I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Undang – undang No. 25 Tahun 2004 mengamanatkan sektor perikanan, khususnya perikanan budidaya, menjadi salah satu pilar Agenda Pembangunan Nasional 2004 – 2009. Mengingat potensi sumberdaya perikanan umumnya dan perikanan laut pada khususnya, maka budidaya perikanan laut memang layak diharapkan berperan lebih besar dalam pembangunan nasional baik sebagai andalan ekspor maupun sebagai bagian dari sistem ketahanan pangan nasional (Elfahry, 2009).
Harapkan tinggi yang yang dibebankan pada budidaya perikanan laut tidak terlepas dari kecenderungan global, yaitu menurunnya populasi di alam sebagai akibat penangkapan yang berlebihan serta meningkatnya permintaan produk-produk perikanan laut, sehingga harganya juga meningkat. Potensi ikan hias Indonesia yang dapat dimanfaatkan sekitar 30 juta ekor, yang terdiri dari 250 jenis ikan hias laut dan 60 jenis ikan hias tawar (Asmanelli dan Ikhsan, 2000). Salah satu jenis ikan hias laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi adalah jenis kuda laut atau sering disebut dengan tangkur kuda (Hippocampus sp.). Komoditas ini dimanfaatkan baik sebagai ikan hias maupun sebagai bahan baku industri obat-obatan tradisional.
Kuda laut juga dikenal dengan nama tangkur kuda yang secara genetis merupakan kerabat dekat dengan tangkur buaya (ikan pipa). Ikan ini sangat unik , karena mempunyai morfologi yang berbeda dibanding ikan-ikan yang lain. Selain bentuk kepalanya yang menyerupai kepala kuda, ikan jantan mempunyai kantung pengeraman telur yang tidak dijumpai pada jenis ikan yang lain. Kantung pengeraman berfungsi untuk melindungi dan mengerami telur yang sudah dibuahi sampai menentas menjadi larva, serta terus melindunginya di dalam kantung hingga siap dilahirkan menjadi juwana kuda laut ke alam (Iswadi, 2008).
Permintaan ekspor kuda laut untuk ikan hias di akuarium cukup tinggi yaitu dari negara – negara Eropa, Amerika, dan Asia. Selain itu, manfaat penting lainnya adalah khasiat kuda laut untuk obat – obatan dan kesehatan. Kenyataan-kenyataan tersebut diatas menyebabkan kuda laut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi di pasaran, sehingga mendorong terjadinya penangkapan yang cukup intensif di alam. Penangkapan tidak terkendali tentu saja dapat mengakibatkan menurunnya populasi dan akibat lebih jauh dapat menyebabkan kepunahan.
Kegiatan budidaya secara terpadu yang terdiri dari kegiatan pembenihan sampai dengan pembesaran berikut kegiatan penunjang lainnya, merupakan jawaban yang tepat untuk menghindari penangkapan yang berlebihan dan pemanfaatan sumberdaya yang ada secara optimal. Sebab itu, teknologi pembenihan kuda laut benar – benar harus dikuasai untuk mencegah kepunahan spesies ini akibat penangkapan di alam.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah Teknologi Pembenihan Kuda Laut ini, antara lain :
1. Memberikan informasi tentang teknologi pembenihan kuda laut; dan
2. Memberikan informasi tentang potensi pengembangan sumber daya kuda laut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi, Morfologi dan Biologi
Taksonomi kuda laut menurut Burton dan Maurice (1983) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub klas : Teleostomi
Ordo : Gasterosteiformes
Famili : Syngnathidae
Genus : Hippocampus
Species : Hippocampus sp
Gambar 1. Kuda laut (Hippocampus sp)
Sumber : http://wikipedia.com/hippocampus(genus)
Menurut Burton dan Maurice (1983) dan Vincent (1998) kuda laut mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : tubuh agak pipih, melengkung, permukaan kasar, seluruh tubuh terbungkus dengan semacam baju baja yang terdiri atas lempengan-lempengan tulang atau cincin. Kepala mempunyai mahkota dan moncong dengan mata kecil yang sama lebar. Ekor prehensil (dapat memegang) lebih panjang dari kepala dan tubuh. Sirip dada pendek dan lebar, sirip punggung cukup besar dan sirip ekor tidak ada. Pada kuda laut jantan mempunyai kantung pengeraman yang terletak dibawah perut.
Kuda laut dikenal dengan nama Hippocampus, di Indonesia dikenal dengan nama tangkur kuda, yang berarti kuda yang bergerigi dan sesuai dengan bentuk morfologinya yang unik dan aneh. Tubuh bersegmen dan mempunyai satu sirip punggung, insang membuka sangat kecil yang dilengkapi sepasang sirip dada (pectoralfin), satu sirip dubur (analfin) yang sangat kecil, sirip perut dan sirip ekor tidak ada. Ekornya dapat mencekam dan digunakan untuk memegang pada suatu objek. Ikan hias kecil ini mempunyai kerangka luar yang kokoh, dengan bentuk kepala seperti kepala seekor kuda yang tegak lurus pada tubuhnya, tidak akan membengkok apabila dikeringkan. Kuda laut jantan dilengkapi dengan kantong pengeraman (brood pouch) pada bagian bawah ekor.
Gambar 2. Morfologi kuda laut (Hippocampus sp)
Keterangan :
1. Sirip dada;
2. Sirip punggung;
3. Sirip anal;
4. Kantong pengeraman (brood pouch).
(Sumber : Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Kuda laut menggunakan gerakan matanya secara bebas untuk melihat. Satu mata dapat melihat pada satu arah dan mata yang satu lagi bergerak ke semua arah. Kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision) yang berhubungan (Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Cara bergerak kuda laut pun jauh berbeda dari kebanyakan ikan. Kuda laut jarang berpindah tempat, mereka lebih suka berdiam diri dengan posisi vertikal dengan cara meliliti benda-benda di sekitarnya. Apabila harus bergerak, misalnya karena menghindari predator, kuda laut akan mendorong tubuhnya ke depan dengan bantuan tenaga dari getaran sirip mungil di punggungnya yang mampu bergetar hingga 35 kali per detik (Adip, 2009).
Gambar 3. Kuda laut (Hippocampus sp) yang sedang berklamufase
Sumber : http://misslf.blog.ugm.ac.id/2009/01/08/kuda-laut_biologi/
Kuda laut terkenal dengan kemampuan kamuflasenya yang sangat hebat, yaitu dengan cara mengubah corak tubuhnya sesuai dengan lingkungan sekitarnya atau menumbuhkan filamen-filamen di sekujur tubuhnya sehingga tampak menyerupai tumbuhan laut. Kuda laut melakukan kamuflase dalam rangka menghindari predator, mengelabui mangsa, dan selama aktivitas percumbuan. Kuda laut memiliki kehidupan sosial yang sangat baik; mereka akan saling memberikan salam satu sama lain ketika bertemu pada pagi hari dan ketika akan berpisah pada sore hari dengan cara mengubah warna tubuhnya sesaat ketika berpasangan atau dengan mengeluarkan suara-suara ‘klik-klik’ yang dihasilkan oleh rahangnya (Adip, 2009).
2.2. Habitat dan Penyebaran
Kuda laut dapat dijumpai hampir di seluruh perairan dunia, mulai dari kawasan beriklim tropis hingga beriklim sedang. Habitat kuda laut terutama di sepanjang pesisir pantai, tepian laut, teluk-teluk yang dangkal, mendiami tempat-tempat yang banyak terdapat terumbu karang, hutan bakau, dan padang lamun. Dari sejumlah species anggota kuda laut, Hippocampus kuda adalah jenis yang memiliki distribusi paling luas, terutama di sepanjang perairan tropis Indo-Pasifik. Wilayah persebaran hewan ini ke barat hingga Selat Inggris, ke timur hingga Kepulauan Hawaii, ke utara hingga Laut Jepang, dan ke selatan hingga Pantai Australia (Adip, 2009).
Populasi kuda laut terbesar terdapat diperairan Indo-pasifik. Kuda laut ditemukan di Australia sebanyak 10 spesies, Asia Tenggara ditemukan 7 spesies, Jepang ditemukan 7 spesies dan disebelah Barat Laut Amerika (Pasifik Selatan) 1 spesies, sedangkan disebelah barat Atlantik dan karibia ditemukan 3 spesies yang hidup disebelah selatan laut Amerika. Atlantik Selatan juga mempunyai beberapa spesies dimana tiga spesies terdapat di Afrika barat. Kuda laut umumnya hidup diperairan dangkal hingga kedalaman 20 meter, beberapa spesies ditemukan pada kedalaman lebih dari 150 meter (Lourie, et al. 1993). H. whitei, H. borbouniensis, H. erectus, H. guttulatus, dan H. zosterae hidup di perairan hangat dan daerah tropis diantara hamparan rumput laut (zosterae, possidonia, dan halopilla) atau padang lamun. Kuda laut juga hidup di dasar laut yang ditumbuhi bungan karang lunak (H. subelong), dijumpai pula diantara karang di daerah tropis (H. comes).
2.3. Pakan dan Kebiasaan Makan
Kuda laut termasuk hewan karnivor, memakan segala jenis hewan kecil mulai dari kelompok crustasea hingga larva ikan. Kuda laut adalah pemangsa pasif yaitu menunggu makanan lewat dan menyerang mangsanya dengan cara menghisap ke moncongnya yang agak panjang. Kuda laut tidak mempunyai gigi dan mangsa ditelan langsung ke dalam sistem pencernaan (Elfahry, 2009).
Kuda laut menggunakan matanya untuk mencari mangsanya, karena kuda laut mempunyai pandangan ganda (binocular vision) yang berhubungan dengan retina mata. Jika kuda laut tidak mampu berpindah dengan cepat untuk memburu mangsanya, maka kuda laut akan menggunakan senjata rahasianya untuk menangkap. Senjata rahasia ini terdiri dari sebuah alat penghisap yang sangat halus (Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
Kemampuan daya cerna kuda laut sangat cepat, meskipun kuda laut mempunyai saluran pencernaan yang bergulung-gulung. Anak kuda laut dapat memakan lebih dari 3600 naupili Artemia selama waktu tertentu. Kuda laut yang berumur satu tahun dapat memakan 23 individu copepoda dan mencernanya selama 5-6 jam (Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
2.4. Reproduksi
Pada musim reproduksi, kuda laut jantan dengan kantong telur yang kosong siap melakukan pemijahan. Kuda laut jantan maupun betina menggunakan ekornya untuk menggapai pasangannya dalan pemijahan. Proses pemijahan diawali dengan masuknya sirip dubur kuda laut betina ke dalam kantong kuda laut jantan. Selanjutnya sel telur kuda laut betina disemprotkan kedalam kantong telur untuk selanjutnya dibuahi oleh kuda laut jantan. Bila saatnya telur-telur itu menetas, maka larva dan anaknya diasuh dalam kantong induk jantannya sampai dianggap kuat dan keluar dari kantong (Anonim, 2009).
Kuda laut jantan mengerami telur selama 10-14 hari dalam kantong pengeraman yang dilengkapi semacam placenta untuk suplai oksigen. Anakan kuda laut (panjang 6-12 mm) setelah dirasakan kuat selanjutnya dilepas ke perairan sebagai juwana dengan bentuk seperti kuda laut dewasa, anakan demikian mudah dimangsa oleh berbagai predator. Setelah berumur kurang lebih 30 hari akan berkembang menjadi benih kuda laut dan ekornya mulai dapat dililitkan, selanjutnya pada umur 90 hari organ reproduksinya mulai berkembang dan kuda laut sudah memasuki fase dewasa. Sebagian besar kuda laut menghasilkan telur sekitar 100-120 butir bahkan ada yang mencapai 1.000 butir. Pengeraman dan perawatan larva sepenuhnya dilakukan oleh kuda laut jantan (Anonim, 2009).
III. ISI MAKALAH
3.1. Sarana Pembenihan Kuda Laut
3. 1.1. Bak induk
Bak induk mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai tempat pemeliharaan calon induk, perkawinan ataupun pemijahan. Berdasarkan ujicoba yang telah dilakukan oleh BBL Lampung, penggunaan bak induk kuda laut mulai dari bak dengan volume 1 m3 hingga bak dengan kapasitas 5 m3 menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ukuran kuda laut yang relatif kecil dengan gerakan lamban sehingga tidak memerlukan ruangan yang besar. Kedalaman air media pemeliharan untuk pemijahan kuda laut tidak boleh kurang dari 0,5 m. pemilihan ukuran bak, sebaiknya mempertimbangkan target produksi yang akan dicapai.
Bak dapat dibuat dari semen atau fiberglass. Bak induk dapat ditempatkan dalam ruang tertutup dengan pencahayaan yang cukup, karena kuda laut dapat mengalami kebutaan jika ditempatkan dalam ruang tanpa cahaya dalam beberapa hari (Al Qodri, 1997). Untuk itu sebaiknya atap untuk ruangan induk kuda laut harus dibuat sebagian dari bahan transparan.
3.1.2. Bak pemeliharaan juwana
Seperti halnya bak induk, bak pemeliharaan juwana tidak memerlukan spesifikasi tertentu. Bentuk bak dapat dibuat bulat, oval atau empat persegi panjang dalam berbagai ukuran dengan kedalaman 0,5 – 1,0 meter.
Bak pemeliharaan juwana dapat terbuat dari semen atau fiberglass dan dapat ditempatkan diruang terbuka atau tertutup dengan pencahayaan cukup.
3.1.3. Bak Kultur pakan alami
Sampai saat ini juwana kuda laut masih tergantung kepada pakan hidup yang berupa zooplankton. Mengingat akan hal itu, maka dalam pembenihan kuda laut ketersediaan sarana untuk pakan hidup mutlak diperlukan. Bak plankton terdiri atas bak untuk kultur zooplankton dan kultur fitoplankton. Bak plankton untuk skala massal sebaiknya menggunakan bak yang terbuat dari semen atau fiberglass dengan ukuran minimal 10 m3 tergantung dari jumlah pakan hidup yang diperlukan perharinya.
3.1.4. Tempat bertengger
Selama masa pemeliharaan kuda laut memerlukan tempat sangkutan atau bertengger, untuk beristirahat. Jika tempat bertengger ini tidak ada dapat menyebabkan kuda laut mengalami stress. Dalam mempersiapkan tempat bertengger untuk kuda laut perlu diperhatikan beberapa hal yaitu bentuk dan ukuran tempat bertengger. Bentuk tempat bertengger bermacam-macam yaitu : pyramid, kerucut, limas, dll. Tetapi pada prinsipnya tempat bertengger memungkinkan kuda laut bertengger dalam posisi acak tidak berada dalam satu garis vertikal yang sama. Tempat bertengger kuda laut dapat terbuat dari bahan-bahan alami, misalnya bebatuan, bunga karang, tali plastik atau potongan bambu.
3.2. Pengadaan Calon induk
3.2.1. Pemilihan Calon Induk.
Dalam pemilihan calon induk perlu memperhatikan beberapa faktor seperti : jenis, ukuran, umur dan kesehatan. Pemilihan jenis kuda laut yang akan dibudidayakan perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya fekunditas tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru, ukuran besar, lebih tahan terhadap penyakit. Salah satu jenis yang telah terbukti memenuhi kriteria tersebut adalah H. kuda, H. comes tubuhnya lebih kecil sehingga fekunditasnya lebih rendah, memerlukan adaptasi dengan lingkungan baru lebih lama.
Calon induk yang dipilih, sebaiknya memiliki ukuran ynag sama antara jantan dan betina. Apabila ukuran jantan lebih kecil maka telur dari induk betina tidak dapat diserap seluruhnya ke dalam kantung pengeraman induk jantan akibatnya sebagian telur akan tercecer di dalam air media pemeliharaan. Ukuran calon induk yang baik untuk persiapan pemijahan adalah berat lebih dari 7 gram, dengan kisaran panjang antara 11 – 15 cm, untuk calon induk hasil budidaya sebaiknya yang berumur lebih dari 8 bulan. Bila calon induk tidak memenuhi persyaratan berakibat jumlah telur sedikit, ukuran juwana lebih kecil dan lemah.
Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan induk adalah faktor kesehatan. Kriteria kuda laut sehat antara lain anggota organ tubuh lengkap dan proporsional, kulit bebas dari parasit dan atau infeksi oleh organisme lainnya. Kuda laut yang mempunyai dada kempet dan terlihat kurus menandakan sudah tidak produktif lagi. Kondisi ini penting diketahui terutama untuk memilih calon induk hasil tangkapan alam yang tidak diketahui umurnya.
3.2.2. Aklimatisasi
Calon induk hasil tangkapan dari alam harus dikarantina dan diaklimatisasi terlebih dahulu. Karantina bertujuan untuk membebaskan organisme pathogen yang mungkin terbawa dari alam agar tidak menyebar ke induk yang sudah ada di pembenihan. Disamping itu kegiatan aklimatisasi juga untuk menyesuaikan calon induk dengan lingkungan yang baru serta pakan yang biasa digunakan di pembenihan.
3.3. Pemeliharaan Induk
3.3.1. Penebaran
Setelah melewati masa karantina dan aklimatisasi induk ditebar di bak pemeliharaan / pemijahan yang telah dilengkapi dengan tempat bertengger. Kuda laut adakalanya berenang bolak balik melintasi atau mengelilingi bak, oleh karena itu harus diciptakan kondisi yang lapang. Di alam kuda laut tidak hidup berkelompok, oleh karena itu agar tercipta kondisi alami di bak pemeliharaan induk, maka padat tebar tidak terlalu tinggi yaitu berkisar antara 30 – 40 ekor/m3. Vincent (1995) menyarankan, kepadatan induk tidak lebih dari 4 ekor/100 liter media air.
Adapun perbandingan induk jantan dan betina yang dipelihara yaitu 3 : 2. Pemijahan kuda laut berlangsung secara monogami yaitu seekor kuda laut jantan hanya dapat menerima telur dari satu ekor betina dan tidak menerima telur dari betina yang lain sampai anak-anaknya keluar dari kantung pengeramannya. Kuda laut betina dapat memijah kembali dalam waktu 4 – 8 hari.
3.3.2. Pemberian Pakan.
Kuda laut masih bergantung pada pakan hidup baik hidup maupun mati. Jumlah dan kualitas pakan yang dikonsumsi induk sangat berpengaruh terhadap kematangan gonad maupun kualitas juwana yang dihasilkan. Beberapa jenis pakan yang dapat digunakan sebagai pakan induk adalah artemia dewasa, jambret, rebon, dan teri akan tetapi udang rebon merupakan pakan utama/pokok. Disamping artemia, jambret paling disukai kuda laut.
Biasanya dalam sehari kuda laut menghabiskan pakan sekitar 2 – 5 % dari total berat tubuh. Memberi pakan sedikit tetapi sering lebih baik dari pada memberi pakan banyak sekaligus. Pakan diberikan pada pagi, siang hari serta 1 – 2 jam sebelum gelap.
3.3.3. Pengelolaan Air
Agar kualitas air media tetap baik maka perlu dilakukan penyiponan dan pergantian air sekitar 200 % per hari dengan sistem air mengalir. Kuda laut membutuhkan air yang tenang sehingga dapat bertengger, bergerak untuk menangkap makanan maupun untuk melakukan pemijahan, oleh karena itu aliran air dibuat pelan agar tidak mengganggu aktivitas. Pergantian air secara total dilakukan jika media pemeliharaan terlihat sudah tidak layak atau terlihat kotor. Air diturunkan hingga ketinggian air sekitar 30 cm. agar arus air tidak terlalu kencang, pada pipa pemasukan diberi saringan yang sekaligus berfungsi untuk menyaring kotoran, kelayakan beberapa parameter kualitas air untuk pemeliharaan kuda laut antara lain : suhu 28 – 300C, salinitas 30-32 ppt, oksigen terlarut 5 – 6 ppm.
3.4. Pemijahan
3.4.1. Proses pemijahan
Untuk melakukan pemijahan masing-masing kuda laut mencari pasangannya. Induk jantan yang matang kelamin aktif mencari induk betina, begitu pula sebaliknya apabila ikan betina siap memijah akan berusaha menemukan pasangan yang cocok. Ciri-ciri induk yang matang kelamin dan siap memijah adalah sebagai berikut :
Jantan :
• Mengejar betina sambil menekuk ekor dan menggembungkan kantung pengeraman.
• Warna tubuh berubah menjadi cerah
Betina :
• Bagian perut membesar, urogenital berwarna kemerah-merahan
• Apabila disorot cahaya, bagian dalam perut berwarna kemerah- merahan.
• Warna tubuh berubah menjadi cerah
• Bila dililit oleh ekor kuda laut jantan tidak berusaha melepaskan diri.
Induk betina yang siap memijah akan memberikan respon pemijahan terhadap jantan yang mendekat dengan cumbuan yang menarik. Induk jantan dan betina saling mengait satu sama lain, berhadapan dan berenang bersama-sama. Gerakan percumbuan dapat terjadi berkali-kali sampai akhirnya induk betina benar-benar siap memijah. Pada puncak pemijahan ekor jantan dan betina pada posisi lurus, moncong saling menekan, secara berpasangan berenang menuju ke permukaan dengan posisi lubang kelamin betina diarahkan ke broodpouch (lubang kantung pengeraman) jantan. Kemudian, 5 – 6 detik telur betina dikeluarkan dalam bentuk gumpalan berwarna kemerah-merahan dan segera dimasukan ke kantung pengeraman. Setelah telur keluar seluruhnya, dengan cara yang unik induk betina melepaskan diri dari induk jantan dan induk induk jantan terus berusaha menyerap seluruh telur ke dalam kantung sambil menggoyang-goyang badannya untuk mengatur posisi telur di dalam kantung pengeraman.
Gambar 4. Kuda laut sedang melakukan perkawinan
Sumber : http://misslf.blog.ugm.ac.id/2009/01/08/kuda-laut_biologi/
3.4.2. Pengeraman
Pengeraman dilakukan oleh kuda laut jantan di dalam kantung penetasan. Kantung ini dilapisi jaringan yang lembut dengan lekuk-lekuk kecil dimana telur diletakkan, pembuluh darah dalam jaringan tersebut membesar dan mengubah kantung tersebut menjadi seperti ovarium pada mamalia yang bentuknya menyerupai sepon.
Induk betina dewasa dengan panjang tubuh antara 10 – 14 cm dapat memproduksi telur 300 – 600 butir. Jika ukuran jantan dan betina seimbang, pada proses pemasukan telur ke dalam kantong pengeraman, telur dapat masuk seluruhnya. Namun demikian apabila ukuran si jantan lebih kecil dari pada induk betina, sering terjadi sebagian telur tidak masuk ke dalam kantung jantan dan berhamburan di dasar bak. Telur yang tidak berhasil masuk ke dalam kantung akan mati, sedangkan telur-telur yang berhasil dimasukan akan menetas menjadi larva pada hari ke lima. Larva akan berada dalam kantung pengeraman hingga berubah menjadi juwana, yaitu sekitar 10 hari, kemudian juwana akan dilepaskan /dilahirkan ke dalam air media pemeliharaan.
3.4.3. Kelahiran
Kelahiran atau proses pengeluaran juwana merupakan proses yang sangat meletihkan bagi kuda laut jantan. Induk jantan berpegang kuat-kuat atu berenang mondar-mandir dan menggosok-gosokan kantungnya pada dasar bak. Dengan cara menekuk tubuh dan membuka lubang kantungnya, disertai kontraksi kantung pengeraman maka juwana disemprotkan keluar dari kantung. Proses kelahiran juwana dilakukan secara bertahap. Setelah melahirkan, induk jantan diam dan beristirahat untuk beberapa jam.
Gambar 5. Induk kuda laut jantan Hippocampus sp, saat melahirkan anak kuda laut melakukan gerakan ke depan dan ke belakang
(Sumber : Asmanelli dan Ikhsan, 2000).
3.5. Pemeliharaan Larva (Juwana)
Juwana adalah sebutan bagi anakan kuda laut yang baru lahir sampai umur maksimal 30 hari atau panjang tubuh sekitar 2 cm dan atau masih bersifat planktonik, melayang dan belum mampu bertengger pada tempat bertengger.
Penebaran juwana dilakukan pagi hari antara jam 08.00 – 10.00. seleksi juwana untuk untuk penebaran dengan kriteria : bergerak aktif di kolom air dan melawan arus, posisi tubuh tegak saat berenang, warna cerah dan ukuran panjang minimal 0,6 cm. kepadatan di bak pemeliharaan 2 – 5 ekor/liter. Apabila jumlah induk sedikit sehingga produksi juwana setiap harinya rendah, penebaran dapat dilakukan lebih dari 1 kali sampai kepadatan yang diinginkan namun dalam waktu tidak lebih dari 10 hari. Penebaran yang dilakukan beberapa kali akan menghasilkan ukuran benih yang berbeda pada saat panen umur 30 – 40 hari, dengan ukuran 2,5-3,5 cm.
Pakan juwana kuda laut adalah zooplankton dalam kondisi hidup. Jenis zooplankton yang diberikan sesuai dengan umur dan ukuran juwana, yaitu : Brachionus sp., Copepoda, nauplii artemia sp., dan diaphanosoma sp. juwana D1-D7 diberikan nauplius kopepoda dicampur dengan brachionus dengan kepadatan 5 – 10 ekor/ml. pakan juwana yang berumur D8-D10 sudah dapat diberi tambahan nauplius artemia selain copepoda. juwana D20 – D40 mampu memangsa nauplius diaphanosoma.
Kisaran parameter kualitas air yang baik pada pemeliharaan juwana berdasarkan hasil pengamatan di Balai Budidaya Laut Lampung disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Kisaran parameter kualitas air di bak juwana
Parameter Kisaran Nilai
DO
Suhu air
Salinitas
pH
Nitrit
Amoniak 4,0-6,5 ppm
28-300C
28-32 ppt
7,5-8,5
< 0,085 ppm
< 0,172 ppm
Untuk mengetahui pertumbuahn juwana dapat dilakukan dengan sampling pengukuran panjang dan berat badan. Sebagai acuan ukuran dari pertumbuhan normal juwana disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Ukuran Juwana
Umur ((hari) Panjang (cm) Berat (gram)
1
5
10
15
20
25
30 0,6-0,7
1,1-1,3
1,4-1,6
1,7-1,8
1,8-2,2
2,4-2,7
2,5-3,5 0,0012-0,0020
0,0055-0,0073
0,0094-0,0148
0,066-0,070
0,090-0,130
0,168-0,180
0,195-0,225
Sumber : BBL Lampung
Setelah masa pemeliharaan sekitar 30 hari juwana yang telah berukuran minimal 2 cm (benih) dapat dilakukan pemanenan yang selanjutnya dipelihara di bak pemeliharaan benih.
IV. KESIMPULAN
Pemanfaatan kuda laut saat ini masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam. Nilai ekonomisnya yang cukup tinggi dan permintaan pasar yang cenderung meningkat, mengakibatkan penangkapan di alam semakin banyak dilakukan sehingga populasinya cenderung menurun. Pengembangan teknologi pembenihan kuda laut merupakan jawaban yang tepat untuk mengantisipasi penurunan populasi. Pembenihan kuda laut dapat menghasilkan benih dalam jumlah cukup, berkualitas, tepat waktu, serta dapat menunjang kelestarian sumberdaya perikanan.
DAFTAR PUSTAKA
Adip. 2009. Kuda Laut_Biologi diambil dari http://misslf.blog.ugm.ac.id tanggal 27 September 2009.
Al-Qodri, A.H., Anindiastuti danDwiyanti, N. 2003. Studi tentang identifikasi species kuda laut (hippocampus sp) Di Balai Budidaya Laut Lampung. Makalah pada Lomba hasil Penelitian aplikatif Dalam Mendukung Pembangunan di Propinsi Lampung Agustus 2003.
Anonim. 2009. Habitat, Tingkah Laku Dan Reproduksi Kuda Laut diambil dari http://saungozy.wordpress.com/2009/02/15/habitat-tingkah-laku-dan-reproduksi-kuda-laut/ tanggal 27 September 2009.
Asmanelli dan Ikhsan P.A. 2000. Beberapa Catatan Mengenai Kuda Laut Dan Kemungkinan Pengembangannya. Oseana, Volume XVIII, Nomor 4 : 145 – 151. Lipi-Oseanologi. Jakarta.
Burton, R dan Maurice, 1983. Sea Horse. Departement of Ichtyogy, American museum of History, USA.
Elfahry Bimantara. 2009. Budidaya kuda laut (hippocampus sp) diambil dari http://elfahrybima.blogspot.com/ tanggal 27 September 2009.
http://wikipedia.com/hippocampus(genus)
A. Niartiningsih, dkk. 2006. Budidaya Kuda Laut (Hyppocampus barbourie) : Upaya Perbenihan di Laboratorium dan Penangkaran dalam Karamba Apung diambil dari http://www.bionatura.unpad.ac.id/?tag=kuda-laut tanggal 27 September 2009
Iswadi. 2008. Pembenihan Kuda Laut diambil dari http://iswadi37.wordpress.com tanggal 27 September 2009.
Lourie, S.A., Vincent, A.C. and Hall, H.J. 1993. Seahorse : An Identification Guide to the World’s Species and Their Conservation. Project Seahorse. London. 214 pp.
Ciri tim Solid
-
Bagaimana sebuah tim terbentuk? Bagaimana membuat tim menjadi solid?
Bagaimana proses tahapan pembentukan tim hingga akhirnya tim dapat menjadi
tim yang ku...
2 minggu yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar