berpendapat berbeda, dia mengatakan mungkin saja manusia diberi pilihan saat akan diciptakan, tapi manusia tidak ingat kejadian itu. Dia mengatakan seperti itu karena saat manusia didalam kandungan bahkan saat terlahir ke bumi pun manusia tidak ingat sama sekali peristiwa hidupnya. Manusia baru dapat mengingat mungkin setelah berumur 5 tahun. Mungkin saja, apa yang manusia punyai sekarang ini, baik fisik, latar belakang keluarga, dan suku adalah memang telah menjadi pilihannya saat akan diciptakan ke bumi oleh Tuhan. Selain itu, menurut temanku itu, standar baku penilaian fisik terhadap seseorang itu tidak ada. Cantik atau ganteng, misalnya, hanyalah ukuran relatif manusia saja. Itu cuma selera.
Entahlah, hipotesis siapakah yang benar diantara kami. Sepertinya itu diluar jangkauan akal manusia. Jawaban yang tepat untuk topik ini adalah "Hanya Tuhan yang Tahu". Tapi, tetap saja, aku lebih cenderung kepada opiniku :-D.
*****
Sudah cukup lama sejak aku membaca sebuah artikel terkait topik diatas yang dimuat di website http://www.voicesofyouth.org/. Manusia tidak dapat memilih diciptakan Tuhan dalam bentuk atau warna tubuh seperti apa. Selanjutnya si penulis artikel mengatakan, karena itu jangan meremehkan ciptaaan Tuhan hanya karena bentuk atau warna tubuhnya berbeda. Atau misalnya karena ia terlahir dari keluarga miskin, keluarga desa, berbeda suku membuat ia tidak mendapatkan kesempatan yang sama dalam berkarya di masyarakat. Semua manusia mempunyai kesempatan dan hak yang sama di masyarakat. Tidak ada pembenaran dalam memperkerdil hak dan kesempatan antar manusia yang sama-sama terlahir kedunia tanpa pilihan dari Tuhan. Semua ras, warna, bentuk, dan suku manusia adalah sama kedudukannya.
Yaa, aku tidak pernah bisa mengingat apakah Tuhan memberikan pilihan kepadaku saat aku akan dilahirkan. Apakah aku ingin berkulit hitam, putih, atau kah coklat. Ingin berhidung mancung atau sedang. Mau jadi orang Eropa, Asia atau orang Indian. Ingin dilahirkan di Amerika, Jepang, atau Indonesia. Aku juga tidak diberi pilihan untuk bisa memilih siapa orangtu dan pekerjaannya. Aku rasa, itu pula yang dialami oleh seluruh manusia yang ada di bumi ini. Aku tidak bisa memilih. Tidak ada satupun orang yang dapat memilih saat ia akan diciptakan. Semuanya aku peroleh seperti kehendak Tuhan, yakni seperti aku sekarang ini. Aku sekarang ini adalah pemberian Tuhan, pilihan Tuhan dan keputusan Tuhan. Adakah keputusan dan pilihan yang jauh lebih baik daripada keputusan dan pilihan-Nya sendiri?.
Lalu, salahkah jika ada orang yang dilahirkan dengan kulit berwarna hitam dan berhidung pesek?. Salahkah jika ada manusia yang dilahirkan di keluarga petani dan jauh dari kehidupan modern?. Apakah salah jika ada orang bertubuh pendek dan (mohon maaf) cacat? Apakah Tuhan salah menentukan pilihan?. Tidak ada yang salah sama sekali, karena Tuhan pasti mempunyai rencana-Nya sendiri untuk setiap manusia yang telah IA ciptakan. Mengapa terkadang malah ada manusia -yang juga sama-sama tidak mempunyai pilihan saat diciptakan Tuhan- menggunakan itu untuk merendahkan manusia lain dan mengerdilkan hak dan kesempatannya?. Atau malah ada juga manusia yang merasa Tuhan tidak adil karena bentuk tubuh atau warna kulitnya tidak sesuai seperti yang diharapkan. Tuhan tidak akan pernah salah, dan Tuhan selalu adil.
Salah besar jika kita menganggap rendah, apalagi sampai mengerdilkan atau menyempitkan kesempatan dan hak manusia lain karena bentuk fisik, warna kulit, ras atau apapun yang mana itu semua adalah kehendak Tuhan. Manusia tidak bisa menghakimi keputusan yang telah ditetapkan Tuhan.
Jika ada manusia yang menganggap warna kulit putih lebih baik dibandingkan hitam, menurutku, itu cuma karena perspektif atau anggapan kebanyakan orang sehingga pandangan itu jadi sebuah hal yang wajar dan akhirnya jadilah pandangan umum manusia. Padahal, tidak ada sama sekali bukti ilmiah atau empiris yang dapat membuktikan manusia dengan warna kulit putih lebih baik dibandingkan manusia berkulit hitam. Tidak benar sama sekali jika manusia berkulit coklat atau hitam bisa atau layak mendapatkan cemoohan atau ejekan. Sekali lagi, itu cuma perspektif umum yang menjadi semacam 'budaya' saja, tidak lebih. Salah kah perspektif itu?menurutku, iya sangat salah.
Manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling melengkapi agar bumi terasa lebih indah. Perbedaan bukan untuk disingkirkan. Pelangi sangat nyaman dipandang mata karena perbedaan warnanya.
*****
Aku ingin menyadur sedikit poin pikiran Kishore Mahbubani, seorang ahli Ekonomi dan Politik dari Singapura, dalam bukunya "Asia Hemisphere Baru Dunia, Pergeseran Kekuatan Global Ke Timur yang Tidak Terelakan", terbitan Kompas 2011. Ada sekurang-kurangnya 7 pilar kebijaksanaan Barat yang dapat membawa efek menakjubkan pada masyarakat mereka. Kita dapat melihat kejayaan peradaban Barat (setidaknya) seperti sekarang ini tidak lepas dari nilai-nilai ketujuh pilar tersebut. Setiap pilar itu memperkuat efek pilar lainnya. Menurut beliau, jika sisa dunia menerapkannya juga, maka negara-negara di dunia akan mampu meraih kemakmuran dan kejayaan seperti Barat. Aku pribadi, menganggap tidak semua pilar ini sesuai dengan apa yang aku yakini, tapi setidaknya informasi ini dapat memperluas wawasan berpikir kita. Ada satu pilar yang akan aku beberkan lebih detail karena sangat berkaitan dengan topik tulisan ini. Penjelasan
detailnya setiap pilar berikut silakan dapat dibaca dalam buku Beliau halaman
79-118.
- Ekonomi Pasar Bebas
- Sains dan Teknologi
- Meritokrasi. Meritokrasi adalah pilar yang ingin aku beberkan lebih lanjut. Prinsip ini mengatakan bahwa bahwa setiap individu di masyarakat adalah sumber daya yang potensial, maka semua mereka harus diberi kesempatan yang sama (sebanyak mungkin) untuk mengembangkan diri dan berkontribusi kepada masyarakat. Menurut Kishore, cara termudah memahami keutamaan meritokrasi ialah dengan pertanyaan: "mengapa Brazil negara yang adidaya dalam sepakbola namun dalam bidang ekonomi tergolong kelas menengah saja?". Jawabannya adalah ketika pemandu bakat mencari bibit-bit pesepakbola handal, mereka hanya melihat kemampuan bukan melihat asal atau golongan sosial tertentu. Mereka menelusuri seluruh pelosok negeri, dari kota, desa hingga pemukiman-pemukiman kumuh. Seorang anak tidak dibedakan meski ia berasal dari pelosok desa atau anak yang berasal dari kota atau anak orang kaya, selain dari kemampuannya bermain sepakbola. Tetapi dalam bidang ekonomi, Brazil mencari dan menggunakan bakat-bakat itu hanya didalam kalangan penduduk berkelas menengah ke atas. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi banyak kasus korupsi, kolusi dan nepotisme dalam rekruitmennya. Kishore mengatakan, selama berabad-abad, masyarakat Asia mengindari pelaksanaan meritokrasi ini. Latar belakang mindset feodal, yang secara bertahap digerus di Eropa dan Amerika, masih saja terus dilestarikan di kalangan masyarakat Asia. Akibatnya, banyak bibit-bibit potensial dengan kemampuan otak kualitas tinggi tercecer begitu saja di negara Asia, termasuk juga Indonesia. Misalnya di bidang pendidikan, rasanya sulit jika ada seorang anak dari pelosok negeri Indonesia apalagi berorangtua miskin bercita-cita masuk sampai ke perguruan tinggi favorit. Contoh lain misalnya di dunia kerja dan birokrasi pemerintahan. Sudah bukan rahasia lagi rasanya. Tidak mengherankan jika sampai saat ini, latar belakang sosial, ekonomi, dan politik menjadi dasar diterima atau tidaknya seseorang disetiap segi kehidupan di negara ini alih-alih mendasarinya dari kemampuan seseorang semata.
- Pragmatisme
- Budaya Perdamaian
- Pendidikan
- Aturan Hukum
Tidak dapat ditawar atau diulur lagi, masyarakat bangsa Indonesia harus melepaskan diri dari sistem feodal yang penuh KKN seperti sekarang ini. Karena jika kita ingin bersaing dengan negara lain dan tidak ingin tergilas di era globalisasi seperti sekarang, meritokrasi; pemberian kesempatan (sebanyak mungkin) yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia untuk mengembangkan diri dan berkontribusi kepada masyarakat harus diterapkan dalam setiap sendi kehidupan. Kita tidak boleh mengerdilkan atau menyempitkan kesempatan manusia lain dalam berkarya dan berkontribusi untuk masyarakat, karena semua manusia (aku, anda, dia, dan mereka) tidak bisa memilih saat akan diciptakan oleh Tuhan apakah ingin jadi seperti apa atau terlahir dari orangtua mana.
meritokrasi...ungkapan yang bijak saat diskriminasi mulai diberlakukan :)
BalasHapusnice posting, Ca..
Thanks ;-D
BalasHapus