Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Minggu, 14 Oktober 2012

Obat Awet MUDA (2)


Aku berdiri memulainya, kemudian disusul Kuat, Andi, Nina, dan Fara. Obrolan kami mengalir begitu saja. Beliau sangat senang berbincang banyak hal, diantaranya adalah tentang sekolah, dana BOS, fasilitas sekolah, kinerja UPTD gugus Cikao, dan pengalaman beliau menjadi guru. Beliau tak lupa memberi banyak sekali wejangan dan semangat kepada kami, “Mumpung masih muda, mencari pengalaman itu perlu karena pengalaman itu guru yang paling berharga”  terang kepala sekolah.

Beliau sangat terbuka dan senang menerima kami serta memberikan kami kebebasan untuk menentukan bagaimana kami membagi kelas dan mata pelajaran untuk tugas praktek mengajar ini. Asalkan dikoordinasikan terlebih dulu dengan guru kelas yang bersangkutan. “Anggap saja ini dirumah sendiri ya ak, neng. Jangan sungkan. Kalau butuh apa-apa, bisa langsung ketemu ibu-ibu guru atau saya” lanjut kepala sekolah menutup perbincangan kami.
Kebetulan seminggu kedepan adalah masa selesai ujian tengah semester, jadi sebenarnya tidak ada kegiatan belajar mengajar. Namun karena hadirnya kami disekolah, kami tetap diberi kesempatan untuk mengajar sesuai kebutuhan kami. Beliau menyerahkan sepenuhnya kepada kami. Alhamdullillah, aku sangat gembira dengan penerimaan yang sangat baik ini. Karena hari ini sampai Senin depan masih ada ujian tengah semester, kami pun belum bisa mengajar sehingga kami diperkenankan untuk berkenalan dan mengenal anak-anak terlebih dulu. Setelah selesai berbincang-bincang, kepala sekolah mempersilakan kami untuk berkenalan dengan anak-anak dan melihat-lihat sekolah.


Diantar oleh guru tiap kelas, kami masuk dan berkenalan dengan anak-anak mulai dari kelas 6 sampai 1. Anak-anak sedang mengerjakan ujian tengah semester ditengah-tengah perkenalan kami. Misalnya kelas 6 yang sedang ujian praktek menyajikan makanan 4 sehat 5 sempurna. Terdapat nasi, sayur kacang, ikan goreng, buah-buahan, dan segelas susu terhidang rapi diatas meja mereka. Kemudian kami memperkenalkan diri satu per satu. Meskipun sudah terlihat berpostur besar dibandingkan anak kelas dibawahnya, anak-anak kelas 6 masih terlihat malu-malu ketika kami menanyai mereka.

Perkenalan pun berlanjut ke kelas 5 yang sedang mengerjakan ujian mata pelajaran kesenian. Mereka sedang menggambar bebas. Ada yang menjiplak gambar dari buku, ada juga yang menggambar melalui imajinasi mereka. Kemudian kami beranjak ke kelas 1. Dikelas 1, Ibu Aish sedang memandu siswa mengerjakan ujian Bahasa Sunda. Kami hanya memperhatikan beliau dan tidak berkenalan dengan siswa kelas 1 karena tengah berlangsung ujian. Suara Ibu Aish cukup kencang terdengar dari belakang, memandu siswanya satu demi satu menemukan jawaban dari soal ujian sekaligus menjelaskan bagaimana menuliskannya. “Tos teu acan?” (sudah belum?), teriak beliau setiap kali instruksi beliau selesai. Beliau bertubuh cukup besar, sudah berumur, dan setahun lagi akan pensiun namun suaranya terdengar cukup kuat. Aku sempat memperhatikan salah seorang siswa kelas 1 saat menulis jawaban di lembar kerjanya. Nampak terlihat siswa ini masih kedodoran dengan instruksi Ibu Aish yang lumayan cepat. Bahkan sepertinya anak ini belum begitu lancar menulis. Ibu Aish terus melanjutkan menuntun siswanya mengerjakan nomor demi nomor.

Beberapa menit kemudian, selesai sudah ujian tengaj semester siswa kelas 1. Selesai ujian kami berkumpul didekat Ibu Aish dan berbincang-bincang. Kami bertanya tentang metode mengajar siswa kelas rendah, kendala-kendalanya, dan menanyakan pendapat beliau jika kami mengajar di sekolah ini. Beliau memberi respon yang sangat baik. Banyak ilmu dan pengalaman yang beliau ceritakan kepada kami.

Cukup lama kami berbincang dengan Ibu Aish. Ingin aku melihat suasana diluar kelas, aku pun keluar. Dan terlihat seorang guru yang sedang memandu siswa-siswanya menanam pohon didalam pot. Aku dekati mereka. Seperti biasa, mereka nampak malu-malu. “Ini pohon apa?”, tanyaku kepada sekerumunan siswa yang sedang jongkok mengelilingi sebuah pohon kecil. Mereka tersenyum-senyum. Aku coba tanya lagi, “Pohon apa ini?”. Seorang siswi yang aku pandang seketika melihat kearah temannya dan dengan bahasa Sunda (kurang lebih arti dalam bahasa Indonesia)“Ehh, ini pohon apa?, kamu kan yang bawa?” sambil mencolek teman pria disebelahnya. Siswa pria yang dicolek nampak enggan menjawab, dan berkata kurang lebih seperti ini “Kok aku si. Enggak tahu”. Aku pandangi lagi beberapa siswa yang lain. Mereka menunduk dan terlihat malu ditanyai. Mereka malu?, takut?, atau memang tidak tahu?. Entahlah. Tapi banyak sekali anak-anak yang aku temui terlihat tidak percaya diri dan malu saat ditanya apa yang sedang mereka kerjakan dan hasilnya apa.

Kemudian aku berjalan-jalan lagi. Aku lihat siswa kelas 3 didalam kelas berlarian tanpa ada seorang guru didalam. Aku putuskan untuk masuk. Aku tanya “Sudah selesai ujiannya?”, serempak mereka menjawab “sudaaahhhhhhh”. Aku berkenalan singkat dengan mereka kemudian aku tanya lagi “Mau bermain dengan Bapak?”. “mauuuuuuu”, balas mereka. “Ayo kita keluar kelas” teriakku. Mereka segera bergegas keluar sambil tidak hentinya bersorak-sorak. Aku kumpulkan mereka di lapangan. Aku minta mereka membuat lingkaran sambil bernyanyi “lingkaran besar, lingkaran besar, lingkaran besar”. Aku ajak mereka bermain menggunakan ‘bola’ yang aku buat menggunakan kertas yang aku remas. Siapa yang memegang bola harus berjalan mengelilingi lingkaran dan memberikan bolanya kepada salah satu teman lainnya. Anak yang diberi bola oleh temannya harus mengejar teman yang memberi bola sampai tersentuh. Beberapa anak berebut memintaku memberikan bola kepadanya. Sambil bernyanyi, aku berikan bola kepada seorang anak laki-laki dan aku pun dikejar olehnya. Hanya beberapa saat, anak-anak nampak capek dan bosan.


-Catatan Perjalanan Hidup-

1 komentar:

Read Also

  • Ciri tim Solid - Bagaimana sebuah tim terbentuk? Bagaimana membuat tim menjadi solid? Bagaimana proses tahapan pembentukan tim hingga akhirnya tim dapat menjadi tim yang ku...
    1 minggu yang lalu