Aku lihat kedalam diriku. Ku selami kembali hatiku
sedalam-dalamnya, sebisa yang aku mampu. Aku jelajahi celah-celahnya,
memperjelas pandanganku terhadap diriku sendiri. Aku lihat banyak celah disana.
Celah kekuatanku, celah kelemahanku, celah apa yang aku suka dan tidak, dan
celah kosong tempat aku memasukan pelajaran kehidupan demi menggapai pribadi
yang lebih baik. Aku tahu, hatiku masih punya banyak bintik-bintik hitam.
Terkadang aku sadar dimana letakknya dan ku mampu kendalikan itu, namun sering
pula aku tak sadar dan tak kuasa menahannya membesar. Ah, dasar manusia, bukan
malaikat yang selalu tunduk atas perintah Nya. Tapi justru letak istimewa
manusia disitu, ada celah dosa dan celah pahala dihatinya.
Terbentuknya pribadi manusia adalah interaksi antara
berbagai faktor baik diluar maupun didalam dirinya. Aku tak mampu
mendifinisikan faktor apa saja yang telah membentukku hingga aku seperti ini.
Yang aku tahu pasti, aku telah melalui berbagai pengalaman yang mengubah
sekaligus membentuk cara pandang, sikap, dan karakterku.
Sekarang, aku tidak lagi berada di lingkungan yang sama
seperti dulu. Berbeda. Pribadi yang angkuh, sombong, dan keras kepala. Dulu,
hatiku sempat mempunyainya, menjadi titik-titik hitam. Sebagai orang yang
dibutuhkan, sebagai orang yang suaranya didengar, sebagai orang yang berperan
dan berposisi. Lingkungan membentuk watakku. Hingga akhirnya, akhir masaku
belajar dikampus, perlahan aku sadar jika titik-titik hitam itu ada dan aku
mengerti harus belajar menghilangkannya, jika tidak, hatiku akan tertutup
sepenuhnya oleh kegelapan.
Aku belajar, berusaha, mengecilkan celah
kelemahanku, mengurangi titik hitam, dan menggantinya dengan kejujuran bahwa
memang aku punya kelemahan. Kelemahan tak bisa dihilangkan, karena manusia tak
mungkin bisa sempurna, aku hanya ingin kelemahan itu tidak melemahkanku dan
meleburkan diriku dalam keterpurukan. Kelemahanku bisa dikolaboraasikan dengan
kelebihan orang lain, begitu sebaliknya. Sedangkan titik hitam ingin aku
hilangkan, karena itu tidak baik, tidak benar, itu adalah penyakit hati yang
hanya membuatku semakin terasing dengan kehidupan.
Aku masih sulit untuk menerima dominasi orang lain. Tidak
terima rasanya jika ada orang lain yang memberi tahu bagaimana dan apa yang
harus ku lakukan. Aku tidak suka orang seperti itu. Aku tidak suka digurui. Aku
tidak ingin terlihat lemah dan bodoh dihadapan banyak orang. Aku ingin dihargai
dan dihormati. Namun, itu semua adalah dulu, ketika aku masih mendominasi.
Ketika aku bak seorang CEO yang bisa melakukan apapun hanya dengan satu
telunjuk jari.
Perlahan, aku sadar, ada banyak ketidakberesan dengan kepemimpinanku.
Aku bisa penuh dengan ide dan kreasi, tapi miskin penghargaan serta kedekatan
dengan orang dalam timku. Aku ingin dihargai tapi kurang bisa menghargai orang
lain. Aku ingin pendapatku diterima dan dilaksanakan, tapi aku enggan menerima
pendapat orang lain. Pendapat orang lain itu seperti gangguan terhadap
dominasiku. Aku ingin selalu memimpin orang lain, tapi menolak dipimpin orang
lain. Aku ingin terlihat hebat dihadapan banyak orang. Aku yang dulu adalah
orang yang tidak punya banyak teman dekat, karena banyak orang disekelilingku
justru kurang nyaman atas kehadiranku karena aku terlalu dominan dan keras
kepala. Banyak yang perhatian kepadaku, tapi aku mengganggap itu semua omong
kosong. Aku tidak ingin disibukkan dengan hubungan kemanusiaan, akibatnya
empati dan hubungan personalku dengan orang lain sangat buruk. Bahkan, aku
merasa tidak mempunyai teman dekat, teman yang bisa menguatkanku. Aku memang
tipikal orang independen, yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain, tapi disisi
lain aku juga ingin mempunyai teman yang bisa jadi tempat keluh kesah saat aku
lemah.
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar