Saya mendapatkan judul tulisan ini dari artikel didalam buku yang baru saja saya beli. Menurut penulis, kalimat itu dia baca dari tulisan seorang kolumnis koran terbitan kota New York, US. Setelah saya membaca artikel dalam buku itu yang berbicara tentang passion, saya kemudian teringat sebuah acara penuh inspirasi; Kick Andy Road Show to Campus yang pernah diadakan di kampus saya bulan November 2011 yang lalu. Acara itu mengupas tentang "lentera jiwa". Isi acara itu dan makna serta inspirasi yang saya dapatkan dari sana mempunyai kemiripan dengan isi artikel dari buku baru saya.
Menurut kamus, passion adalah gairah, semangat dan keinginan yang besar, namun saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh nara sumber dalam acara Kick Andy waktu itu, bahwa passion adalah lentera jiwa, bahwa lentera jiwa adalah passion.
Rene Suhardono, penulis buku "Your Job is Not Your Carrier" dan juga salah satu nara sumber dalam acara Kick Andy waktu itu, mengatakan bahwa passion atau lentera jiwa adalah sesuatu hal yang saat kamu melakukannya kamu merasa happy, enjoy, senang, dan ringan. Passion adalah hal-hal yang memang kamu suka, kuasai, dan jika kamu melakukannya tidak hanya menimbulkan kesenangan dan kedamaian namun juga dapat meliopatgandakan produktivitas kerja kamu.
Saya pernah menjadi salah satu nara sumber di acara pengenalan kampus kepada mahasiswa baru di jurusan saya, diantaranya adalah mahasiswa angkatan tahun 2010 dan 2011. Saya menanyakan kepada mereka (mahasiswa baru), siapa saja yang memilih jurusan kami sebagai pilihan pertama saat mereka mengikuti tes seleksi ujian masuk perguruan tinggi negeri. Jumlah anak yang mengangkat tangan ditahun 2010 maupun 2011, tidak jauh berbeda, yaitu minoritas alias lebih sedikit. Saya memang tidak menghitungnya, tapi jika boleh saya taksir, nilainya sekitar 30% dari total mahasiswa baru di jurusan saya.
Kemudian, saya katakan kepada mereka, "hei, selama kamu sudah mengetahui passion kamu, dan kamu yakin itu, tidak masalah apapun jurusan kamu". Saya teringat dengan pesan dari seorang penulis artikel di suatu koran yang mengatakan bahwa banyak sarjana teknik yang kemudian malah jadi sutradara film, banyak sarjana pertanian yang akhirnya menjadi bankir, banyak sarjana kedokteran yang menjadi trainer dan penulis buku, banyak sarjana sains yang akhirnya menjadi politikus dan banyak pula sarjana politik yang memilih menjadi musisi. Lalu apa hubungannya?Hubungannya adalah; mereka-mereka yang mempunyai profesi tidak sesuai dengan background keilmuannya itu adalah mereka yang memilih mengikuti passion atau lentera jiwa mereka, meskipun profesi dengan background keilmuannya berbeda sangat jauh.
Apapun bidang study kamu, asalkan kamu telah menemukan passion atau lentera jiwa kamu; kamu yakin akan itu, dan berusaha menggapainya, maka kamu tidak harus berprofesi di bidang keilmuan kamu. Kamu bisa menjadi siapa saja, kamu bisa memilih apa saja, kamu bisa berprofesi apa saja, namun dengan syarat kamu telah menemukan dan mengasah terus menerus passion kamu. Meskipun kamu belajar tentang ke-teknik-am, jika kamu suka budidaya ikan, kamu bisa jadi penguasa ikan. Jika kamu mahasiswa kesehatan, tapi suka menulis, kamu bisa jadi penulis. Jika kamu mahasiswa pertanian, tapi suka dunia broadcasting, kamu bisa jadi reporter, dan seterusnya....dan seterusnya...
Berusahalah agar tidak pernah mempertanyakan dan sangsi tentang masa depan profesi saat lulus dari bidang keilmuan kita. Asalkan kita sudah mengetahui passion atau lentera jiwa kita, maka kita seharusnya tak perlu malu dan gengsi dengan gelar sarjana kita nanti. Tak peduli, S.T, S.Sos, S.Pi, S.Psi, S.Pt, S.Si, kita bisa menjadi siapapun, dimanapun, apapun, meskipun diluar bidang keilmuan yang kita pelajari. Percaya deh.
Namun demikian, jangan sekali-kali menggunakan alasan "jurusan ini bukan passion dan keinginan saya" sehingga membuat kamu mengabaikan kuliah kamu, yang akhirnya jadi alasan untuk IPK buruk dan berantakan. Meskipun kamu merasa itu bukan passion kamu, tapi setidaknya, minimalnya, kamu berusaha agar nilai dan prestasi kamu berada di garis 'normal' (standar nilai yang baik). Kamu memang tidak harus mengetahui secara mendalam (ahli) tentang bidang keilmuan kamu, tapi setidaknya dalam batas normalnya, kamu tahu dan paham. Tapi, jika kamu tidak kuasa menahannya, segeralah keluar dan pilih jurusan baru.
******
Justru setelah saya memutuskan kuliah di jurusan saya sekarang, saya menemukan passion saya. Meskipun dulu, saat memilih jurusan, hanya berdasarkan kesamaan dengan jurusan sewaktu SMK. Setelah saya pikirkan lebih dalam, passion saya di luar bidang keilmuan saya ternyata lebih besar dibandingkan di bidang keilmuan saya sendiri. Saya tidak mengatakan saya tidak mempunyai passion di dibidang study saya, hanya saja passion itu lebih kecil dibandingkan di luar bidang study saya.
Semenjak saya kuliah, saya menjadi orang yang suka sekali membaca buku terutama buku yang bertemakan sejarah, sosial, politik, ekonomi, filsafat, psikologi, dan Islam. Selain suka membaca buku, saya suka mengoleksi buku. Karena itu, saya sempatkan setiap bulan membeli buku dan meyimpannya di perpustakaan pribadi saya. Saya ingin membuat perpustakaan yang besar di rumah saya sendiri kelak. Setelah membaca, keinginan saya untuk menulis pun semakin besar. Meskipun saya akui, tulisan saya hanya layak jadi konsumsi pribadi, karena hanya berisi curhatan saja, tapi setidaknya saya senang jika saya bisa menulis sesuatu, apapun itu. Pun demikian, saya dapat menerbitkannya di blog pribadi saya. Tapi, malah buku dan tulisan saya yang berhubungan langsung dengan bidang study saya sendiri jumlahnya lebih sedikit.
Sejak SMK, saya memang suka untuk berbicara di depan umum. Apalagi jika diminta oleh guru untuk menggantikan mengajar di depan kelas, saya sangat menikmatinya. Selama masa kuliah, berbicara di depan teman-teman menjadi salah satu kenikmatan saya. Bahkan banyak teman-teman saya yang jenuh jika saya banyak omong didepan mereka, terutama misalnya saat presentasi didepan kelas dan rapat. Apalagi saat sesi kuliah di kelas, banyak teman yang sedikit jengkel karena saya banyak bertanya kepad dosen. Akhirnya saya tahu, saya menyukai dunia yang berhubungan dengan speaking, misalnya reporter dan trainer.
Selama kuliah saya juga suka dengan organisasi. Saya sangat menaruh respect pada mereka yang berorganisasi, apapun organisasinya, entah organisasi rohani, sosial, politik, environment, minat bakat, atau pun organisasi profesi.
Ada pemaknaan baru yang saya dapatkan pada saat saya mengikuti organisasi adalah bahwa jurusan saya, bidang keilmuaan saya, harus menjadi sarana bagi saya untuk mengembangkan passion saya sebesar-besarnya. Saya berlatih berkomunikasi yang baik saat presentasi dan bertemu dengan dosen; saya melatih sosial, life dan emotional skill di organisasi kampus; saya berlatih menulis ilmiah saat menulis laporan, lomba karya tulis, PKL dan skripsi; juga saya dapat membaca buku apa saja setiap saat melalui perantara jurusan atau bidang keilmuan saya. Semua itu bisa saya dapatkan dari melalui sarana jurusan dan bidang study saya, meskipun saya akui pengetahuan baik teori dan praktek di bidang keilmuan saya sendiri masih tergolong sangat rendah.
Semakin banyak buku yang saya baca (meskipun tidak sebegitunya banyak), diskusi yang saya lakukan, aktivitas demi aktivitas saya ikuti, memberikan pemahaman baru kepada saya bahwa ternyata saya menyukai bidang-bidang ilmu sosial, politik, pendidikan, dan lingkungan. Karenanya itu, saya ingin melanjutkan pendidikan saya disalah satu bidang tersebut, namun sepertinya saya lebih condong ke bidang lingkungan dan konservasi.
Masih dalam artikel yang sama dalam buku yang baru saya beli, si penulis mengatakan bahwa negeri ini sangat dikendalikan oleh mereka yang mempunyai pemahaman dan kapasitas lebih dalam bidang ekonomi, hukum, dan politik, baik teori dan prakteknya. Diluar benar tidaknya pendapat si penulis, saya sependapat dengannya, bahwa ketiga bidang ilmu tersebut sepertinya adalah pengendali arah negeri ini. Setelah melihat realita kehidupan negara ini, dimana pertumbuhan ekonomi dan PDB hanya ada di atas kertas semata, saat keadilan dan tata laksana hukum hanya ada didalam ruang-ruang kuliah, dan saat politik seolah-olah menjadi alat pemuas kepentingan perut dan kelompok, maka pemahaman tentang bidang-bidang ilmu itu tidak dapat tidak harus pula dikuasai, baik teori dan praktek.
Banyak tokoh besar di dunia ini yang tidak sekedar menguasai satu bidang ilmu saja, misalnya mereka yang menguasai ilmu fisika, matematika, juga filsafat. Mereka menguasai kedokteran, sains, dan teknik. Mereka juga menguasai ekonomi, hukum, juga matematika. Banyak ahli mengatakan bahwa bidang ilmu yang satu dengan yang lainnya mempunyai keterkaitan. Seorang ahli ekonomi yang hanya belajar meningkatkan pendapatan negara, mungkin saja dapat mendongkrak nilai PDB dan angka pertumbuhan ekonomi. Tapi, apakah peningkatan nilai PDB dan pertumbuhan ekonomi itu berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat?belum tentu. Bahkan sering saya dengar, demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan PDB, ribuan hektar hutan di tebangi, ekosistem pantai dan laut dikorbankan, sungai-sungai kotor karena buangan pabrik tambang, dan itu semua membuat masyarakat di pelosok negeri ini beramai-ramai membakar kantor pemerintah. Membangun masyarakat agar sejahtera tidak hanya berdasarkan teori ilmu ekonomi, namun juga ada peran ilmu sosial, politik, lingkungan, bahkan matematika. Lebih spesifik jenis masyarakatnya, makin detail bidang ilmu rujukannya.
Ringkasnya, bidang keilmuan kita sekarang tidak dapat menjadi standar profesi kita dimasa depan. Itu bukanlah jaminan. Asalkan pertama kali kita telah menemukan passion atau lentera jiwa kita, profesi atau pekerjaan yang kita inginkan nantinya akan mudah dilihat, mudah di gapai, dan mudah dikembangkan.
by: panca dias purnomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar