Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Jumat, 18 Januari 2019

President Fatamorgana

Sejak semalam hingga masih hari ini, ramai di media membahas tentang acara debat calon presiden. Warganet terutama riuh dengan opini dan pendapat masing-masing, banyak yang saling klaim menang telak dibanding paslon satunya, serta nyinyir dan guyonan ala warganet bertebaran dimana-mana. Bagi saya pribadi, saya telah kehilangan minat dalam memilih president. Memang benar keputusan politik yang dibuat oleh para politikus ini akan sangat berpengaruh terhadap segala sisi kehidupan kita sebagai warga negara, tapi jika kita tidak berusaha sendiri secara individu apa iya kehidupan akan lebih baik jika paslon yang kita pilih menang?. Lets say, saya memilih Prabowo kemudian beliau terpilih menjadi president, apakah serta merta kebijakan positif yang beliau buat untuk rakyat berefek solely hanya untuk saya?. Dan tiba-tiba taraf hidup saya akan naik?. Not really kan?. Mungkin ini pikiran yang sangat picik, karena golput itu memang tidak disarankan, yes I know that, tapi hidup itu kembali pada kita sendiri juga sejauh mana kita berusaha dan bekerja. 

Saya sebenarnya pernah pada titik dimana saya melihat diri saya sebagai orang yang bisa sangat berpengaruh terhadap perbaikan bangsa dan negara kita terutama dari sisi political culture. Saya dulu pernah begitu optimis dengan bangsa dan negara kita, pernah begitu menggebu membicarakan negara, dan siapa dan bagaimana seharusnya negara ini dikelola. Saya pernah begitu merasa patriotik. Seolah saya bisa mengubah semuanya, dari yang jelek ke yang lebih baik. Idealisme saya begitu tinggi untuk negara ini. 

Perjalanan hidup membawa saya bertemu banyak orang dan mengalami banyak peristiwa. Bekerja disektor swasta membuat banyak pekerjaan saya bersinggungan dengan pejabat publik pengelola langsung negara ini. Semakin banyak bersinggungan dengan mereka, semakin pudar idealisme dan rasa patriotik saya. Jujur saja. Saya melihat banyak ketidakjujuran dan ketidakadilan tentang bagaimana pemerataan kekayaan itu dan beban kerja membangun bangsa dan negara. Bagaimana mungkin kamu bisa merasa baik-baik saja, melihat pegawai pemerintah jam 10 pagi masih berkerumun ngobrol, ngopi, dan baca koran. Sedangkan kamu setiap pagi dimulai jam 8 sudah berjibaku, memeras otak dan mengelola tekanan kerja untuk kemajuan perusahaan yang secara langsung berkontribusi terhadap pajak dan pendapat negara. Kamu lihat pegawai pemerintah yang kerjaannya santai-santai saja begitu kemudian memperlakukan kamu layaknya pengemis dan mengoper keperluanmu kesana kesini. Dan ujungnya, mereka hanya akan mengerjakan keperluan kamu yang seharusnya itu menjadi kewajiban mereka jika kamu memberi mereka uang. Bahkan (Demi Allah) mereka terang-terangan mematok tarif pelayanannya dengan membawa-bawa nama kepala mereka tidak mau tanda tangan jika tidak ada "pelicin-nya". 


Pernah suatu ketika juga seorang pejabat dengan terbuka minta uang sekian juta saat kami ada perlu untuk mengurus perijinan. Yang begini ini membuat saya berpikir, negara ini sungguh tidak adil. Pengelola negara seolah mendapatkan hak keistimewaan yang berlipat-lipat, mereka merasa harus dibayar untuk pekerjaan mereka, mereka bekerja seenaknya, menggunakan fasilitas negara semaunya, mengusir semua orang yang lewat jalan tol, padahal kita (rakyat) yang harus membayar pajak besar-besaran tiap bulan kepada mereka. Saya jujur masih nyesek melihat potongan pajak saya tiap bulan di slip gaji, dan merasa its not fair jika membandingkan dengan kinerja pengelola negara yang kayak kampret begitu. Bahkan ada yang dengan bangga bercerita anaknya yang kuliah di kota dan sudah bawa mobil sendiri. Dalam hati saya "itu mobil duit dari mana?, duit sogokan begini kok pada bangga ya. Tapi selalu ngomong gaji kecil". 


Lambat laun, patriotisme saya berubah menjadi sinisme dan apatisme. Saya menjadi kurang respect dengan aparat negara dari fungsi apapun, karena mereka hanya mau melayani jika ada uang atau manfaatnya untuk mereka, padahal itu tugas mereka untuk melayani rakyat bukan?. Pernah 4 tahun lalu saat saya membuat surat kehilangan di kantor polisi, polisinya langsung nodong " 50 Ribu Pak". Begitulah saya yakin hampir semua orang pernah mengalami kondisi seperti ini. 

Saya sebagai pekerja swasta begini, tak akan mungkin bisa berubah taraf hidupnya jika gak berusaha begini. Lihat saja setiap debat yang selalu diutamakan adalah birokrat, alasan korupsi banyak karena gaji birokrat kecil!, Fu*ck man!. Pejabat negara dengan gaji puluhan juta aja tetap korupsi kok, terima suap sana sini. Itu bukan tentang gaji, tapi mental!. Mental pengelola negara dari mulai cungpret semua mentalnya gitu, manfaatin rakyat utk memperkaya diri. Kepala dinas bagi bagi uang ke anak buahnya itu hal biasa. Gak usah ngomong jauh jauh ke daerah, yang selemparan batu dari Jakarta aja masih begitu. 

So, saat melihat debat capress semalam, mau gak mau karena semua TV menyiarkan itu, dan mereka bicara tentang penegakan hukum dan berantas korupsi, jujur saya tak kuasa untuk berhenti nyinyir ke mereka karena fakta dilapangan itu gak seperti itu. Omongan mereka itu diawang-awang, fatamorgana dan itu omongan dari dulu kapan tau seperti itu terus. Apakah pengelola negara mentalnya berubah? Tidak!, apakah kita2 masih harus kerja keras untuk hidup? Iya!. So, hidup harus tetap berlanjut kan, tak peduli siapapun president-nya. Kita tetap kita, mereka tetap mereka. 

Tak sampai 30 menit, saya pun matikin TV dan pergi tidur. 


-Catatan Perjalanan Hidup-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Jangan Baper - Jangan baper kalau kerja. Hubungan antar manusia di tempat kerja, entah dengan rekan, bawahan atau atasan, gak selamanya baik-baik saja. Hubungan kerja, sa...
    4 tahun yang lalu