Saya selalu berkali kali menempatkan peristiwa itu kepada saya sendiri. Setiap kali saya membayangkan tidak punya lagi orang tua di dunia ini, air mata saya selalu mengalir tak terbendung.
Saya tidak mengira, tidak pernah mengira, itu terjadi lebih dulu kepada istri saya. Hidup pasti terasa lebih berat untuknya.
Ia bilang "siapa lagi orang yang akan setiap hari aku telfon?, Aku tanyain kabarnya?. Sekarang sudah gak ada lagi ibu. Aku sudah gak punya ibu". Itu ucapannya berkali kali yang aku dengar. Istri saya benar. Orangtua adalah alasan kenapa kita masih punya seseorang untuk kita pedulikan, kita telepon, kita kasih sesuatu. Ketika kamu gak punya itu lagi, kebayang kan rasanya?.
Ia tidak tidur. Ia terus menerus memegang telfon untuk video call dengan saudaranya, melihat bagaimana almarhumah yang sudah tertidur selamanya dari balik layar handphone. Ia tak henti hentinya menangis, bercucuran air mata. Saya berusaha menemaninya, menguatkannya, dan berkali kali bilang "tabahkan hatimu, kuatkan jiwa dan pikiranmu. Kamu masih punya suami dan anak-anak".
Ya, saya mengatakan itu mungkin mudah. Tapi saya yakin kondisi ini tidak semudah itu untuk istri saya. I know. Setiap kali saya memikirkan istri saya, setiap kali itu juga saya menangis. Sungguh kasian dia, kehilangan orang tua dalam jarak waktu yang sangat dekat dan tak satupun bisa ia lihat jasadnya yang terakhir. Bagaimana coba rasanya?!. Orangtuanya tidak ada dan kamu tidak bisa melihatnya secara langsung.
Saat ayah meninggal, istri saya baru melahirkan. Saya bisa mewakili untuk datang. Waktu itu Corona belum seganas sekarang. Berselang belum genap 2 bulan kemudian, ibu tidak ada secara tiba tiba. Anak kami terkecil baru genap 2 bulan, gak mungkin dibawa naik pesawat. Selain itu, Corona sedang mengganas. Kemana mana tidak boleh. Ijin penerbangan sulit. Dan tak saya sangka tiket pesawat di tanggal merah, 20 Juli, kosong alias tidak ada penerbangan dari Jakarta ke Makassar. Akhirnya kami putuskan bersama kami tidak bisa ada yg datang ke sana.
Membayangkan tidak bisa bertemu dan melihat orang tua untuk terakhir kali selalu membuat saya meneteskan air mata sendiri. Dan ternyata takdir memilih istri saya merasakan itu lebih dulu dibandingkan saya.
Cerita hidup ini pasti sudah tertulis di langit sana. Ini kehendak Allah. Alur kehidupan yang sudah ditentukan dan kita tak akan pernah bisa menolak. Cerita hidup dan mati manusia, siapa yang akan tau. Tapi jika ceritanya seperti orang tua istri saya ini, itu sungguh dramatis. Kehilangan kedua orangtua hanya selisih 40 an hari dan tak bisa kamu jumpai mereka terakhir kali. Cerita hidup apa yang kurang dramaris dari pada itu?.
Saya berkata pada istri saya "mungkin ini adalah cobaan hidup buat kamu. Tapi ingat hidup itu naik turun, siapa tau setelah ini ada kebahagiaan besar yang bakal Allah kasih buat kamu". Itu mungkin cuma kata penghibur, tapi saya percaya. Allah gak bakal kasih ujian kalau di ujung jalannya Allah gak kasih penghargaan yang setimpal. Asalkan kita bisa melalui ujian itu dengan baik.
Saya selalu percaya itu.
So, istriku, kamu yang sabar ya. Tabahkan dirimu. Kuatkan hatimu. Kamu masih punya suami dan anak anak. Kami akan selalu mendukung dan support dirimu.
I know it will be hard for you, but I know you strong enough to move forward with your life.
Yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah berdoa, semoga Ayah dan Ibu disana bahagia.
Bekasi, 21 Juli 2021.
ππππ
BalasHapusYang selalu ada disaat ku terpuruk, terimakasih suamiku ❤️