Ada hal yang sangat menggelitik sekaligus menggeramkan terjadi tepat setelah acara senam dan jalan sehat dalam rangka Car Free Day yang diselenggarakan Universitas Diponegoro hari ini. Peristiwa ini terjadi padaku, salah satu peserta dalam acara ini dan mungkin tidak menggelitik dan tidak menggeramkan bagi orang lain, hehe. Acara yang diadakan dalam rangka peringatan hari lingkungan hidup ini memang cukup meriah. Jumlah peserta lumayan banyak, ada pembagian kaos dan payung gratis, senam, stand jualan para mahasiswa, dan pameran desain rumah.
Kampus Undip pagi ini memang senyap dan sunyi, karena tidak ada motor atau mobil yang seliweran seperti biasanya di jalan utama kampus.
Setelah jalan santai selesai, yang dimulai dari bunderan pintu gerbang kampus menuju lapangan Widya Puraya. Aku memposisikan diri untuk mengikuti sesi selanjutnya, yaitu senam sehat. Ya, seperti acara senam pagi setiap hari jumat di instansi pemerintah lah, sesi senam berlangsung dengan meriah, panas, dan semangat. Senam selesai, seperti biasa, Bapak Rektor tercinta menutup acara pagi ini sekaligus dilanjutkan dengan sosialisasi metode biopori, dan tentu saja pembagian snack ringan. Semua peserta mulai berduyun-duyun menuju ke meja panitia untuk mengambil bungkusan kardus kecil berisi air dan jajanan ringan.
Aku duduk bersama dengan beberapa teman dari BEM KM UNDIP, sembari ngobrol santai sana sini, tidak terasa acara makan-makan pun selesai. Jelas selesai, karena sudah tidak ada lagi jajanan tersisa didalam kardus yang kami punya. Beberapa peserta lain sudah meninggalkan arena, hanya beberapa mahasiswa dan sepertinya pegawai kampus yang duduk-duduk di sudut-sudut tempat acara.
Aku memandangi sekitar, dan betapa terkejutnya aku melihat tumpukan kardus, botol air mineral, dan plastik berserakan dimana-mana. Seketika itu juga, dalam hatiku bertanya-tanya, ini sebenarnya acara peringatan hari lingkungan atau konser dangdut si?pikirku. Hari peringatan lingkungan yang seharusnya menjadi ajang untuk menyadarkan peserta dan masyarakat untuk lebih sadar dan peduli terhadap lingkungan--setidaknya ditunjukan dengan kepedulian tidak membuang sampah sembarangan--ternyata (sepertinya) perlu ditinjau kembali efektifitasnya. Ada beberapa penyebab aku merasa geli dan geram melihat realita ini tepat setelah acara peringatan hari lingkungan. Apanya yang cinta lingkungan kalau begini (dalam hatiku):
>>>Mengherankan, sebelum acara ditutup, Bapak Rektor sudah mengatakan untuk tidak membuang sampah sembarangan setelah acara makan nantinya. Ehhh, kata-kata memang tidak lagi cukup untuk menyadarkan orang (terutama orang Indonesia). Masih saja sampah berserakan dimana-mana.
>>>Lebih mengherankan lagi, seharusnya setelah acara itu peserta lebih sadar dan mencintai lingkungannya. Ini juga adalah tujuan dari diselenggarakannya Car Free Day, agar mahasiswa, dosen, dan pegawai mulai untuk meninggalkan atau mengurangi penggunaan motor berbahan bakar fosil untuk mengurangi polusi, dst. Tapi, menggelikan, acara itu sepertinya tidak berbekas apapun kepada peserta (apalagi masyarakat), alih-alih untuk mencintai lingkungannya, peserta tetep aja buang sampah seenaknya. (neskipun aku yakin gak semua peserta seperti itu). Terus apa gunanya event seperti ini dong?
>>>Terlebih mengherankan lagi, ini adalah lingkungan kampus man, kumpulan orang-orang terpelajar, berpendidikan tinggi, kaum intelektual, kandangnya calon pemimpin bangsa, eehhh...perilaku yang ditunjukan justru sangat memperihatinkan. Bukannya dari universitas lah akan lahir para pemikir untuk bangsa ini?dan Bukannya seharusnya orang-orang yang ada didalam lingkungan ini menjadi orang-orang yang tercerahkan?tercerahkan secara pemikirannya dan juga hatinya bukan?Tapi kok yaa masih sama aja ya. Bahkan, orang-orang melihat tumpukan sampah berserakan itu dengan cuek..mengherankan benar..
Apa yang terjadi sebenarnya di negara ini. Tempat-tempat yang seharusnya menjadi kawah candradimuka bagi para pemudanya, generasi penerusnya, justru masih sama saja dibandingkan dengan orang lain yang tidak berada dalam lingkungan yang tercerahkan ini. Acara seperti itu apakah hanya untuk sekedar peringatan saja, atau hanya untuk meningkatkan gengsi dengan mengundang banyak berita di media?Entahlah, sampai kapan negara ini akan benar-benar 'tercerahkan'.
Apakah juga membuang sampah yang berserakan itu harus menunggu petugas kebersihan datang, kemudian mengumpulkannya dan membuangnya ke tempat sampah???Hingga dengan gampangnya, seolah-olah tanpa beban dan dosa, membuang sampah sembarang. Seandainya, semua orang sadar akan hal itu, pasti kampus dan negara ini akan bersih dengan sampah berserakan. Benar-banar menggelitik dan tentu membuat geram melihat realita dan fakta ini. Mari tersenyum getir setelah mengetahuinya.
komentar: fasilitas tong sampah masih terbatas di lingkungan bunderan WP, pak..kemarin saja, saya kesulitan dalam mencari tong sampah..masa' harus ke rektorat dulu?
BalasHapusTapi itu bukan alasan, kalau semua orang sadar betapa buruknya budaya 'nyampah'. Meski gak ngeliat tong sampah terdekat, kan bisa di bawa dulu sampek ketemu tong sampah. Kata pepatah amerika "kemasi barang yang kamu bawa", hoho ^^.
BalasHapusSatu yang teringat oleh saya (waktu itu saya masih diSemarang), ada beberapa penurunan kualitas kehadiran dosen karena car free day (mudah2an salah ya). Beberapa junior saya dikost bilang bahwa jadwal kuliah dihari tersebut dibatalkan. Menurut saya harus ada perbaikan untuk ke depannya. Mungkin saja ada beberapa dosen yang keberatan jika harus berjalan kaki atau bersepeda (medan kampus yang naik turun). Nah ini yang harus kita pikirkan mas, setau saya Rektorat hanya menyediakan lahan parkir di GSG tapi tidak menyediakan sarana menuju kampus. Jika melihat pelaksanaan CFD di Jakarta memang tidak ada kendaraan pribadi, namun khusus angkutan umum tetap diizinkan melalui jalur lambat.
BalasHapusTerkadang memang, pendapat saya pribadi, bahwa kampus rektora hanya melakukan sesuatu sebatas event semata, tidak membarenginya dengan instrumen peraturan atau fisik yang memadai dan mendukung event tersebut.
BalasHapusSarana2 seperti media kampus dan Sarasehan dengan Rektor dan pejabatnya bisa dipakai untuk menyuarakan usulan2 seperti itu, yaa semoga sarana2 tersebut dapat kita gunakan sebaik mungkin dan dapat ditingkatkan frekuensi dan efektivitasnya..Wallohualam