Saya tiba pada
kesimpuan ini setelah beberapa kali mengobrol santai dengan saudara – saudara
sebangsa dan setanah air di tanah rantau yang jauh. Saya terkesima ketika ada
salah seorang diantara keluarga senegara mengucap “pulang? ah, piki-pikir dulu deh”. Memang begitu banyak cerita tentang warga Indonesia yang
merantau jauh ke negeri orang, entah sekedar ingin sekolah atau bekerja, yang
enggan untuk kembali lagi setelah mengecap manisnya kesejahteraan dan kedamaian
hidup di negeri orang. Beragam sebab memang.
Terbukalah mata saya setelah melihat realita yang
tersedia di depan mata, bukan oleh informasi palsu para konspirator dunia.
Banyak sekali orang pintar yang berada di luar negeri, mereka adalah potensi
besar yang dimiliki oleh bangsa ini. Mungkin Negara kita belum menyadari
atau mungkin belum mampu untuk memanusiakan mereka yang punya potensi besar untuk membangun negara di tanah kelahiran sendiri. Apakah salah ketika mereka agak ‘enggan’ untuk
pulang kampung dan ikut serta membangun negerinya sendiri? Entahlah.
Saya ingin
membuat perumpamaan yang lebih baik dan mudah dilogikagan, tapi susah ternyata. Ijinkanlah saya mencobanya, ibaratnya seperti ini, dalam menilai sesuatu, pada umumnya kita membutuhkan
peran pembanding. Kita membandingkan untuk bisa menilai sejauh mana nilai
sesuatu terhadap sesuatu. Tentu dasar penilaian dengan cara membandingkan akan
berbeda-beda, tergantung parameter dan norma apa yang dipakai. Pada kasus
tertentu membandingkan itu penting. Contoh cerita dari teman saya yang
kebetulan tinggal bersama seorang nenek. Rumah nenek ini kebetulan pernah
ditinggali juga oleh mahasiswa China. Setelah teman saya bercakap-cakap dengan
nenek tersebut, si nenek berkata “ your
English is very good, very different with the Chinese girl who have stayed
here. Even, she needs to write the word for me to understand what she means”.
Jelas ya disini, bahwa terkadang membandingkan itu perlu untuk melihat kualitas
diri. Bagaimana mungkin bahasa inggris teman saya itu akan dinilai baik jika mahasiswa
dari China yang pernah tinggal bersama nenek itu bahasa inggrisnya jauh lebih
baik? Membandingkan, kadang jangan sekali kali dilakukan namun terkadang perlu
juga dilakukan untuk membuat hati semakin bersyukur dan bersemangat menyambut
hari yang baru.
Mata saya semakin terbuka lebar
setelah melihat realita di belahan bumi lain tentang arti kemajuan dan
kesejahteraan. Kedua kaki saya masih merasa bergetar bahkan sebelum benar –
benar menginjakan kaki di bumi Negara adi kuasa ini. Waktu terus berputar, hari
berganti dan terus berganti, pelangi yang selama ini hanya sekedar ada dalam mimpi, mimpi yang saya temui hanya dalam tidur dan terkadang tangis, perlahan menunjukan
warnanya. Memang bukan warna yang sempurna yang langsung ia tunjukan, namun
perlahan namun pasti cahaya keindahan warna pelangi itu mulai muncul dan
sempurna. Saya percaya warna pelangi selalu indah, muncul setelah matahari
memancarkan sinarnya bersama dengan tetesan air hujan. Begitu indah warna dan
cahayanya.
Saya semakin menyadari dan mendalami dengan sangat betapa sangat
“jauh”nya mimpi pendiri bangsa ini dari kenyataan akan kata “sejahtera”.
Terenyuh hati ini semakin dalam ketika berusaha memahami. Betapa luar biasanya
bapak bangsa merumuskan dengan jelas tujuan dan cita luhur bangsa yang
dibangun dari tetes darah para pejuangnya. Hati semakin perih jika berada
diantara kenyataan Negara ini. Saya mungkin sangat tidak pantas untuk
mengatakan hal itu, bahkan mempunyai keprihatikan yang mendalam seperti itu pun tidak.
Siapa saya dan sudah melakukan apa saya untuk bumi pertiwi ini? malu saya dan
tak kuasa rasanya saya mampu menjawab pertanyaan itu.
Ibarat menggenggam emas ditangan kiri dan menggenggam batu ditangan kanan pada
saat yang bersamaan. Saya mengangkatnya disaat yang sama di ujung mata
saya. Mudah sekali melihat perbedaannya, dan dengan mudah pula saya bisa
membandingkannya. Saya bisa mengetahui benda ditangan kiri saya adalah emas, karena sebelumnya saya
sudah mengetahui terlebih dahulu benda mana yang disebut batu. Allah melalui
Rosulnya pun telah menunjukan yang mana kebaikan, yang mana yang harus dilakukan dengan
sebelumnya menunjukan yang mana yang buruk dan yang tidak boleh dilakukan.
Subhanallah, keduanya bukan untuk dinilai yang mana yang lebih utama, yang mana
yang layak untuk dipuji atau bahkan yang mana yang layak di banggakan, bukan
untuk itu. Apalah arti emas karena untuk ditumpuk menjadi rumah pun ia tidak
bisa. Batu lah yang bisa melakukannya. Namun, bagaimana emas dan batu selalu berharga di tempatnya. Mempunyai
kelebihannya, bukan karena mempunyai emas lalu bersombong, dan merendahkan
batu. Kenapa merendahkan batu jika justru yang kita punya adalah batu itu sendiri?Bukankah batu bisa kita buat sebagai pondasi rumah yang kokoh?.
Bukan karena ingin menjadi emas,
batu yang sudah ada digenggaman tangan dilemparkan. Peliharalah batu itu,
jadikan ia berharga seperti emas. Buatlah dia bermanfaat dengan membuatnya
menjadi rumah yang megah dan bangunan yang kokoh yang dengan itu emas tidak
akan pernah lebih berharga dibandingkan dengan batu. Semakin jauh melihat dan
membandingkan keduanya, semakin terbakarlah hati ini. Terbakar oleh semangat,
perih, dan keheranan akan ribuan pertanyaan yang semakin lama semakin bertambah
didalam kepala.
Kenapa dan bagaimana? mayoritas pertanyaan akan dimulai dari dua
kata tanya itu. Kenapa dan bagaimana? semakin bertambah banyak pertanyaan yang
entah saya tidak tahu dimana dan sampai kapan saya akan menemukan jawabannya.
Dan harus bagaimana saya menyikapi banyak pertanyaan itu. Akankah saya hanya
akan berdiri dan menyalahkan setiap orang dan kondisi disekitar saya karena
sulitnya saya menemukan jawaban atas pertanyaan itu? Please, help me, show me
the way.
Apalagi setelah menghabiskan waktu berdiskusi dan mengobrol
santai dengan para senior yang sudah merasakan perbedaan nyata antara dunia
yang berbeda. Semakin ingin berteriak dengan keras mengetahui bahwa semakin
banyak pertanyaan yang muncul dan semakin tidak paham saya atas semua kerumitan
di tanah kelahiran saya ini. Mungkin saya bukan satu satunya orang yang
merasakannya, mungkin sudah ratusan atau bahkan ratusan ribu yang merasakannya.
Yaa, dimana simpul utama untuk mengurai benang kusut ini?
Pendidikan, menurut saya sampai
saat ini yang menjadi sumber dan titik utama untuk merubah kondisi realita di negara tercinta saya dan Anda.
Education is the best way to create the
greatest civilization, and a simple way to differ which one that has good
education. Education represents the nation.
Tidak lagi menggapai sebuah mimpi
jika tidak pernah tertidur untuk bermimpi.
by: panca dias purnomo
Blacksburg, VA
April, 2011
Subhanallah..
BalasHapus