Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Minggu, 14 Oktober 2012

Lagi-Lagi Tentang Guru


Jika berdiskusi tentang masalah pendidikan, rasa-rasanya tidak akan pernah ada habisnya. Terlalu banyak masalah pendidikan yang masih membelit negara ini. Salah satu masalah yang sering kali muncul dalam diskusi isu pendidikan biasanya adalah guru. Guru akan selalu jadi pusat perhatian. Tidak dapat dipungkiri memang, guru adalah ujung tombak sekaligus pelaku langsung dari sistem pendidikan di manapun negaranya.

Jepang dapat semaju seperti sekarang karena dulu ketika Jepang hancur di bom oleh sekutu, hal pertama yang diperhatikan adalah gurunya. Mereka sadar betul bahwa masa depan bangsanya terletak pada guru. Setelah itu, jepang rajin mengirimkan putra-putri terbaiknya keluar negeri untuk belajar tentang teknologi dan ilmu pengetahuan kemudian meminta mereka kembali ke negaranya. Agen-agen tersebut pun menyebarkan ilmu dan keahlian yang telah mereka peroleh di tanah kelahiran mereka. Terbukti setelahnya, teknologi dan industri jepang melaju pesat bersaing dengan bangsa Eropa dan Amerika. Lagi-lagi, disini ada peran guru yang sangat besar dalam transformasi kemajuan sebuah bangsa.

Pendiri negara ini juga sadar benar akan arti pentingnya pendidikan dan guru didalamnya. Saat awal masa kemerdekaan, program pembasmian buta huruf genjar dilakukan. Bahkan, sempat terekam presiden Soekarno waktu itu turun tangan menjadi seorang guru yang mengajarkan membaca rakyatnya. Lagi-lagi, dalam memajukan negara bangsa, sumbangsih guru sangat vital kontribusinya.



Sebuah buku menarik yang aku baca beberapa hari ini berjudul What The Dog Saw, karya Malcolm Gladwell juga mengulas tentang guru. Berikut aku coba uraikan kembali ide pikiran si penulis dalam tulisan dibawah ini. Usaha menguraikan kembali ini aku lakukan agar ada tambahan wawasan bagiku sendiri terkait guru mengingat sekarang aku sedang bergelut dalam dunia keguruan dan pendidikan. Aku percaya bahwa mengurai permasalahan guru adalah sama juga dengan mengurai benang merah permasalahan pendidikan. Seperti kata Mr. Malcolm dalam petikan-petikan tulisannya ini:

Pengaruh guru mengalahkan pengaruh sekolah: lebih baik anak disekolahkan disekolah yang jelek dengan guru yang hebat daripada di sekolah yang bagus namun gurunya payah. Pengaruh guru juga jauh lebih hebat dibandingkan ukuran kelas.

Nilai tes, gelar pascasarjana, dan sertifikat – biarpun tampak berhubungan dengan kemampuan mengajar – ternyata sama tak bergunanya dalam menunjukan keberhasilan mengajar seperti kemampuan quarterback (salah satu posisi pemain di football Amerika) melempar bola kedalam tong sampah.

Daerah umumnya menginkan guru yang mempunyai sertifikat mengajar dan juga gelar pascasarjana, meski kedua gelar tersebut sangatlah mahal dan membutuhkan waktu, namun kedua kualifikasi tersebut ternyata tidak berpengaruh didalam kelas.

Kemampuan guru yang baik adalah bukan pada saat ia melerai atau mengendalikan keribukan di kelas, melainkan ia dapat mencegah keributan sebelum mulai. Kemampuan ini disebut withitness, yakni komunikasi guru terhadap murid dengan perilaku (bukan sekedar bahasa verbal) yang menunjukan bahwa dia tahu apa yang murid-murid lakukan.

Dalam masalah keguruan, yang perlu kita lakukan bukanlah menaikkan standar guru. Buat apa menaikkan standar guru kalau standar itu justru tidak ada hubungannya dengan kompetensi guru yang kita inginkan. Standar itu perlu diturunkan (setidaknya bergelar sarjana), karena kita perlu memberi kesempatan kepada setiap orang untuk menjadi guru. Guru seharusnya dinilai bukan berdasar sebelum ia mengajar, tapi dinilai setelah ia mengajar.

Oleh karena itu, profesi guru membutuhkan sistem magang untuk melihat sejauh mana kualitas mengajar guru. Guru yang berprestasi perlu diberi penghargaan yang setimpal, namun penilainnya didasarkan pada kulitasnya mengajar bukan kualitas administrasinya.

Lagi-lagi guru adalah benang merah permasalahan pendidikan. Lagi-lagi peran dan tanggung jawab guru kembali diuji. Lagi-lagi kinerja guru dipertanyakan. Lagi-lagi guru harus menunjukan kepada semua stakeholder pendidikan, bahwa keberadaannya memang layak diperhitungkan sebagai garda terdepan memajukan pendidikan di negara ini. Seluruh guru Indonesia, mari satukan niat dan bulatkan tekat mendidik anak Indonesia demi kemajuan bangsa dan negara.

Selasa, 09 Oktober 2012



-Catatan Perjalanan Hidup-

1 komentar:

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu