Di saat - saat tertentu aku merasa sulit untuk mengendalikan isi kepalaku. Kalimat kalimat berganti tak mau berhenti. Seperti laju kereta kemarin sore yang aku naiki. Ia bisa bercerita sendiri, mengeluarkan banyak kata. Kepalaku berdengung seperti ingin meledak. Ya, aku tidak tau apa ini, yang pasti ketika aku sedang memikirkan banyak hal, isi kepalaku akan menjadi seperti mesin ketik. Terus menerus membunyikan kalimat yang hanya aku sendiri yang dapat membacanya.
Sama seperti malam ini. Begitu banyak kata-kata didalam kepalaku. Aku ingin mengurainya sedikit demi sedikit agar aku lega. Aku akhirnya hanya mengeluarkan secarik kertas dan pena. Aku pun mulai menulis.
Menulis apa saja, random, loncat-loncat. Aku tak peduli apakah akan menjadi sebuah cerita yang enak dibaca dan runut atau tidak. Aku hanya ingin mengeluarkan apa yang kepalaku ini pikirkan agar malam ini aku bisa setidaknya tertidur tanpa ada suara-suara dalam kepalaku.
Menulis apa saja, random, loncat-loncat. Aku tak peduli apakah akan menjadi sebuah cerita yang enak dibaca dan runut atau tidak. Aku hanya ingin mengeluarkan apa yang kepalaku ini pikirkan agar malam ini aku bisa setidaknya tertidur tanpa ada suara-suara dalam kepalaku.
Cukup lama aku berada di rumah untuk mengisi liburanku. 10 hari lebih aku berada disana, dan nyaris aku menghabiskan banyak waktuku di rumah. Tidak melulu dirumah, maksudku, terkadang aku keluar rumah barang sebentar. Tidak seperti tahun sebelumnya dimana saat liburan dirumah, aku cukup banyak justru pergi untuk bertemu teman-temanku. Liburan kali ini, ya aku dirumah saja. Sekaligus membantu Bapak menyedot air di sawah. Sawah di desa kami, termasuk sawah milik Bapak, sudah lama tidak terisi air, padahal usia tanamannya masih muda. Butuh banyak pasokan air. Sedangkan, air di saluran irigasi hanya mengalir saat desa kami dapat jatah air dari pemerintah daerah.
Hujan pun tak ada. Jadilah banyak sawah yang nyaris kering, padi yang masih muda pun nyaris meranggas dan mati. Beruntung Bapak punya mesin penyedot air, sehingga beberapa sawah beliau tidak terlalu kering. Sayangnya banyak juga petani yang kurang beruntung, sawah mereka nampak kering, padi muda terlihat kuning, antara hidup dan mati. Para petani desa kami, sudah cukup putus asa dengan kondisi ini. Akhirnya, mereka pun pasrah. Bisa panen ya Alhamdullilah, tidak ya disyukuri. Begitu kata para petani setiap kali aku dengar mereka bebincang-bincang di pematang sawah disela-sela menunggui air.
Hujan pun tak ada. Jadilah banyak sawah yang nyaris kering, padi yang masih muda pun nyaris meranggas dan mati. Beruntung Bapak punya mesin penyedot air, sehingga beberapa sawah beliau tidak terlalu kering. Sayangnya banyak juga petani yang kurang beruntung, sawah mereka nampak kering, padi muda terlihat kuning, antara hidup dan mati. Para petani desa kami, sudah cukup putus asa dengan kondisi ini. Akhirnya, mereka pun pasrah. Bisa panen ya Alhamdullilah, tidak ya disyukuri. Begitu kata para petani setiap kali aku dengar mereka bebincang-bincang di pematang sawah disela-sela menunggui air.
Hanya waktu yang tak pernah berhenti. Tak disadari, kini sudah 2015, dan setengah tahun lagi 27 tahun. Aku tidak memungkiri ada yang berbeda dari caraku melihat hidup kini. Mungkin benar, waktu dan kerasnya hidup akan membawa manusia lebih cepat dewasa. Aku tak heran, temanku yang sejak dulu berjibaku dengan hidup lebih terlihat bijaksana dan dewasa dalam menyikapi persoalan hidup. Entah aku sudah termasuk orang yang sudah berjuang keras untuk hidup, atau malah sekedar hidup ala kadarnya saja. Yang aku tau, sekarang aku tak lagi hanya ingin menyenangkan diri sendiri lagi seperti dulu. Ada tanggung jawab melebihi diriku sendiri yang harus aku bawa dan aku harus mulai belajar untuk menjadi layak membawa tanggung jawab lebih itu.
Melihat bagaimana orang tuaku berjuang untuk menafkahi keluarga dan membahagiakan anaknya selalu saja membuatku terenyuh. Ketika memikirkannya, tak kuasa aku menangis. Apalagi jika kondisi sawah sedang seperti sekarang. Ah, apapun yang aku coba bantu lakukan kepada kedua orangtuaku rasanya masih tidak akan pernah cukup. Pikiran-pikiran seperti ini yang sering muncul dikepalaku saat aku dirumah. Pertanyaan sekaligus mungkin kekhawatiran alami sebagai anak, Apakah aku tetap bisa membahagiakan mereka atau setidaknya tidak membebani pikiran keduanya lagi?. Aku takut aku berbuat kesalahan dan akhirnya membuat mereka kecewa. Hanya satu selalu yang aku harapkan kini, aku cuma ingin membuat mereka tersenyum sampai kapanpun aku bisa.
Aku berkunjung ke beberapa tetangga. Beberapa tetanggaku adalah para orangtua yang usianya sudah diatas 70 tahun. Ada yang cukup beruntung tinggal bersama anak atau keponakannya, namun ada juga yang tinggal sendiri dan kadang sesekali anaknya berkunjung untuk merawat dan menjenguknya. Aku katakan kurang beruntung karena mereka sudah sangat tua, untuk berjalan saja kelihatannya tidak mudah lagi, apalagi untuk merawat diri mereka sendiri seperti mandi, memasak, dan makan. Itu semua harus mereka kerjakan sendiri. Mesk terkadang anak atau cucu mereka datang untuk membantu, namun itu tidak setiap saat, hanya sesekali saja. Bayangkan diusia tua seperti itu mereka harus masih merawat diri mereka sendiri. Ketika bersalaman dengan kedua orang tua itu, aku langsung terbayang dua orang tuaku. Apakah mereka nantinya akan setua itu?. Apakah saat mereka setua itu, aku bisa merawat dan menjaga mereka dengan baik?. Sejujurnya, aku sedikit miris melihat kedua orang tua tetanggaku itu. Bahkan mataku saat itu berkaca-kaca karenanya. Mereka hanya duduk dan mata mereka nampak kosong memandang sudut rumah. Pendengaran mereka juga sudah tidak sebaik orang normal. Aku pun berkata dalam hati, ketika orang tua ku setua itu, aku tidak ingin membuat mereka terlantar. Jika misalnya aku tidak bisa menunggui mereka setiap hari di kampung halaman, setidaknya aku akan mengunjungi mereka lebih sering dari biasanya dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Ya, bagaimanapun, orangtua adalah orang terpenting dalam hidup kita.
Lagi-lagi usia akan terus menggerus masa muda, termasuk akan membawa manusia menjadi tua dan renta. Seiring waktu, saat orangtua terus menua, aku semoga makin mandiri, dan tanpa diminta terus menjaga dan merawat mereka sampai akhir hayat. Bahkan saat mereka tiada, doa ku sebagai anaknya akan terus kukirimkan untuk mereka, orang yang paling berjasa, dalam kehidupanku.
Ketika mereka tiada, apakah aku bisa dianggapnya sebagai anak berbakti?. Ya Allah, aku berdoa padaMU, dengan segala apa yang KAU beri, aku ingin membahagiakan mereka sampai aku pun tiada. Aamiin.
Aku berkunjung ke beberapa tetangga. Beberapa tetanggaku adalah para orangtua yang usianya sudah diatas 70 tahun. Ada yang cukup beruntung tinggal bersama anak atau keponakannya, namun ada juga yang tinggal sendiri dan kadang sesekali anaknya berkunjung untuk merawat dan menjenguknya. Aku katakan kurang beruntung karena mereka sudah sangat tua, untuk berjalan saja kelihatannya tidak mudah lagi, apalagi untuk merawat diri mereka sendiri seperti mandi, memasak, dan makan. Itu semua harus mereka kerjakan sendiri. Mesk terkadang anak atau cucu mereka datang untuk membantu, namun itu tidak setiap saat, hanya sesekali saja. Bayangkan diusia tua seperti itu mereka harus masih merawat diri mereka sendiri. Ketika bersalaman dengan kedua orang tua itu, aku langsung terbayang dua orang tuaku. Apakah mereka nantinya akan setua itu?. Apakah saat mereka setua itu, aku bisa merawat dan menjaga mereka dengan baik?. Sejujurnya, aku sedikit miris melihat kedua orang tua tetanggaku itu. Bahkan mataku saat itu berkaca-kaca karenanya. Mereka hanya duduk dan mata mereka nampak kosong memandang sudut rumah. Pendengaran mereka juga sudah tidak sebaik orang normal. Aku pun berkata dalam hati, ketika orang tua ku setua itu, aku tidak ingin membuat mereka terlantar. Jika misalnya aku tidak bisa menunggui mereka setiap hari di kampung halaman, setidaknya aku akan mengunjungi mereka lebih sering dari biasanya dan memastikan kebutuhan mereka terpenuhi. Ya, bagaimanapun, orangtua adalah orang terpenting dalam hidup kita.
Lagi-lagi usia akan terus menggerus masa muda, termasuk akan membawa manusia menjadi tua dan renta. Seiring waktu, saat orangtua terus menua, aku semoga makin mandiri, dan tanpa diminta terus menjaga dan merawat mereka sampai akhir hayat. Bahkan saat mereka tiada, doa ku sebagai anaknya akan terus kukirimkan untuk mereka, orang yang paling berjasa, dalam kehidupanku.
Ketika mereka tiada, apakah aku bisa dianggapnya sebagai anak berbakti?. Ya Allah, aku berdoa padaMU, dengan segala apa yang KAU beri, aku ingin membahagiakan mereka sampai aku pun tiada. Aamiin.
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar