Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Jumat, 29 Maret 2013

Berbaktilah Kepada Mereka Sebelum Terlambat

"Berbaktilah kepada mereka sebelum terlambat". Itu adalah kata-kata yang aku ingat tadi malam saat aku punya kesempatan berbincang-bincang dengan seseorang. Berada jauh dari orangtua, dan mengetahui orangtua sekarang hidup berdua saja, membuatku sering kangen ingin melihat langsung bagaimana kondisi mereka. Tapi apa daya, ruang dan waktu serta sinyal menghalangi. Apa yang bisa aku lakukan akhirnya berusaha mendengar dan mengetahui kabar mereka via telefon sesering mungkin dengan sumber daya yang ada. 

Orangtua. Bagiku adalah orang nomor satu yang harus dimuliakan. Seperti kearifan Jawa yang mengatakan "mikul dhuwur mendhem jero". Aku termasuk yang memegang teguh filosofi budaya Jawa ini, yang mana sebagai seorang anak, kita harus memuliakan orangtua setinggi-tingginya dan tidak pernah mengungkit-ungkit keburukan orangtua. Bagaimana tidak begitu?. Mereka berdualah yang merawat dan membesarkan kita. Darah yang mengalir di tubuh kita adalah bagian dari darah mereka. Lewat mereka berdualah kita hadir di muka bumi ini. 

Ya Tuhan, apalagi kalau aku mengingat betapa kerasnya mereka bekerja untuk memastikan pendidikanku. Aku teringat ketika dulu saat aku masih di kelas 3 dan bilang ke Ibu kalau aku ingin kuliah. Aku kira beliau tidak akan mengijinkan. Tapi justru, aku liat sorot bahagia dari kedua bola matanya. Semenjak itu, mereka selalu memenuhi kebutuhan pendidikanku tanpa cela. Apapun itu, tak pernah kurang suatu apapun. 

Selasa, 19 Maret 2013

Mereka (Juga) Ingin Didengar


Sebagai seseorang yang baru saja terjun dalam dunia ajar mengajar, aku sering dibuat gemes, geli, dan heran dengan tingkah polah anak-anak muridku. Micro-teaching saat Direct Assesment atau pun ketika sudah di training intensif Indonesia Mengajar, belum membuatku percaya sepenuhnya jika kondisi kelas dan tingkah polah siswa di lokasi tugas akan seperti itu. Masak iya murid-murid akan seheboh itu ketika diajar?, pikirku. Meskipun tidak semua kondisi saat micro-teaching dulu terjadi, tapi aku sudah menemui peristiwa dimana aku cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah polah anak-anak. 

Pasti ada saja siswa di satu kelas yang bertingkah seperti saat latihan micro-teaching dulu (ya, meskipun tak separah murid di micro-teaching juga si, hehe). Mereka nyleneh, aneh, dan suka melakukan hal-hal yang berbeda. Tidak hanya dari sifat dan sikap mereka, tapi juga dari cara berpakaian. Mereka boleh dibilang murid yang 'out of the box', pendobrak kelaziman. Sejarah masa sekolahku pun membuktikan hal yang sama, bahwa di suatu sekolah pasti ada siswa yang tampil, tidak hanya fisik tapi juga sifat, beda.

Nah, dari pengamatanku, siswa-siswa seperti ini umumnya lebih suka berteman dan berkumpul dengan teman lainnya yang juga mempunyai kemiripan sifat dengan dirinya. Di kelas mereka lebih senang duduk bersebelahan. Saat istirahat mereka lebih suka bermain-main bersama. Ketika pulang, mereka berjalan dalam satu kelompok yang sama. Atau sepulang sekolah, mereka akan berpergian atau bermain bersama. Misalnya ke kebun, mengail, cari kelapa, dan main bola, semuanya dilakukan bersama. Ya, seperti geng gitu lah.

Rabu, 13 Maret 2013

Alhamdulillah, PLN Menyala


Sabtu (09/03/2013), seperti biasa suara bedug masjid desa terdengar bertalu-talu. Tanda masuk waktu maghrib telah tiba. Waktu maghrib disini biasanya jatuh sekitar pukul 18.45 WIT. Matahari terlihat sudah jauh di ujung barat. Rimbun hutan kelapa di barat desa seolah menyerap terang cahayanya. Pucuk-pucuk daun kelapa bersiluet terkena sinar mentari sore. Langit masih cerah. Awan-awan putih berarak tak teratur. Meskipun sinar mentari semakin redup, namun suasana sekitar masih terlihat jelas. Redup, tapi belum gelap. Suasana maghrib bak foto berefek tahun 1960-an. 

Aku kenakan sarung dan bergegas menuju sumber suara bedug. Tak terdengar suara adzan olehku "genset masjid pasti belum dihidupkan" gumamku dalam hati. Aku lihat Ade Lani, salah satu muridku di kelas 2, sudah menanti di pinggir jalan. Berpakain muslim lengkap dengan songko (peci), ia memang salah satu muridku yang paling rajin sembahyang di masjid. 

Masuk kehalaman masjid, suara muadzin baru bisa aku dengar. Adzan sudah memasuki bait-bait akhir. Biasanya, setelah adzan maghrib, iqomah segera dikumandangkan. Benar juga, selesai adzan, muadzin langsung memberi aba-aba bahwa sholat akan segera didirikan. Aku berdiri rapi dibelakang imam. Sholatpun dimulai. 

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu