Jika berdiskusi tentang masalah pendidikan, rasa-rasanya
tidak akan pernah ada habisnya. Terlalu banyak masalah pendidikan yang masih
membelit negara ini. Salah satu masalah yang sering kali muncul dalam diskusi
isu pendidikan biasanya adalah guru. Guru akan selalu jadi pusat perhatian.
Tidak dapat dipungkiri memang, guru adalah ujung tombak sekaligus pelaku
langsung dari sistem pendidikan di manapun negaranya.
Jepang dapat semaju seperti sekarang karena dulu ketika
Jepang hancur di bom oleh sekutu, hal pertama yang diperhatikan adalah gurunya.
Mereka sadar betul bahwa masa depan bangsanya terletak pada guru. Setelah itu,
jepang rajin mengirimkan putra-putri terbaiknya keluar negeri untuk belajar
tentang teknologi dan ilmu pengetahuan kemudian meminta mereka kembali ke
negaranya. Agen-agen tersebut pun menyebarkan ilmu dan keahlian yang telah
mereka peroleh di tanah kelahiran mereka. Terbukti setelahnya, teknologi dan
industri jepang melaju pesat bersaing dengan bangsa Eropa dan Amerika.
Lagi-lagi, disini ada peran guru yang sangat besar dalam transformasi kemajuan sebuah
bangsa.
Pendiri negara ini juga sadar benar akan arti pentingnya
pendidikan dan guru didalamnya. Saat awal masa kemerdekaan, program pembasmian
buta huruf genjar dilakukan. Bahkan, sempat terekam presiden Soekarno waktu itu
turun tangan menjadi seorang guru yang mengajarkan membaca rakyatnya. Lagi-lagi,
dalam memajukan negara bangsa, sumbangsih guru sangat vital kontribusinya.
Sebuah buku menarik yang aku baca beberapa hari ini berjudul
What The Dog Saw, karya Malcolm Gladwell juga mengulas tentang guru. Berikut
aku coba uraikan kembali ide pikiran si penulis dalam tulisan dibawah ini.
Usaha menguraikan kembali ini aku lakukan agar ada tambahan wawasan bagiku
sendiri terkait guru mengingat sekarang aku sedang bergelut dalam dunia
keguruan dan pendidikan. Aku percaya bahwa mengurai permasalahan guru adalah
sama juga dengan mengurai benang merah permasalahan pendidikan. Seperti kata
Mr. Malcolm dalam petikan-petikan tulisannya ini:
Pengaruh guru mengalahkan pengaruh sekolah: lebih baik anak
disekolahkan disekolah yang jelek dengan guru yang hebat daripada di sekolah
yang bagus namun gurunya payah. Pengaruh guru juga jauh lebih hebat
dibandingkan ukuran kelas.
Nilai
tes, gelar pascasarjana, dan sertifikat – biarpun tampak berhubungan dengan
kemampuan mengajar – ternyata sama tak bergunanya dalam menunjukan keberhasilan
mengajar seperti kemampuan quarterback (salah satu posisi pemain di football
Amerika) melempar bola kedalam tong sampah.
Daerah
umumnya menginkan guru yang mempunyai sertifikat mengajar dan juga gelar
pascasarjana, meski kedua gelar tersebut sangatlah mahal dan membutuhkan waktu,
namun kedua kualifikasi tersebut ternyata tidak berpengaruh didalam kelas.
Kemampuan
guru yang baik adalah bukan pada saat ia melerai atau mengendalikan keribukan
di kelas, melainkan ia dapat mencegah keributan sebelum mulai. Kemampuan ini
disebut withitness, yakni komunikasi guru terhadap murid dengan perilaku (bukan
sekedar bahasa verbal) yang menunjukan bahwa dia tahu apa yang murid-murid
lakukan.
Dalam
masalah keguruan, yang perlu kita lakukan bukanlah menaikkan standar guru. Buat
apa menaikkan standar guru kalau standar itu justru tidak ada hubungannya
dengan kompetensi guru yang kita inginkan. Standar itu perlu diturunkan
(setidaknya bergelar sarjana), karena kita perlu memberi kesempatan kepada setiap
orang untuk menjadi guru. Guru seharusnya dinilai bukan berdasar sebelum ia
mengajar, tapi dinilai setelah ia mengajar.
Oleh
karena itu, profesi guru membutuhkan sistem magang untuk melihat sejauh mana
kualitas mengajar guru. Guru yang berprestasi perlu diberi penghargaan yang
setimpal, namun penilainnya didasarkan pada kulitasnya mengajar bukan kualitas
administrasinya.
Lagi-lagi guru adalah benang merah
permasalahan pendidikan. Lagi-lagi peran dan tanggung jawab guru kembali diuji.
Lagi-lagi kinerja guru dipertanyakan. Lagi-lagi guru harus menunjukan kepada
semua stakeholder pendidikan, bahwa keberadaannya memang layak diperhitungkan
sebagai garda terdepan memajukan pendidikan di negara ini. Seluruh guru
Indonesia, mari satukan niat dan bulatkan tekat mendidik anak Indonesia demi
kemajuan bangsa dan negara.
Selasa, 09 Oktober 2012
-Catatan Perjalanan Hidup-
lagi-lagi..
BalasHapuscatatan yang menarik dari Pak Panca ^^b