Ini adalah perjalanan. Perjalanan dari rumah menuju rumah. Tempat kembali. Setiap hari, sama. Sudut-sudut jalan ini aku hafal betul jadinya. Deretan pepohonan yang mulai nampak gersang karena cuaca. Rantai mobil yang mengular bak sungai amazon. Jembatan penyeberangan yang selalu ramai oleh orang berlalu lalang. Aparat negara berbaju seragam di pinggir jalan, memegang peluit, yang selalu sigap menertibkan jalan. Jalan yang sama, kenangan yang sama, dan nuansa yang sama, yang selalu aku lalui setiap hari. Dari dan ke rumah. Rumah persinggahan.
Ada satu bagian kecil dari perjalanan ini yang menarik aku perhatikan. Duduk, terpekur, berselimut kain lusuh, kaki terlipat, dan kepala menunduk. Sebuah gelas putih kusam tepat berada di bawah kakinya, sembari beberapa kali tangannya menengadah kepada beberapa orang yang melewatinya. Tanpa mendengakkan kepala, hanya menunduk. Ia adalah sosok perempuan renta yang selalu aku lihat dalam perjalanan ini. Badannya terlihat kurus dan kuyu. Beberapa helai rambut putihnya menjuntai dari sela-sela kain penutup kepalanya. Wajahnya tak jelas pasti, karena ia hanya menunduk setiap saat. Kulit tangannya keriput, dan terlihat rapuh, renta. Ia duduk ditempat yang sama, punggung bersandar dan kaki terlipat.
Berharap orang-orang yang sibuk berlalu lalang, meletakkan satu atau dua koin uang recehan didalam gelas kusamnya itu. Ia beringsut saat kelelahan atau mungkin karena malam mulai terasa dingin. Malam selalu turun setiap aku melewati perjalanan ini. Gelap, tapi tetap saja ramai. Desingan suara kendaraan bermotor terdengar dimana-mana. Suara-suara langkah manusia yang terburu-buru menyeruak di udara. Menambah riuh dan reda udara di malam itu. Lampu-lampu kota memancar, berkilau menerangi malam.
Nenek yang sudah renta. Tak pernah ada yang mau, aku kira, seperti dirinya. Di usia yang sudah senja, ia malah mengakrabi jalanan. Sedangkan banyak manusia diusianya yang ingin lebih akrab dengan keluarga dan tentu Tuhan Sang Pencipta. Teringat kembali sosok nenekku yang sudah tiada beberapa tahun lalu. Seandainya beliau masih ada, ingin kutengok dan kucium tangannya. Sekarang, hanya nisannya yang bisa aku sesekali kunjungi sembari mengirim doa agar ia tenang di alam sana. Nenek, aku tau ia begitu sayang kepadaku.
Tak pernah tega, seorang renta seperti itu berdesakan dengan dinginnya malam. Ingin kuajak ia pergi berjalan-jalan menikmati malam sambil meminum hangatnya segelas coklat. Seandainya waktu berlalu lebih lambat dari biasanya.
Malam dan perjalanan. Dua kisah dalam hidup dengan cerita dan maknanya yang cukup aku nikmati sendiri.
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar