Disini lagi. Tempat yang sama, untuk kesekian kalinya. Langit biru dengan gelayut warna biru dan putih. Awan-awan berarak lembut, seperti kapas yang berserak ditengah permadani biru nan jernih. Pagi ini, pinggir Ibu Kota nampak berseri dan ceria. Lalu pikiranpun melayang terbang, menangkap kepulan awan tentang : Apa yang membedakan antara muda dan tua?.
Yang muda belum pernah tua, namun yang tua sudah pernah muda. Muda adalah ketika semua cerita tentang hidup seperti dalam buku dan novel romansa. Mengalir naik turun dengan hingar bingar dunia. Tak peduli apapun yang ada didepannya, diterjang ditendang, apapun yang penting sampai pada keinginannya. Sering waktu berjalan, perlahan, dunia tak seremeh kelihatannya. Banyak yang tak mampu masuk begitu saja dalam kepala. Perlu disaring dan dipilah. Sampai akhirnya, mana yang bisa dan yang tidak bisa diketahui, ditentukan, dan dipertahankan.
Ini lah alur panjang sebuah hidup. Tua bermula dari muda, namun muda belum tentu awal dari tua. Ataukah mungkin dunia di luar sana yang membuat tua serumit itu? dan justru kebalikannya, muda sesederhana bayangannya. Ya, muda dilain hal, menggambarkan begitu banyak pintu tersedia, entah didepanmu, disamping, bahkan dibelakang. Ketika tua, pintu-pintu itu telah tertutup dengan sendirinya, dan saat kau sadar, ia telah tiada. Pintu baru selalu ada, tapi karena dunia luar sana membuat pintu itu nampak tak seremeh itu kelihatannya.
************************************************
Seperti malam ini, saat seluruh tenaga telah habis untuk sebuah kata yang begitu mulia. Sebuah kewajiban yang dapat membawamu masuk ke surga. Berjalan gontai menyesuri temaram lampu malam, ditengah bisingnya suara ibu kota, dan hiruk pikuk manusia. Menyeret langkah demi langkah dan tepat malam hari ini, sehari sebelum sebuah entah keberhakan entah kesalahan bakal terjadi dalam catatan hidup umat manusia.
Kemudian, tersadar bahwa tak ada yang begitu mudah menyerahkan segalanya bahkan kepada orang yang pernah kau janjikan segala-galanya. Ada akar, ada serabut, dan ada ranting-ranting yang tetap akan menahan dan menjagamu di tempat dimana kamu pernah tumbuh dan berkembang. Tak semudah itu dibanding saat kamu pernah berkata " Iya", "Aku bisa", apalagi membawa-bawa nama kodrat dan seharusnya. Akar-akar dan serabut itu akan terus menahanmu. Ia mengikat tanganmu, menggenggam erat kakimu, atau mungkin mencerabut pikiranmu dan meletakkan ditempat mereka untuk kemudian kaki, tangan, dan pikiranmu bergerak sesuai akar-akar itu. Tak akan mungkin, dan tak ada niat, untuk mengusir, menebas, atau memotong akar-serabut-ranting itu, karena begitulah kehidupan. Tanpa mereka, tak ada kehidupan itu sendiri. Bagaimana mungkin pohon tumbuh tanpa mereka?. Barangkali ini saat yang tepat untuk memberi pagar pada pohon itu, ditempat ia seharusnya, agar akar dan ranting tetap menjaganya tetap sehat dan hidup sebagaimana mestinya.
Terkadang, kita tak harus melakukan apapun untuk hidup. Karena ternyata segala sumber kehidupan itu sudah ada didalam diri kita. Mungkin kita pernah salah mencari sumber penghidupan diluar sana, namun akar-serabut-ranting yang kita punya tetap setia menjaga kita.
Biarlah begitu, karena malam ini malam yang bersejarah. Malam dimana kata-kata dan serangkaian peristiwa tak lagi mampu mengganggu. Saat minum kopi ini lebih terasa istimewa dibanding seteguk air surga sekalipun.
************************************************
Seperti malam ini, saat seluruh tenaga telah habis untuk sebuah kata yang begitu mulia. Sebuah kewajiban yang dapat membawamu masuk ke surga. Berjalan gontai menyesuri temaram lampu malam, ditengah bisingnya suara ibu kota, dan hiruk pikuk manusia. Menyeret langkah demi langkah dan tepat malam hari ini, sehari sebelum sebuah entah keberhakan entah kesalahan bakal terjadi dalam catatan hidup umat manusia.
Kemudian, tersadar bahwa tak ada yang begitu mudah menyerahkan segalanya bahkan kepada orang yang pernah kau janjikan segala-galanya. Ada akar, ada serabut, dan ada ranting-ranting yang tetap akan menahan dan menjagamu di tempat dimana kamu pernah tumbuh dan berkembang. Tak semudah itu dibanding saat kamu pernah berkata " Iya", "Aku bisa", apalagi membawa-bawa nama kodrat dan seharusnya. Akar-akar dan serabut itu akan terus menahanmu. Ia mengikat tanganmu, menggenggam erat kakimu, atau mungkin mencerabut pikiranmu dan meletakkan ditempat mereka untuk kemudian kaki, tangan, dan pikiranmu bergerak sesuai akar-akar itu. Tak akan mungkin, dan tak ada niat, untuk mengusir, menebas, atau memotong akar-serabut-ranting itu, karena begitulah kehidupan. Tanpa mereka, tak ada kehidupan itu sendiri. Bagaimana mungkin pohon tumbuh tanpa mereka?. Barangkali ini saat yang tepat untuk memberi pagar pada pohon itu, ditempat ia seharusnya, agar akar dan ranting tetap menjaganya tetap sehat dan hidup sebagaimana mestinya.
Terkadang, kita tak harus melakukan apapun untuk hidup. Karena ternyata segala sumber kehidupan itu sudah ada didalam diri kita. Mungkin kita pernah salah mencari sumber penghidupan diluar sana, namun akar-serabut-ranting yang kita punya tetap setia menjaga kita.
Biarlah begitu, karena malam ini malam yang bersejarah. Malam dimana kata-kata dan serangkaian peristiwa tak lagi mampu mengganggu. Saat minum kopi ini lebih terasa istimewa dibanding seteguk air surga sekalipun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar