"Mamak seneng kalau kamu mau kuliah. Mamak ini orang bodo, SD aja gak lulus. Biar aja mamak bodo, asal gak nurun ke anak-anak Mamak. Mamak seneng kalau anak-anak mamak bisa sekolah tinggi, biar yang kerja keras banting tulang orang tua. Cuma kepinteran yang bisa Mamak kasih ke anak-anak Mamak. Biar kalau kerja gak susah kayak Bapak dan Mamak. Alhamdulillah kalau kamu bilang mau kuliah. Biar gimana caranya Mamak akan biayai. Mamak rencananya mau jual sawah mamak di kampungnya simbah untuk biaya daftar kuliah kamu".
Kalimat itu masing terngiang-ngiang diingatanku, bahkan hingga detik ini. Sampai kapanpun tidak akan pernah aku lupa. Ujian Nasional kelulusan SMK sudah dekat waktu itu. Aku yang sebelumnya tak berpikir untuk malanjutkan sekolah lagi, tapi entah mendapat inspirasi dari mana, secara tiba-tiba ingin sekali bisa melanjutkan sekolah lagi, ke perguruan tinggi. Barang mahal dan jarang bagi kebanyakan pemuda di desaku. Malam itu, saat usiaku belum begitu remaja, aku mengutarakan keinginanku untuk masuk perguruan tinggi. Apapun perguruan tingginya. Dan malam itu, di tengah meja makan kayu tempat kami biasa bersantap malam, Mamak mengucapkan kalimat demi kalimat yang tak akan pernah aku lupakan itu. Kata demi kata terngiang, berputar selalu dikepalaku, mengingatnya aku selalu tercambuk, terlecut oleh rasa syukur dan haru.
Mamak, tak terhitung banyak kebaikan yang kau alirkan untukku. Semuanya terakumulasi menjadi satu kebaikan terbaik yang tak pernah dapat dibandingkan dengan kebaikan lain di dunia ini. Marahmu, omelanmu, jengkelmu, cemasmu, takutmu, waktumu, kerja kerasmu, keringatmu, dan semua senyumanmu itu tak lain dan tak bukan hanya mengharap semua kebaikan dan kebahagiaan hanya bermuara padaku. Untuk waktu itu, waktu nanti, dan waktu selamanya. Aku sebatas anak yang punya ego dan cita-cita setinggi langit, namun terkadang lupa, bahwa pohon tinggi pun semua bibitnya disemai dan dirawat dari tanah, dari bumi. Semua tanah dan bumi tempat apapun pohonnya adalah Ibu. Mamak, perempuan terbaik, penyemai dan perawat bibit-bibit pohon ego dan cita-cita anak manusia. Ia hanya bisa menopangnya dan memupuknya dengan segala jenis muara kebaikan untuk pertumbuhan si pohon manusia. Mengingatmu, hanya selalu membuatku tak kuasa membendung tangis haruku.
Jika Allah memberiku seluruh kebaikan yang ada di bumi ini bahkan yang ada di akhirat sekalipun, dan mengumpulkannya menjadi satu, aku hanya ingin memberikannya untukmu.
Sepotong cerita berkelebat dalam pikiranku. Berganti dengan sepotong cerita lain, maju mundur dan entah lebih dulu peristiwa yang mana. Seperti mimpi yang terlupakan, dipanggil oleh kekuatan memori otak yang terkadang sulit membedakan dimensi ruang dan waktu.
Aku masih ingat raut wajah cemasmu saat aku tak bisa menemukan surat pentingku dirumah. Aku ingat ocehan kegusaranmu saat aku kesulitan melengkapi syarat-syarat wisudaku. Aku melihat raut wajah penuh penantian dan kelegaan saat menjumpaiku didepan pintu rumah saat menyambutku pulang dari rantau. Kau rela menungguku di depan rumah, ditemani nyamuk dan gatal, sekedar menungguiku tiba didepan rumah. Aku cium tangamu dan tak pernah kau lupa memelukku dan bertanya kabar kesehatanku. Setelah itu, tak pernah henti kamu bertanya tentang perjalananku sembari sibuk membuatkan segelas susu hangat kesukaanku. Tak jarang, akhirnya kamu bercerita tentang asal muasal kesukaanku pada segelas susu. Aku begitu mengingat potongan-potongan cerita itu.
Jika aku bisa, ingin aku kembalikan waktu ke masa lalu.. Masa lalu saat ingatanku merekam masa mudamu. Saat rambutmu masih hitam dan badanmu terlihat lebih segar. Masa lalu ketika kau masih merasa biasa saja bekerja seharian di ladang atau sawah. Masa lalu ketika aku melihatmu mampu menggendong segulung kayu bakar yang kau kumpulkan dari ladang ke dalam rumah. Atau masa lalu saat aku selalu melihatmu mengayuh sepeda dari rumah ke sawah setiap hari, membawa alat-alat persawahan. Dan saat terdengar suaramu dari kejauhan, entah ada magnet apa, bahagiaku berasa melonjat tinggi, aku berlari keluar rumah untuk menyambutmu, atau sekedar ingin melihatmu sore itu. Tak jarang kau menghabiskan waktu seharian di sawah. Saat terbaik untuk melihatmu adalah sore, hingga petang sebelum akhirnya kau merebahkan diri karena lelah memenuhi sekujur badanmu. Ada rasa lega, dan rindu yang tak dapat dijabarkan oleh seorang anak atas kehadiran sosok Ibu didalam rumahnya. Matanya berbinar, senyumnya merekah, dan entah mekanisme alam atau sistem hormonal yang dapat membuat seorang anak ingin bermanja-manja dan diperhatiakan oleh perempuan, yang melahirkan dan memberinya darah kehidupan, saat ia akhirnya dapat berjumpa dengannya setelah seharian ditinggalkan. Ya, masa laluku penuh dengan cerita kebahagiaan atas kebersamaan dan waktu yang telah Mamak berikan untuk merawatku serta agar seluruh kebaikan dunia tersemai dalam kehidupanku. Ia hanya ingin melihat anaknya tumbuh tak semenderita orangtuanya.
Kasih sayang dan kebaikannya bak samudra. Luas dan dalam.
Kini, waktu menggerus semua cerita-cerita itu. Roda waktu terus berputar, menggerus siapa saja, tak pandang jabatan dan status sosialnya. IA ciptakan sesuatu dengan suatu alasan dibaliknya. Tak pernah ada yang sia-sia.
Bahkan seluruh darah, daging, tulang, dan seluruh tubuh yang menempel pada nyawaku tak lepas dari andil besarmu kepadaku. Tubuh ini jadi saksi kebaikanmu. IA berikan semua ini melalui perantaramu, dari air susumu, dari sari pati makananmu, dan dari kalimat-kalimat baik yang kau ucapkan serta dari keringat bahkan air matamu.
Waktu tak pernah bisa ditebus. Hanya doa bersama tetes-tetes air mata ini yang dapat aku kirimkan kepadamu sebagai jalanku untuk membalas semua yang telah kau berikan untukku. Mamak, kasih sayangmu tak pernah terbalas dan berbalas. Aku tau itu, aku takkan mampu sekuat apapun aku mencoba. Yang bisa aku lakukan adalah membahagiakanmu. Aku hanya ingin membuatmu tidak menyesal pernah mengeluarkanku dari dalam rahimmu.
Mamak, terimakasih. Aku begitu menyayangimu. Doaku tak pernah putus untukmu, kesehatan dan kebahagiaann semoga selalu tercurah kepadamu, perempuan yang paling aku sayangi.
-Catatan Perjalanan Hidup-
π
BalasHapusMas, aku nangis baca ini.
BalasHapus*posisi sedang LDR sama Mamakku
Hebat nih mas panca
BalasHapusCerita hidup nya penuh inspiratif..sukses terus mas