Pernahkah kamu terbangun dari tidur, kemudian seketika berpikir “betapa beruntungnya hidup saya saat ini”. Saat kamu berjalan-jalan berkeliling kota misalnya, lalu kamu melihat sekelompok pekerja proyek konstruksi, seketika ada rasa syukur terbersit dalam pikiranmu “Beruntungnya hidup saya dibandingkan mereka”. Saat kamu melihat ribuan orang berjejal mengantri masuk sebuah acara Job Fair di Ibu Kota, kemudian seketika itu terbayang dikepalamu “Wow, beruntungnya saya saat ini”. Atau misalnya pernahkah kamu bertemu dengan teman-teman masa kecilmu, lalu berpikir seketika bahwa hidupmu jauh terasa lebih mudah dan “Alhamdulilah, nikmat mana di hidupmu yang kau dustakan”. Ya, saya seringkali berpikir hal semacam itu. Saya adalah satu dari sekian orang yang paling beruntung di dunia.
Semua
itu tidak lepas dari seseorang yang begitu berjasa dan berarti bagi hidup saya,
yang telah mendorong saya meraih pendidikan. Pendidikan, bagi saya,
mengantarkan kita pada kemerdekaan hidup yang sesungguhnya. Orang itu lah yang
membawa kemerdekaan, membawa kehidupan. Tanpanya, saya tak akan pernah merdeka.
Beliau
bukan terlahir dari keluarga kaya, disebut mampu pun tidak juga. Terlahir dari
keluarga yang pas-pasan, keluarga petani kecil biasa di desa. Sama seperti
kebanyakan orang di masa itu, untuk bertahan hidup Anda harus bekerja keras.
Mengolah sawah yang tak seberapa, menjual apapun yang kau bisa, dan sekolah?.
Ah lupakan. Waktu itu, hanya orang-orang yang beruntung dan bertahta yang
memasukan sekolah dalam metode pengembangan anak-anaknya. Terlahir sebagai
perempuan dan dari keluarga petani, sekolah hanya akan jadi beban. Pikir
orangtuanya waktu itu. Akhirnya, sekolah SD pun hanya sampai kelas 2,
selebihnya hari-hari beliau habiskan untuk membantu orang tua; menafkahi
keluarga. Membaca dan menulis bukan menjadi keahliannya hingga masa tua tiba.
Beliau tak pernah punya ijasah sekolah. Beliau hanya tahu, kerja keras di sawah
dan ladang adalah dan satu-satunya cara untuk memberi masa depan yang lebih
baik untuk anak-anaknya. Ia boleh tidak sekolah, tapi semua anaknya harus
sekolah; setinggi-tingginya.
Beliau
menjadi sosok yang keras, tekun, & ulet. Ia rela menghabiskan sepanjang
hari bekerja di sawah. Ia hidup begitu sederhana, baginya baju yang menempel
dan alas tidur yang layak sudah lah cukup.Selain itu, anak-anak beliau yang
rajin belajar dan tidak pernah absen sekolah adalah segala-galanya, melebihi
kebutuhan akan baju baru dan liburan keluarga.
Terkadang
saya bingung ketika memikirkan bagaimana beliau bisa membantu anak-anaknya
mengerjakan PR jika membaca dan menulis saja beliau tak pandai. Akhirnya saya
menyadari, Anda tak perlu harus bisa membaca dan menulis untuk mengajarkan anak
Anda tentang arti kedisiplinan, ketekunan, dan kerja keras. Setiap malam ia
akan tunggui anak-anaknya saat mengerjakan PR. Ia akan paksa anaknya untuk
mengerjakan setiap PR hingga selesai, meskipun membuat anaknya merengek
& menangis. Baginya, masa depan anak-anaknya harus lebih baik dan untuk
meraih masa depan itu, pendidikan adalah jawabannya.
Beliau
adalah bagian dari cerita kehidupan saya yang tak akan pernah lekang oleh
waktu. Bahkan sampai saya mati pun. Beliau yang memaksa saya untuk terus
belajar, berprestasi di sekolah, & mendukung apapun kegiatan sekolah
saya. Bagi remaja seusia saya waktu itu, bekerja setelah lulus sekolah atas
adalah hal umum. Sekolah Kejuruan menjadi favorit kami, karena ada sedikit
jaminan dan keterampilan yang Anda punya sehingga akan mempermudah Anda mencari
kerja. Sekolah, lalu mencari kerja ke kota, begitulah mimpi setiap remaja
kampung saya. Saya pun memikirkan hal yang sama. Tapi tidak bagi beliau, beliau
mendorong saya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Beliau ingin saya
sekolah setinggi-tingginya. Tapi bagi saya, pendidikan tinggi seperti sebuah
mimpi. Mimpi siang bolong pun tidak. Bagi anak yang tumbuh dari keluarga kecil
di desa, kuliah adalah sesuatu yang sangat langka dan diluar imajinasi.
Saya
selalu ingat kata-kata beliau saat mendorong saya untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi “Tidak usah khawatirkan biaya. Biar orang tua yang memikirkan.
InsyaALLAH bisa. Orang tua Cuma bisa memberi pendidikan untuk masa depan anak.
Daftar kuliah, pilih yang terbaik dimanapun insyaALLAh orang tua mampu”. Itulah
momen hidup yang tak pernah saya lupa. Akhirnya saya diterima di salah satu
perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Saat saya sampaikan bahwa saya
lulus seleksi, raut muka beliau seperti tak percaya. Matanya berair. Saya
bertekad tak akan mengecewakan beliau. Beliau lah semangat saya untuk
mendapatkan gelar sarjana. Sebuah gelar yang prestisius di desa kami, bahkan
bagi keluarga kami sendiri.
Ya,
beliau adalah Ibu saya. Pahlawan sebenarnya bagi saya, yang telah membawa
kemerdekaan sesungguhnya. Jika kemerdekaan adalah tentang membawa perubahan
dari kegelapan, penjajahan kepada cahaya, dan kemandirian maka beliaulah
pahlawan kemerdekaan bagi hidup saya. Saya bisa menjalani hidup saya yang lebih
mudah saat ini, karena pendidikan. Karena pendidikan yang telah beliau upayakan
untuk saya dapatkan. Jika ada orang bilang bahwa untuk keluar dari kegelapan
dan kemiskinan adalah dengan pendidikan, maka saya bisa katakan bahwa saya
sendiri yang telah mengalaminya. Dengan pendidikan, Anda mendapatkan
kemerdekaan. Pendidikan memberi Anda kehidupan. Anda dapat mengakses banyak
kesempatan untuk meraih hidup yang lebih baik dengan pendidikan.
Kembali
saat saya merasa betapa beruntungnya hidup saya, semua tak pernah ada tanpa
jasa Ibu saya. Pendidikan saya memberi saya kesempatan untuk menjalani hidup
yang lebih baik. Tanpa pendidikan yang diperjuangkan oleh Ibu saya untuk saya,
saya tak akan pernah sampai di tempat saya saat ini, bahkan sekedar untuk
menuliskan tulisan ini. Ibu, manusia terbaik yang telah diturunkan oleh Tuhan
kepada saya. Pahlawan sesungguhnya bagi kehidupan saya. Jika pahlawan
kemerdekaan berjuang menghadirkan negara yang damai dan mandiri untuk anak
cucunya, maka Ibu adalah pahlawan kemerdekaan yang menghadirkan hidup yang
damai dan mandiri untuk saya.
Selamat Ulang Tahun
Republik Indonesia ke-73
-Catatan Perjalanan Hidup-
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus