Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Jumat, 04 Mei 2012

Jangan Pernah Bilang 'Capek' Kalau Belum Pernah Nyangkul Sawah

Setiap kali aku merasa lelah dan capek karena aktifitasku, aku selalu saja teringat dengan petuah bapaku. Beliau bilang "Belum nyangkul disawah udah bilang capek". Beliau mengatakan itu ketika aku pernah mengatakan betapa capeknya badanku padahal menurut bapaku aku tidak mengerjakan suatu pekerjaan yang menguras banyak energi. Beliau memang mengatakan itu bukan untuk memberi nasehat sebenarnya, tapi lebih kepada sindiran kepadaku yang waktu itu mudah sekali mengeluh karena capek dan lelah. Padahal pekerjaanku tidak seberapa beratnya dibandingkan pekerjaan beliau, tidak ada sekuku hitamnya malah. Bagi bapak yang setiap hari bergelut dengan pekerjaan yang berat, belum pernah aku dengar bapak mengatakan badannya capek semudah itu. Sebagai seorang pekerja berat, aku mengerti jika bapak menginginkan anaknya tangguh dan giat, tidak lembek apalagi mudah mengeluh. Aku jadi malu dan sadar banyak hal setelah beliau menegurku waktu itu. Kemudian aku berjanji, aku tidak akan mudah mengatakan badanku capek. 


Seketika bapaku mengatakan itu kepadaku, aku seperti terbangun dari sebuah tidur dan kaget bukan main karena ternyata pekerjaanku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan beratnya pekerjaan bapaku. Beliau selalu bangun pagi, pergi kesawah setiap hari, istirahat siang hari dan kembali lagi kesawah sampai sore. Pekerjaan paling berat didunia ini, menurutku, adalah menjadi seorang petani sawah. Di sawah, semua pekerjaan adalah berat . Mulai dari mengolah tanah, menyiapkan bibit padi, menanam, merawat, sampai memanen. Tidak ada pekerjaan di sawah yang ringan dan mudah, semuanya berat dan sulit ditambah lagi kotor. 



Apalagi jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, aku rasa, tidaklah sebanding kerasnya usaha dan modal yang dikeluarkan dengan uang yang diperoleh dari hasil panen. Harga pupuk, bibit, besarnya energi yang dikeluarkan tidak sebandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari penjualan padi. Maka lihat saja nasib petani padi di negara ini. Banyak petani yang hidup serba kekurangan. Akibatnya, profesi petani selalu dianggap profesi rendahan. Sebagai seorang anak petani, jujur saja, aku gemas dan heran dengan pengelolaan negara ini. Di negara yang katanya adalah negara agraris, tapi justru petaninya banyak yang miskin. Di negara yang katanya subur gemah lipah loh jinawi, justru petani banyak yang melarat. Petani selalu menjadi rakyat kecil dan yang dikorbankan. Bapak pernah bercerita; jika harga beras naik, apakah petani untung?jawabannya tidak. Jika ada subsidi pupuk untuk petani, apakah benar harga pupuk lantas murah? jawabannya ternyata tidak. Ketika ada pembangunan pabrik, jalan, dan perumahan, sawah milik petani mau tidak mau harus dijual. Lagi-lagi petani yang harus kalah dan mengalah. Petani selalu menjadi korban. Aku sedikit banyak tahu cerita penderitaan petani dari bapakku sendiri. 


Yaa benar, menjadi petani adalah pekerjaan paling berat sedunia dan dengan hasil yang tidak seberapa dibandingkan tenaga yang dikeluarkan. 


Aku ingat jika bapaku pernah mengatakan bahwa ada seorang tentara yang nyambi bekerja mengurus sawah dan ia pun mengatakan kepada bapaku bahwa menjadi petani adalah pekerjaan yang sangat berat. Setiap hari selalu bergelut dengan panas matahari, kotornya lumpur sawah, dan bau keringat. Kebanyakan petani, terutama orang-orang didesaku, selalu terlihat lebih tua dari umur aslinya, kulitnya gelap serta kasar. Tidak mengherankan jika seorang tentara teman bapak mengatakan hal seperti itu. 


Setelah aku sering membantu pekerjaan bapak di sawah, aku pun semakin sepakat bahwa pekerjaan menjadi petani adalah pekerjaan yang menguras tenaga paling besar di seluruh dunia dan tidak sebanding dengan hasil yang didapat. 


Namun demikian, aku semakin salut dan bangga dengan kedua orangtuaku. Mereka tidak pernah mengeluh. Mereka selalu nampak bahagia dan bersemangat. Inilah salah satu hikmah yang aku ambil dari kedua orangtuaku. Mereka adalah inspirasi dan sumber motivasi. 


Aku sadar, jika bapaku hanya ingin membuatku tidak gampang mengeluh dan mengasihi diri sendiri dengan pekerjaan yang dilakukan. Beliau menyindir aku yang terlalu mudah mengeluh padahal pekerjaanku tidak seberat orangtuaku. Orangtuaku yang setiap hari mengurus sawah saja tidak pernah mengeluh. Karena itu lah dia menyindiriku dengan kalimat "Belum nyangkul disawah udah bilang capek". Semenjak saat itu, aku tidak akan pernah mudah mengeluh dan tabu bagiku untuk mengatakan "aku capek". 


Aku semakin mengerti betapa tenaga yang dikeluarkan untuk mengurus sawah sungguh sagatlah besar terutama ketika aku sedang membantu orangtuaku mengurus sawah. Misalnya saat aku libur dan pulang kerumah, aku pernah membantu orangtua memanen padi disawah. Kebetulan waktu itu sedang musim panen padi di desa ku. Sawah didesaku berada kurang lebih1,5 km dari pemukiman desa, jadi kami harus menuju kesana dengan menaiki sepeda atau mengendarai sepeda motor. Beruntung bagi mereka yang mempunyai sepeda motor, mereka tidak terlalu capek mengayuh sepeda. Tapi bagi mereka yang hanya punya sepeda, yaa mereka menguras sedikit engeri mereka dengan mengayuh sepeda melalui jalanan desa yang belum diaspal.


Aku mulai membantu memotong batang padi dan menyusunnya dengan rapi agar mudah saat butir padinya akan dirontokan. Aku bekerja disawah tanpa penahan panas apapun. Di sawah, panasnya memang luar biasa. Setelah batang padi dipotong, lalu butiran padinya dirontokan dengan alat khusus yang berbentuk seperti penggilingan. Alat ini memudahkan petani merontokan butiran padi dari tangkainya. Sisa-sisa batang padi yang ikut tergiling perlu dipisahkan dari butiran padi sebelum benar-benar dimasukan kedalam karung. Proses sampai butir-butir padi dimasukan kedalam karung perlu waktu yang cukup panjang. Aku membawa karung-karung berisi padi yang masih basah itu ketepian jalan dengan cara memikulnya. Rasanya sungguh sangat berat. Tidak terhitung berapa kali aku bolak-balik mengangkut karung-karung itu. Aku merasa tulangku pegal-pegal, maklum karena aku jarang mengangkat beban yang berat. ;-D.


Seharian membantu orang tua memanen padi, sungguh, pelajaran bermakna sekali bagi pemaknaan hidupku. Aku merasakan sendiri, jika memang pekerjaan petani adalah pekerjaan yang sangat berat. Mencangkul sawah juga pernah aku lakukan ketika membantu bapaku menyiapkan lahan sawah untuk ditanami padi dan dijadikan lahan untuk menyemai bibit padi. Mencangkul sawah juga sangat berat. Tangan akan terasa pegal-pegal, punggung sakit, dan telapak tangan jadi kasar. 


Jika saja para pejabat negeri ini pernah merasakan beratnya pekerjaan menjadi seorang petani atau pekerjaan wong cilik lainnya, aku rasa mereka akan berpikir 10 kali jika ingin menggelapkan uang negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat kecil. 


Karena itu, ketika aku merasakan capek dan lelah dengan pekerjaan dan aktifitasku, aku selalu teringat dengan kata-kata bapakku. Jangan pernah bilang capek kalau belum pernah mencangkul sawah (menjadi petani). Jangan mudah mengeluh dan mudah mengatakan capek. Selain itu, aku juga akan mengingat beratnya kehidupan seorang petani sebagai motivasi dan inspirasi hidup. 

4 komentar:

  1. Subhanallah... :) :)
    Perjuangan Ayahmu memang hebat, ya, Ca...
    An jadi kepengin nyemplung sawah, pengin tahu gimana cara nanem padi..

    Semoga saja,
    generasi cucu ke depan masih bisa menikmati santapan nasi hasil produksi dalam negeri.

    BalasHapus
  2. Makanya belajar sono jadi petani, sehari aja lah gak pa2 biar ngrasain susah dan beratnya jadi petani..
    hehe

    BalasHapus
  3. dulu pernah, An nyemplung sawah pas kegiatan LKS Rohis Fakultas..hoho..badan kotor blepotan..kena lumpur semuaa..hehe :D

    BalasHapus
  4. Kan cuma nyemplung, gak bener2 kerja ngolah sawah,,,

    BalasHapus

Read Also

  • Jangan Baper - Jangan baper kalau kerja. Hubungan antar manusia di tempat kerja, entah dengan rekan, bawahan atau atasan, gak selamanya baik-baik saja. Hubungan kerja, sa...
    4 tahun yang lalu