Aku berdiri memulainya, kemudian disusul Kuat, Andi, Nina,
dan Fara. Obrolan kami mengalir begitu saja. Beliau sangat senang berbincang
banyak hal, diantaranya adalah tentang sekolah, dana BOS, fasilitas sekolah,
kinerja UPTD gugus Cikao, dan pengalaman beliau menjadi guru. Beliau tak lupa
memberi banyak sekali wejangan dan semangat kepada kami, “Mumpung masih muda,
mencari pengalaman itu perlu karena pengalaman itu guru yang paling
berharga” terang kepala sekolah.
Beliau sangat terbuka dan senang menerima kami serta
memberikan kami kebebasan untuk menentukan bagaimana kami membagi kelas dan
mata pelajaran untuk tugas praktek mengajar ini. Asalkan dikoordinasikan
terlebih dulu dengan guru kelas yang bersangkutan. “Anggap saja ini dirumah
sendiri ya ak, neng. Jangan sungkan. Kalau butuh apa-apa, bisa langsung ketemu
ibu-ibu guru atau saya” lanjut kepala sekolah menutup perbincangan kami.
Kebetulan seminggu kedepan adalah masa selesai ujian tengah
semester, jadi sebenarnya tidak ada kegiatan belajar mengajar. Namun karena
hadirnya kami disekolah, kami tetap diberi kesempatan untuk mengajar sesuai
kebutuhan kami. Beliau menyerahkan sepenuhnya kepada kami. Alhamdullillah, aku
sangat gembira dengan penerimaan yang sangat baik ini. Karena hari ini sampai
Senin depan masih ada ujian tengah semester, kami pun belum bisa mengajar sehingga
kami diperkenankan untuk berkenalan dan mengenal anak-anak terlebih dulu. Setelah
selesai berbincang-bincang, kepala sekolah mempersilakan kami untuk berkenalan
dengan anak-anak dan melihat-lihat sekolah.
Diantar oleh guru tiap kelas, kami masuk dan berkenalan
dengan anak-anak mulai dari kelas 6 sampai 1. Anak-anak sedang mengerjakan
ujian tengah semester ditengah-tengah perkenalan kami. Misalnya kelas 6 yang
sedang ujian praktek menyajikan makanan 4 sehat 5 sempurna. Terdapat nasi,
sayur kacang, ikan goreng, buah-buahan, dan segelas susu terhidang rapi diatas
meja mereka. Kemudian kami memperkenalkan diri satu per satu. Meskipun sudah
terlihat berpostur besar dibandingkan anak kelas dibawahnya, anak-anak kelas 6
masih terlihat malu-malu ketika kami menanyai mereka.
Perkenalan pun berlanjut ke kelas 5 yang sedang mengerjakan
ujian mata pelajaran kesenian. Mereka sedang menggambar bebas. Ada yang
menjiplak gambar dari buku, ada juga yang menggambar melalui imajinasi mereka. Kemudian
kami beranjak ke kelas 1. Dikelas 1, Ibu Aish sedang memandu siswa mengerjakan ujian
Bahasa Sunda. Kami hanya memperhatikan beliau dan tidak berkenalan dengan siswa
kelas 1 karena tengah berlangsung ujian. Suara Ibu Aish cukup kencang terdengar
dari belakang, memandu siswanya satu demi satu menemukan jawaban dari soal
ujian sekaligus menjelaskan bagaimana menuliskannya. “Tos teu acan?” (sudah belum?), teriak beliau setiap kali
instruksi beliau selesai. Beliau bertubuh cukup besar, sudah berumur, dan
setahun lagi akan pensiun namun suaranya terdengar cukup kuat. Aku sempat
memperhatikan salah seorang siswa kelas 1 saat menulis jawaban di lembar
kerjanya. Nampak terlihat siswa ini masih kedodoran dengan instruksi Ibu Aish
yang lumayan cepat. Bahkan sepertinya anak ini belum begitu lancar menulis. Ibu
Aish terus melanjutkan menuntun siswanya mengerjakan nomor demi nomor.
Beberapa menit kemudian, selesai sudah ujian tengaj semester
siswa kelas 1. Selesai ujian kami berkumpul didekat Ibu Aish dan
berbincang-bincang. Kami bertanya tentang metode mengajar siswa kelas rendah,
kendala-kendalanya, dan menanyakan pendapat beliau jika kami mengajar di
sekolah ini. Beliau memberi respon yang sangat baik. Banyak ilmu dan pengalaman
yang beliau ceritakan kepada kami.
Cukup lama kami berbincang dengan Ibu Aish. Ingin aku
melihat suasana diluar kelas, aku pun keluar. Dan terlihat seorang guru yang
sedang memandu siswa-siswanya menanam pohon didalam pot. Aku dekati mereka.
Seperti biasa, mereka nampak malu-malu. “Ini pohon apa?”, tanyaku kepada
sekerumunan siswa yang sedang jongkok mengelilingi sebuah pohon kecil. Mereka
tersenyum-senyum. Aku coba tanya lagi, “Pohon apa ini?”. Seorang siswi yang aku
pandang seketika melihat kearah temannya dan dengan bahasa Sunda (kurang lebih
arti dalam bahasa Indonesia)“Ehh, ini pohon apa?, kamu kan yang bawa?” sambil
mencolek teman pria disebelahnya. Siswa pria yang dicolek nampak enggan
menjawab, dan berkata kurang lebih seperti ini “Kok aku si. Enggak tahu”. Aku
pandangi lagi beberapa siswa yang lain. Mereka menunduk dan terlihat malu
ditanyai. Mereka malu?, takut?, atau memang tidak tahu?. Entahlah. Tapi banyak
sekali anak-anak yang aku temui terlihat tidak percaya diri dan malu saat
ditanya apa yang sedang mereka kerjakan dan hasilnya apa.
Kemudian aku berjalan-jalan lagi. Aku lihat siswa kelas 3
didalam kelas berlarian tanpa ada seorang guru didalam. Aku putuskan untuk
masuk. Aku tanya “Sudah selesai ujiannya?”, serempak mereka menjawab
“sudaaahhhhhhh”. Aku berkenalan singkat dengan mereka kemudian aku tanya lagi
“Mau bermain dengan Bapak?”. “mauuuuuuu”, balas mereka. “Ayo kita keluar kelas”
teriakku. Mereka segera bergegas keluar sambil tidak hentinya bersorak-sorak.
Aku kumpulkan mereka di lapangan. Aku minta mereka membuat lingkaran sambil bernyanyi
“lingkaran besar, lingkaran besar, lingkaran besar”. Aku ajak mereka bermain
menggunakan ‘bola’ yang aku buat menggunakan kertas yang aku remas. Siapa yang
memegang bola harus berjalan mengelilingi lingkaran dan memberikan bolanya kepada
salah satu teman lainnya. Anak yang diberi bola oleh temannya harus mengejar
teman yang memberi bola sampai tersentuh. Beberapa anak berebut memintaku
memberikan bola kepadanya. Sambil bernyanyi, aku berikan bola kepada seorang
anak laki-laki dan aku pun dikejar olehnya. Hanya beberapa saat, anak-anak
nampak capek dan bosan.
-Catatan Perjalanan Hidup-
UPTD Gugus Cikao?
BalasHapusbelum nyampe lokasi Halmahera, Ca?