Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Rabu, 24 Agustus 2011

Rindu, Kau kembali

Terbangun dari keheningan yang selama ini menyelimuti hatiku
Hening, tiada pernah tahu kapan akan berakhir
Tidak tahu aku harus berbuat apa untuk mengakhirinya
Hitam, gelap,
Tidak jelas,

Kembali aku berimajinasi tentang masa lalu yang pernah aku lalui
Cerah, putih,
Biru, dan kusuk

Menangis dalam setiap doa yang aku haturkan kepada-Nya
Terbangun setiap malam dan selalu ingat nama-Mu
Aku merasa Kau selalu ada disampingku, mengingatkanku untuk setiap waktu memuja-Mu
Aku selalu terjaga, Kau membelaiku saat aku tidur dan membisikan di telingaku untuk bangun

Hatiku damai, damai, bening, jernih

Kapan kah aku akan merasakan kedamaian seperti itu lagi
Aku terlalu jauh dari Mu,
Terlalu angkuh dengan apa yang aku punyai sekarang
Jalan ini terasa jauh, sepi, dan melelahkan,
Tidak seperti dulu,

Aku terlalu ringkih untuk sendiri ya ALLAH,
Aku terlalu lemah untuk melewati jalan ini sendirian
Aku ingin dekat dengan Mu, sedekat mungkin, aku ingin Kau menemaniku dalam perjalanan ini
Temani aku lagi ya ALLAH,

Aku rindu kedamaian itu, setiap kali mengingat nama Mu
Aku rindu air mata itu setiap kali memohon ampun kepada Mu
Aku rindu indahnya lantunan kalimat-kalimat Mu didalam mulutku ini,
Aku rindu kesunyian itu setiap kali aku berdoa kepada Mu
Aku rindu semangat itu setiap kali aku mengingat akan janji Mu
Aku rindu kehadiran Mu, Ya ALLAH, kembali


By: Panca Dias Purnomo"Man Jadda wa Jadda"

Selasa, 23 Agustus 2011

Cewek itu Ternyata Seniorku

Aku mengendarai sepeda motorku dengan cepat. Aku takut terlambat. Hari pertama kuliahku di kampus biru ini jangan sampai menjadi kenangan buruk hanya gara-gara satu kata "terlambat". Aku tidak ingin sang dosen tidak mengijinkan aku masuk kelas. Apa kata dunia nantinya? Aku pacu motorku dengan tergesa-gesa, pedal gas di tangan kananku aku putar dengan cepat, aku meliuk melewati kendaraaan yang lain sambil berdoa didalam hati aku akan selamat dan tidak terlambat. Ini memang salahku, kenapa aku bangun kesiangan. Bodohnya aku, kenapa semalam aku malah begadang nonton film. Aku mengutuk diriku sendiri.

Segera aku berlari menuju gedung kampusku. Tempat parkir dan pintu utama gedung kampusku memang tidak terlalu jauh, tapi karena rasa takut yang amat sangat, aku putuskan untuk terus berlari. Karena berlari dan sedikit panik, aku lupa dimana ruang kuliahku. Ah, bodohnya aku, gerutuku didalam hati. Aku berhenti sejenak didalam gedung lantai satu, sambil terengah-engah mengambil nafas aku melihat sekeliling. Jujur saja, ini baru kedua kalinya aku masuk ke dalam kampusku ini. Maklum masih mahasiswa baru, jadi belum terlalu paham letak geografis ruangan didalam gedung ini. Aku semakin jengkel saja, terutama dengan kondisi seperti ini. Aku melihat sekitar, banyak mahasiswa dan pegawai yang lalu lalang. Tidak ada satupun yang aku kenal. Aku mencari-cari orang yang nampak bisa membantuku untuk menemukan ruang kelasku. Aku tidak melihat seorang pun pegawai diruangannya. Aku menyega keringatku, menghela nafas, dan sesaat kemudian aku lihat seorang wanita berjilbab menyeberang masuk kedalam koridor lantai satu. Mungkin dia tau ruangan yang aku cari. Aku putuskan untuk menhampirinya dari samping. 

"Emm, mbak, maaf numpang nanya, ruang kelas biologi biasanya dimana ya mbak?", aku bertanya kepada wanita itu dengan masih menahan nafas ngos-ngosanku. 
"Ehh, iya, maaf, gmana mas, ada yang bisa dibantu?" dia agak kaget karena aku bertanya tiba-tiba. Dia kemudian memutar tubuhnya ke ara sumber pertanyaan itu: aku. Ternyata pertanyaanku tadi tidak cukup jelas bagi wanita itu. Sesaat setelah aku menatap mukanya, wooow, dia sangat cantik batinku. 

Aku terpana untuk sesaat melihat kecantikan wajahnya, wajah putih bersih yang dibalut dengan jilbab biru laut itu benar-benar adalah kecantikan yang alami. Tanpa make-up sedikitpun. Aku justru terpana tanpa bisa mengulangi pertanyaanku kembali. Rasa panik dan kebingunganku serta merta hilang digantikan dengan pesona wajah wanita berjilbab ini.

"Maaf mas, ada yang bisa saya bantu?".
"Eh, maaf mbak, saya mahasiswa baru disini, saya mencari ruang kuliah Biologi dimana ya mbak?"Dengan sedikit terbata aku mencoba melancarkan pertanyaanku. Dia benar-benar menawan, masih didalam hatiku. Kecantikannya adalah natural, alamiah. Badannya yang tinggi semampai semakin menunjukan bahwa dia wanita yang elegan. 


Dia mengamatiku sebentar yang terlihat masih kusut ini, kemudian "Mahasiswa baru ya?"
Aku mengangguk saja, menahan nafas kemudian tersenyum...
"ruang kelas biologi, biasanya ada dilantai 3 dek (dia memanggilku dek, setelah sebelumnya dia panggil aku 'mas'). Adek naik aja kelantai 3, nanti disana ada 4 ruang kelas, cari saja diantara 4 ruang kelas itu. Oke". Hah, aku cukup kaget dia secepat itu berubah dengan memanggilku "adek", berarti dia senior ku di kampus ini dong. Wah, kebetulan sekali batinku. 

"Ok, baik, emm, terimakasih ya Mbak. Saya langsung naik keatas, takut terlambat". Dengan gerak tubuh yang agak kikuk.
"Iya, silakan dek". Dia langsung berputar dan melanjutkan langkah kakinya, membelok kesebuah koridor di sebelah kanan. 

Segera aku hendak segera berlari naik tangga ke lantai 3, tapi sesegera itu aku lambatkan langkahku sambil menatap ke arah wanita itu pergi. Aku masih bisa melihatnya dari belakang. Dia menggunakan jilbab biru laut, pakaian lengan panjang putih dengan renda diujungnya dan rok panjang berwarna biru yang menyentuh ujung atas sepatunya. Dia tetap tampak menawan meski dari belakang batinku. 

Aku segera teringat dengan kuliahku, segera aku berlari. 

Sabtu, 20 Agustus 2011

Study ke Luar Negeri dan Peran Organisasi Mahasiswa dalam Pembekalan Kadernya

oleh:
*Panca Dias Purnomo

Tulisan ini berisikan beberapa paragraf dengan ide yang saling berkejaran. Semoga dapat ditarik hubungannya oleh pembaca

Mengejar pendidikan luar negeri

Kuliah di luar negeri mungkin adalah dambaan bagi seluruh orang di Indonesia. Apalagi kuliah di negara yang mempunyai kualitas pendidikan tingkat atas dunia, seperti amerika dan eropa. Di abad ke-21 ini, memang kualitas pendidikan di negara-negara tersebut jauh diatas negara kita sendiri. Beragam alasan mengapa orang Indonesia saling berebut kursi untuk bisa kuliah sampai ke luar negeri. Mulai dari kualitas pendidikan di luar negeri masih dianggap diatas pendidikan didalam negeri, prestice lulusan luar negeri lebih tinggi dibandingkan luar negeri, gaji lulusan luar negeri lebih tinggi jika bekerja didalam negeri, dan mungkin ingin mencari kepuasan pribadi. Beragama alasan dan motif. Pun, Tidak hanya mereka yang bekerja sebagai dosen maupun peneliti saja yang berlomba untuk mengejar gelar dari luar negeri, banyak pula dari mereka kalangan swasta yang ingin mendapatkannya. Pendidikan luar negeri memang masih menjadi barang mewah sekaligus prestisius bagi masyarakat Indonesia.

Persoalan menimba ilmu, keutamaan orang yang berilmu, dan dorongan agama bagi umatnya untuk menuntut ilmu bertebaran di dalam Al-Quran maupun hadis rasul. Ada sebuah hadis nabi-meski dianggap kurang shahih oleh banyak ulama-mengatakan bahwa rosul pernah bersabda "tuntutlah ilmu sampai ke negeri China". Saat itu, rasullullah telah memotivasi sahabat-sahabatnya untuk menimba ilmu seluas-luasnya meskipun sampai jauh sekalipun. Ada pula ungkapan bahwa Allah akan meninggikan derajad orang-orang yang berilmu beberapa derajad. Sebagai seorang muslim, memang sewajibnyalah kita menuntut ilmu setinggi-tingginya. Dalam hal ini, tidak sekedar ilmu dunia tentunya, melainkan juga adalah ilmu agama, untuk bekal dunia dan akhirat.

Nah, itu lah pula yang sedikit mengilhami saya untuk mempunyai keinginan melanjutkan study sampai level setinggi-tingginya. Semoga ya ALLAH, Amin. Saya memimpikan saat wisuda undergraduate degree nanti, saya sudah diterima di graduate student di luar negeri. Setelah beberapa bulan wisuda, saya bisa segera terbang ke luar negeri untuk melanjutkan ke jenjang master. Semoga, Amin.

Bermula dari milist para pemburu beasiswa ke Jepang
#Beberapa penjelasan dan tips

Saya beberapa hari ini sedang sering menengok sebuah komunitas milist yang berisikan berbagai macam informasi bagaimana mendaftar study lanjut ke Jepang. Anggota milist ini beragam, mulai dari usia, bidang study, hingga profesi. Beberapa pengalaman dan cerita serta pertanyaan yang di-share kan oleh anggota milist semakin membukakan wawasan saya tentang berbagai macam hal mengenai "applying gratuade degree". Semakin banyak tau, semakin saya sadar bahwa mengejar pendidikan ke luar negeri memang bukan perkara yang mudah, terutama bagi mereka yang ingin menggunakan jasa beasiswa. Ada beberapa kata kunci untuk mengatasai berbagai macam kendala yang sering disebutkan oleh anggota milist, ini menurut sang moderator yaitu bermental baja, kerja keras dan pantang menyerah.

Saat bertemu dengan sang moderator milis-yang ternyata adalah mahasiswa Ph.D di University of Tokyo, beliau menjelaskan langkah-langkah apply sekolah ke Jepang. Beliau mengatakan bahwa banyak jalan dan cara untuk mendapatkan kesempatan belajar di Jepang. Cara yang pertama: mencari beasiswa dari lembaga atau yayasan pemberi beasiswa ke Jepang terlebih dahulu sebelum melamar ke Universitas atau sensei yang sesuai dengan minat. Beasiswa Mambusho salah satunya. Beasiswa ini dibuka setiap tahun, dan merupakan beasiswa kerjasama antara pemerintah Jepang dan Indonesia (G to G), maupun antar universitas di Indonesia dengan di Jepang (U to U). Setiap tahun, beribu-ribu orang yang melamar beasiswa ini, sedangkan yang diterima menurut sang moderator hanya sekitar 60-an orang#beliau penerima beasiswa Manbusho untuk Ph.D, he must be very lucky and smart too. Bisa dibayangkan kan betapa sulitnya diterima di beasiswa ini. Cara yang kedua: menghubungi langsung professor/sensei yang sesuai minat study kita dan meminta beliau untuk menerima kita sebagai bimbingan di laboratorium beliau. Cara kedua ini, yang sepertinya tidak banyak pesaing, namun tetap dibutuhkan usaha keras agar sampai diterima. Melalui cara ini, kita harus sering-sering mencari link sensei dan mengiriminya surat lamaran berserta CV dan proposal research. Karena karakter setiap sensei berbeda-beda, jadi sepertinya cara ini ada unsur "untung-untungan". Tapi seharusnya, wajib terus dicoba sampai mendapatkan balasan email dari sang sensei "Ok. I will consider you as my student". Asyeekkkk. Saya sedang mencoba cara kedua ini, dan cara ini pula yang sering saya tanyakan di forum milist kepada moderator.

Menurut moderator, pada saat menulis surat lamaran baik via email maupun Ms.word ke sensei, kita juga harus menyertakan CV dan research proposal S2 atau S3 kita. Nah, disinilah saya mulai bimbang, karena saya belum menyelesaikan S1, jadi proposal research S2 pun saya belum punya. Kalau surat lamaran dan CV masih bisa saya kejar, tapi kalau proposal reserach S2?hemm, gimana ya?Belum kepikiran sama sekali.Tapi tenang, jangan khawatir, mungkin saja tidak terlalu masalah jika saya belum punya reserch proposal S2, karena mungkin saya bisa apply ke lab seorang sensei untuk meminta menjadi research asistant, sembari nanti membantu research, saya bisa memilih topic untuk master.

Karena, komunikasi kita bisanya cuma lewat email atau surat elektronik, maka bagaimanapun juga tingkat kesopanan harus dinomor satukan. Kesopanan disini khususnya meliputi tata bahasa yang kita gunakan kepada sensei. Bahasa inggris kita harus benar-benar perfect, jangan ada yang error, apalagi slank. Selain tata bahasa yang benar, bahasa yang kita gunakan harus bisa menarik dan mendatangkan impression kepada sang sensei. Misal dengan bahasa yang rendah hati, menyanjung, dan lembut. Sebelum dikirim ke sensei, ada baiknya jika surat lamaran dan berkas2 diperiksan dulu kepada senior yang lebih jago.

Selain surat lamaran, CV juga berpengaruh#kata sang moderator. Karena dari CV yang kita lampirkan professor bisa tahu pribadi seperti apa dan potensi apa yang kita miliki. CV sebaiknya berisikan informasi akademik saja, seperti riwayat pendidikan, publikasi, prestasi, dan program komputer yang dikuasasi. Riwayat organisasi sepertinya tidak cukup membantu dalam hal ini, hehe. Nah, demikian itu yang bisa saya share agar kalian yang membaca tulisan ini dapat mempersiapkan diri jika ingin kuliah ke luar negeri.

*Sejauh mana organisasi kampus membekali kadernya dengan kemampuan seperti diatas?

Setelah saya renungkan beberapa waktu ini, entah benar atau tidak, saya merasa bahwa jika kita hanya berkutat dengan organisasi di BEM, HMJ, dan SM, maka kita tidak akan pernah mendapatkan keahlian di bidang research dan akademik selain keahlian softskill. Saya sedikit miris jika melihat adek-adek kelas, pekerjaan utama di BEM-nya hanya ikut rapat-rapat saja. Kerjaannya rapat, rapat, rapat, dan rapat. Hari-harinya hanya diisi dengan rapat, kesana-kemari ngurus proposal, surat, peminjaman tempat, dekor ruangan. Hanya untuk sebuah event. Biasanya aktivis BEM di curiculum vitae yang mereka buat, pasti sangat minim daftar karya tulis/ilmiah nyat. Padahal jika ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri, justru pengalaman tulis-menulis menjadi faktor yang sangat menentukan, meskipun tidak dinafikan bahwa riwayat organisasi akan sedikit mendukung. Sering kali, saya lihat, aktivis kampus yang hanya berkutat di dunia sosial politik kampus, mempunyai kemampuan menulis ilmiah dan scientific yang rendah. Sebaiknya, jangan hanya berkutat pada rapat dan penyelenggaraan event saja jika ingin menjadi aktivis kampus yang Complete dan prestatif. Sertai dengan kegiatan-kegiatan kompetitif lainnya, seperti lomba menulis, debat, maupun aktivitas sosial kemasyarakatan lainnya. Karena, sejatinya jika direnungkan, terlalu banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya karena kita terlalu disibukan dengan event dan rapat organisasi dibandingkan dengan pengembangan kemampuan prestatif diri. Karenanya, jadilah aktivis kampus yang complete, kompetitif, dan prestatif.

Akan jauh lebih baik jika kita tidak hanya pandai dalam memimpin rapat dan beretorika semata, melainkan kita bisa menjadi aktivis kampus yang rajin membaca, menulis, mengikuti perlombaan dan terjun di kegiatan sosial kemasyarakatan. Untuk menumbuhkan budaya scientific dan prestatif dalam budaya organisasi kampus, dibutuhkan peran seorang senior atau pimpinan organisasi. Penumbuhan nilai, budaya, dan norma didalam internal organisasi sejatinya dipegang oleh para senior atau pimpinan organisasi. Mahasiswa di tingkat 3 (semester5), seharusnya sudah mempunyai kemampuan untuk seperti itu. Sudahkah kita (organisasi mahasiswa) mampu membentuk kader seperti itu?dan Adakah kader yang kita punya sudah menjadi seperti itu?Atau kah sebatas membentuk kader yang cuma jago ngomong dan rapat?


Pada dasarnya, karakter kader yang ingin dibentuk dalam sebuah organisasi-seperti organisasi mahasiswa-berada di tangan para pengurusnya sendiri. Sekedar ingin organisasi-organisasian atau kah memang ingin menjadi kader yang berintelektual tinggi, tergantung juga pada kemauan diri kita sendiri. Akan sangat jauh lebih baik lagi, jika organisasi pun mewadahinya, sehingga level intelektualitas kader yang tinggi tidak hanya dicapai oleh satu-dua orang saat menjadi pimpinan, melainkan dicapai oleh seluruh kader bahkan ditahun pertamanya masuk organisasi mahasiswa. Ini PR kita semua kawan-kawan.

20 Agustus 2011

Bersinergi Menuju Amosfer Kampus yang Prestatif

Oleh:

Panca Dias Purnomo*

Saya kaget dan tertegun saat membaca sebuah Koran harian daerah yang memberitakan tentang Universitas Negeri Semarang berhasil menjadi juara 3 Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di Makassar baru-baru ini. PIMNAS sebagai Event tahunan yang diselenggarakan DIKTI menjadi ajang bergengsi universitas-universitas di Indonesia untuk memperebutkan gelar sebagai universitas dengan iklim riset, akademis, dan menulis yang paling baik di Indonesia. Menjadi juara dalam even ini jelas akan meningkatkan prestice universitas, prestice sebagai universitas dengan iklim selayaknya universitas: berpikir, meneliti, menulis, dan mengabdikan ilmu kepada masyarakat. UNNES (tetangga kita) yang notabene adalah perguruan tinggi dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan Universitas Diponegoro, nyata-nyata bisa menyabet gelar bergengsi tersebut mengalahkan IPB, ITB, UNAIR, bahkan UI yang dianggap sebagai universitas terbaik di negeri ini. Bahkan UNDIP pun tidak masuk dalam 10 besar pemenang lomba. Tidak Cuma itu, UNNES sudah beberapa kali berhasil meloloskan mahasiswa sampai tahap final pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional, bahkan sempat ada yang menjadi juara 2 MAWAPRES Nasional. Bagaimana dengan UNDIP?

JIka direnungkan lebih dalam, menurut saya, PIMNAS adalah representasi dari iklim riset dan akademis universitas. Sebagai seorang mahasiswa, mahasiswa mempunyai tanggung jawab moral dan intelektual untuk bisa menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, kemudian meramunya menjadi solusi inovatif bagi berbagai permasalahan yang dihadapai masyarakat. Saya pernah diberitahu oleh seorang dosen yang kebetulan tidak mengajar di jurusan yang saya ambil tentang makna dari “intellectual responsibility”, artinya setiap mahasiswa dan akademisi berkewajiban menulis dan mensitesiskan tentang mayor ilmu masing-masing sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia. Dapat dikatakan, rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menulis ilmiah merupakan rendahnya tanggung jawab intelektual ini. Rendahnya jumlah proposal Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dikirimkan maupun yang lolos sampai ajang PIMNAS dapat dinilai sebagai rendahnya pengamalan tanggung jawab intelektual ini. Meskipun jumlah proposal PKM dari UNDIP dari tahun ke tahun menunjukan tren kenaikan jumlah, tapi jumlah tersebut masih kalah dibandingkan tetangga sendiri: UNNES dan juga jika dibandingkan dengan total mahasiswa UNDIP yang ada. PKM yang masuk PIMNAS dari UNDIP jumlahnya tidak terlalu berbeda, hal ini menunjukan peningkatan kuantitas tidak disertai kualitas.

Selain itu, berapa banyak mahasiswa UNDIP yang tertarik mendaftarkan diri dalam kompetisi Mahasiswa Berprestasi di tingkat jurusan dan fakultas?Sangat miris dan ironis lagi-lagi mengetahui faktanya. Saat pemilihan Mawapres tahun 2010 di fakultas saya, untuk angkatan 2007 waktu itu, hanya ada 8 orang saja dari sekitar 400 mahasiswa angkatan 2007 di fakultas saya. Rendahnya partisipasi mahasiswa ternyata tidak hanya di fakultas saya, menurut cerita teman-teman mawapres dari fakultas lain, ternyata partisipasinya sama rendahnya. Bahkan, banyak pula mahasiswa yang tidak mengetahui apa itu Mawapres (parah bukan?). Berbeda dengan beberapa cerita teman saya di universitas ternama lain di Indonesia yang mengatakan bahwa pemilihan mahasiswa berprestasi seperti sebuah kompetisi hidup dan mati. Mawapres yang terpilih akan benar-benar mendapatkan penghargaan. Mawapres adalah prestice yang sangat tinggi. Bagaimana mawapres di UNDIP?

Satu kesimpulan saya setelah melihat berbagai fakta dan realita yang terjadi adalah bahwa atmosfer atau iklim tanggung jawab intelektual di UNDIP ini masih sangat rendah.

Saya sempat berpikir bahwa pencapain universitas tetangga dalam kejuaraaan PIMNAS di Makassar pasti akan (mohon maaf) menampar tepat di muka para pejabat UNDIP untuk berbenah dan mengaca diri, dan membuat gebrakan baru untuk setidaknya mengungguli mereka. Ibarat dalam sebuah cerita dari sebuah dongeng, seorang David yang bertubuh kecil mengalahkan telak Golliat yang bertubuh jauh lebih besar. Atau ibarat Jepang yang bersemangat bangkit setelah hancur luluh lantak karena 2 bom atom yang dijatuhkan tanah airnya. Berhasilnya UNNES menjadi juara umum ke-3 PIMNAS 2011, (seharusnya) ibarat jatuhnya bom atom di tanah UNDIP sehingga membuat seluruh warga UNDIP terutama petinggin-petingginya merasa di tinju telak oleh seorang david. Pencapaian tetangga sebelah ini, bukan hal yang harus dianggap lumrah, namun harus dijadikan momentum agar UNDIP berbenah dan mengevaluasi diri.

Saya pun pernah berdiskusi dengan dekan saya mengenai kondisi fakultas terutama kondisi mahasiswanya yang sangat tidak “greget” dalam mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Beliau sempat mengatakan bahwa input atau SDM mahasiswa yang masuk ke fakultas mempengaruhi kualitas dan kondisi fakultas, karena (mohon maaf) banyak mahasiswa yang diterima adalah mereka yang tinggal di Jawa, bukan putra terbaik dari berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Apakah input yang berpengaruh paling besar terhadap kualitas institusi?Setelah melihat fakta bahwa UNNES yang notabene adalah universitas dengan input mahasiswanya yang (mohon maaf) gradenya lebih rendah dari UNDIP dan pun sebatas dari daerah Jawa Tengah, mampu menjadi juara umum ke-3 PIMNAS 2011, karena itu sepertinya pendapat bahwa input sangat berpengaruh harus ditolak dan dimentahkan. Kualitas dan kondisi perguruan tinggi nyata-nyata sangat dipengaruhi oleh proses yang terjadi didalamnya. Input gradenya boleh rendah, tapi jika proses pembentukan SDM-nya berjalan dengan bagus, maka akhirnya akan tercipta alumni-alumni yang handal dan berkualitas.

Proses ini tidak terlepas dari pembentukan iklim atau atmosfer intellectual responsibility kepada seluruh warga di kampus. Iklim seperti angin, udara, dan oksigen yang selalu menjadi lingkungan dimana kita berada. Iklim meski tidak dapat dilihat, tapi bisa dirasakan. Iklim intellectual responsibility tidak akan pernah bisa terbentuk hanya dari kontribusi dan semangat mahasiswanya, apalagi jika hanya dari pengurus organisasi mahasiswanya. Meskipun mahasiswa adalah jumlah penghuni terbesar di kampus, namun sekali lagi hal itu tidak akan pernah cukup tanpa dukungan dan bimbingan pemanggu kebijakan di tingkat universitas, fakultas, jurusan dan sampai tingkat terkecil: program studi. Dosen pun mempunyai andil besar dalam pembentukan iklim intellectual responsibility karena merekalah yang secara langsung bersinggungan dengan mahasiswa dan yang menanamkan berbagai macam pemikiran kedalam diri mahasiwa. Tidak hanya sebatas pemikiran (knowledge) melainkan juga attitude atau karakter. Elemen penting lainnya adalah pegawai atau staf di lingkungan kampus dimanapun mereka berada. Pembentukan iklim ini adalah bentuk sinergi dan kerjasama antara pejabat kampus, mahasiswa, dosen, dan karyawan. Sehingga, iklim diskusi, iklim prestasi, iklim kompetisi, dan iklim peningkatan kapasitas mahasiswa demi membawa nama harum universitas dan prestice jurusan dan fakultas dapat tercapai. Sekali lagi karena sinergis dan saling mendukung.

Saya masih ingat beberapa cerita teman saya dari universitas lain yang mengatakan bahwa dibalik suksesnya mahasiswa meraih berbagai prestasi sehingga bisa mengangkat nama universitas adalah karena dorongan, bantuan, dan bimbingan dari dosen-dosennya. Seorang teman saya dari Universitas Brawijaya-Universitas yang setiap tahun masuk menjadi finalis PIMNAS dan MAWAPRES Nasional-mengatakan bahwa dosen di UB memberikan dorongan dan bantuan besar sehingga banyak mahasiswa UB berhasil menganggkat nama baik universitas. Selain itu, masih kata dia, dana untuk segala aktifitas mahasiswa (baik kompesisi, delegasi, pementasan, dll) jumlahnya sangat besar. Coba bandingkan dengan yang ada di UNDIP. Setiap tahun, yang selalu dikeluhkan oleh para pengurus organisasi mahasiwa di UNDIP adalah minimnya dana untuk kegiatan mereka. Bayangkan saja, dana untuk kegiatan BEM KM UNDIP selama satu tahun hanya 10 juta, luar biasa bukan???(sangat miris dan ironis). Banyak yang mengeluhkan minimnya dana kemahasiswaaan untuk delegasi komptesi atau kegiatan lain baik dalam maupun luar negeri. Mahasiwa yang akan berkompetesi di luar negeri mengeluh tidak memperoleh dana yang memadai dari universitas. Padahal, ujungnya jika mahasiswa meraih gelar juara di kompetisi tersebut nama universitas yang akan terangkat. Dana kemahasiswaaan UNNES konon kabarnya beberapa kali lipat dari total dana kemahasiswaan di UNDIP. Dana memang bukan segala-galanya, tapi dengan dana, segala-galanya diperoleh. Selian dana, fasilitas kemahasiswaan juga sangat berpengaruh terhadap semangat prestatif mahasiswa. Bagaimana mahasiswa akan membuat program dan ide prestasi jika tempat untuk mengumpulkan ide saja mereka tidak punya?

Ini bukan keluhan atau bukan rengekan, tapi lihat realita di universitas lain yang mampu menganggkat prestasi dan prestice-nya karena prestasi mahasiswanya.

Saya masih pula ingat seorang teman dari Universitas Indonesia yang mengatakan organsisi di jurusannya yang baru 2 tahun berdiri mampu go internasional karena sangat didorong dan dibantu para dosen. Kira-kira bagaimana sikap dosen dengan organisasi mahasiswa di jurusan di kampus UNDIP ini?mendukungkah, membantukah, atau hanya sekedar dianggap angin lalu semata?dan bagaimana sikap para dosen kepada para aktivis pengurus organisasi mahasiswa?(ahh, saya tidak bisa membayangkannya:ironis dan miris). Dukungan dosen, nyata-nyata sangat membantu pengembangan nama besar fakultas dan universitas karena dosen lah yang mempunyai resouces lebih banyak dibandingkan mahasiswanya (resources: uang, link, knowledge, dan skill). Bantuan dosen dalam membantu mahasiswa menemuka judul karya tulis sangat dibutuhkan, bimbingan dosen terhadap mahasiswa yang akan mengikuti kompetisi sangat diperlukan, informasi mengenai berbagai ajang kompetisi dan kegiatan juga dosenlah yang mempunyai. Dengan semangat dari setiap dosen untuk memberikan sumber daya yang mereka punya kepada mahasiswa, akan tercipta iklim prestatif di lingkup (setidaknya) program studi, kemudian jurusan dan fakultas. Lihat saja, program studi atau jurusan yang banyak menghasilkan mahasiswa berprestasi dalam bidang apapun, pasti muncul karena dukungan, bantuan dan motivasi dari dosen-dosennya.

Pembentukan iklim intellectual responsibility dan atmosfer akademik prestatif tidak terlepas dari senergi antara:

  • Dosen,
  • Pejabat kampus
  • Mahasiswa
  • Dan karyawan

Semua komponen ini harus saling mendukung sesuai wewenang masing-masing. Dan yang jelas, semuanya harus diawali oleh para pemangku kebijakan yang mempunyai wewenang membuat peraturan di lingkup kampus. Dosen pun harus sadar bahwa pekerjaan mereka tidak hanya mengajar dikelas dan membimbing skripsi. Mahasiwapun harus berlomba-lomba menunjukan diri menjadi mahasiswa terbaik dan mampu bersaing dengan mahasiswa dari universitas lain. Saya rasa perjuangan mahasiswa UNDIP untuk memajukan universitas baik di intern UNDIP sendiri maupun di berbagai ajang kompetisi di luar UNDIP sudah sangat besar, hanya saja besarnya perjuangan itu jangan hanya dipunyai oleh segelintir mahasiswa saja, melainkan harus dipunyai oleh seluruh mahasiswa UNDIP.

“Musuh” besar kita tidak lagi sebatas jurusan atau fakultas lain di UNDIP ini, melainkan merekalah universitas – universitas ternama lain di Indonesia bahkan dunia, seperti UI, ITB, UGM, IPB, UNAIR, ITS, UNPAD, dan bahkan tetangga kita: UNNES. Akankah kita diam dengan berita-berita prestasi universitas lain? Apakah kita tidak risih dengan berita betapa berprestasi dan membanggakannya pencapaian mahasiswa dari universitas lain?

Mari bersinergi dan saling mendukung untuk mewujudkan iklim prestatif di universitas tercinta kita ini.

Kita bersinergi dan berkontribusi karena Kita Cinta UNDIP

(mohon maaf jika banyak yang salah, ini semata-mata bentuk kontribusi pemikiran saya untuk UNDIP tercinta)


*Mahasiswa Jurusan Perikanan UNDIP 2007

"Semuanya Adalah Proses dan Akumulasi: We Will Get What We Deserve"


Semuanya adalah akumulasi: berawal dari nol, kemudian bertambah, terus bertambah dan sampai akhirnya nyawa meregang dari jasad ini. Semuanya membutuhkan proses, semuanya. Semuanya membutuhkan sebab atau pemicu. Semuanya, tidak terkecuali. Begitu sunatullahnya. Ingin mendapatkan nilai bagus, pemicu dan prosesnya adalah belajar dengan rajin dan disiplin.Ingin mendapatkan beasiswa, melengkapi formulir pendaftaran dan interview. Ingin menjadi juara, ya tekun melengkapi diri dengan syarat-syarat lomba, melengkapi persyaratannya, ikut lomba, bertarung percaya diri di hari H. Ingin melanjutkan sekolah di luar negeri, ya dengan menulis surat lamaran untuk professor, menguasai bahasa asing, tekun mencoba dan berusaha, hingga akhirnya mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Mendapatkan banyak informasi mengenai program ke luar negeri, ya karena mempunyai jaringan di luar negeri. Semuanya tidak serta merta datang dan didapat begitu saja.

Ada seorang teman, yang begitu sukses meraih banyak gelar perlombaan dari berbagai tingkat dan bidang. Penghargaannya tidak terhitung jumlahnya dalam hal tulis menulis. Lomba menulis paper ilmiah, dia juara. Lomba menulis paper kewirausahaan, dia juara. Lomba menulis artikel keagamaan, dia juara. Lomba desain teknologi, dia juara. Perlombaan yang diikuti pun tidak hanya sebatas tingkat nasional semata, melainkan di tingkat internasional pun telah ia ikuti. Dan, asal kalian tau, ia peroleh kemampuan untuk membuat ide, konsep, menuliskannya, mengkomunikasikan ide itu dalam bahasa oral yang menarik, jago membuat desain, dll, ia peroleh saat ia di semester ke-5. Ia membutuhkan waktu sampai 5 semester untuk benar-benar memahami dan menemukan keunggulan terbesar dalam dirinya. Ia membutuhkan waktu 2,5 tahun untuk semakin dalam menyadari bahwa dia mempunyai potensi besar yaitu sebagai seorang: ideation dan thinker. Dia baru menyadari itu, setelah dia bergelut di dunia perlombaan dan segala jenis kompetisi tulis menulis. Dia tidak peroleh itu dengan serta merta, tapi dengan perjuangan. Tidak terhitung barangkali, jumlah paper yang ia kirim untuk mengikuti lomba, maupun sekedar menjadi pemakalah seminar semenjak dia berada di semester 1. Setelah berbagai seluk beluk kompetisi ia ikuti, dengan disiplin, tekun, motivasi, dan percaya diri, akhirnya sedikit demi sedikit ia mulai merasakan jerih payahnya. Ia jadi juara. 2,5 tahun mungkin waktu yang pendek, tapi ia akan menjadi sangat panjang jika ia tidak ditemukan melalui self motivation atau motivasi diri yang sangat besar. Ia terus mencoba dan mencoba meski tidak jarang karyanya selalu tertolak. Ia terus mendaftarkan diri dengan karyanya meskipun lingkungan disekelilingnya tidak mengapresiasinya. Self motivation yang besar inilah yang membuat masa 2,5 tahunnya di kampus terasa istimewa, meski dipenuhi dengan perjuangan penuh darah. 2,5 tahun masa pencarian keunggulan diri. 

Ada lagi seorang teman yang bergelut dengan dunia usaha sejak di semester 1. Ia berjualan segala macam jenis barang pada awal ia merintis usaha. Ia juga menyambi kuliahnya denga kerja paruh waktu di beberapa bidang usaha. Intinya, ia ingin mandiri. Tidak tergantung uang kiriman orang tua. Dia dengan senang akan membawa barang-barang dagangan ke kampus dan menawarkannya kepada dosen dan teman-teman. Hingga setiap kali orang lain bertemu dengannya, barang dagannganya justru yang pertama kali ditanya, bukan kabar orangnya. Hingga akhirnya sampai di semester 7 dia benar-benar telah mandiri karena usaha percetakan dan desain merchandise yang semakin terkenal dan maju. Dia berhasil membiayai biaya SPP semesternya sendiri, membeli kebutuhan sehari-hari dengan uang hasil jerih payah sendiri, bahkan ia mampu mengirim uang untuk orang tuanya dirumah. Tidak jarang pula, hasil usahanya itu ia infak dan sumbangkan ke beberapa panti asuhan, pondok, dan beberapa acara yang diadakan oleh adek-adek kelasnya. Sering pula, karena ia sudah mempunyai cukup uang, ia mentraktir teman-temannya makan di warung makan. Kemandirian yang ia peroleh dicapai saat ia semester 7, 3 tahun ia merintis kemandiriannya itu. Dia membutuhkan waktu 3 tahun sampai akhirnya mimpi untuk membiayai kuliah sendiri dan tidak tergantung orang tua dapat dicapai. Lagi-lagi, ini adalah contoh kuatnya motivasi dari dalam diri untuk terus maju dan mencoba meskipun banyak usaha yang telah ia coba. Kemandirian ekonomi yang dicapai oleh teman yang satu ini tidak lepas dari adanya pemicu dan proses. 

Salah satu teman lagi, mempunyai ambisi untuk menjadi mahasiswa teladan di bidang akademik dan organisasi. Ia belajar dengan sungguh-sungguh setiap semesternya. IPK nya stabil, dan diatas rata-rata teman yang lain. Selain itu, ia aktif diberbagai macam event-event mahasiswa baik didalam kampusnya sendiri maupun di luar kampusnya. Ia juga menjadi pengurus aktif organisasi intra kampus dan aktif pula di organisasi pemuda di level nasional. Teman saya ini, dengan prestasi akademik dan organisasnya, berhasil diterima beasiswa yang cukup tersohor di Indonesia. Bahkan berkat kerjasamanya dengan teman-temannya dia mampu membuat organisasi sosial baru yang fokus memberikan bantuan beasiswa kepada anak-anak SMA. Berkat organisasinya ini pula, ia berhasil memperoleh penghargaan karena kontrbusi nyatanya kepada lingkunga. Dia membutuhkan waktu 3 tahun untuk menjadi dia yang sekarang. Aktifis kampus yang prestatif dan kontributif, tidak hanya untuk kampusnya, tapi juga untuk masyarakatnya. Prestasi, penghargaan, pengakuan yang ia peroleh ini pun tidak lepas dari adanya pemicu di awal masa kuliahnya dan juga proses perjuangannya menempuh jalan yang dipilih. 

Ketiga contoh teman saya ini, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk benar-benar menemukan keunggulan dan potensi yang mereka punyai. Keunggulan dan keberhasilan yang mereka peroleh tidak serta merta datang begitu saja, melainkan semuanya diperoleh karena akumulasi dari usaha, perjuanga, motivasi, dan ketekunan yang mereka kerjakan bertahun-tahun. Memang, mereka tidak akan sebatas selesai sampai disitu, tapi mereka pasti akan terus tumbuh dan berkembang. Terus berakumulasi, terus tumbuh untuk menjemput keberhasilan yang lain dimasa datang. Keberhasilan itu adalah akumulasi. Penghargaan itu adalah akumulasi. Dan, pengakuan akan potensi dan kapasitas dari orang lain juga adalah akumulasi. Akumulasi yang terus bertambah karena adanya self motivation sebagai pemicu proses keberhasilan dan kesuksesan. 

Siapa kita dimasa datang dapat dicerminkan dari siapa kita sekarang ini. Hari esok adalah akibat dari hari ini. Hari kemarin adalah sebab dari hari ini. Kita akan mendapatkan apa yang layak untuk kita dapatkan. Kita harus terus berusaha agar kita memang layak untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan itu. Dengan menumbuhkan motivasi diri, dengan terus meningkatkan kelayakan diri, dengan terus mencoba, dan dengan terus berproses, sampai akhrinya sesuatu yang diinginkan itu tercapai. Ibarat tetesan air yang kontinyu menetas sedikit demi sedikit kedam ember kosong, jika tetesan air itu terus seperti itu maka suatu saat (pasti) ember akan penuh terisi oleh air. Semuanya adalah akumulatif, pertambahan dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, yang tadinya nol menjadi satu. Atau bahkan sebaliknya, yang dulunya 10 menjadi 9. Tergantung akumulasi positif atau negatif kah yang kita pilih. 

-"Mari terus berpicu, berproses, dan berakumulasi sampai kita layak mendapatkan sesuatu yang memang layak kita dapatkan. We will get what we deserve"-

by: panca dias purnomo

Senin, 01 Agustus 2011

Pendidikan: Pintu Gerbang Menuju Kesejahteraan

Panca Dias Purnomo*

Et Ipsa Scientia Potestas Est. Knowledge is power. Pengetahuan adalah kekuatan. Kalimat luar biasa ini dahulu pernah dikatakan oleh seorang filsuf Inggris, Francis Bacon. Kata-kata ini menjadi sumber inspirasi bagi setiap orang pada masa itu untuk belajar dan menggali pengetahuan sedalam-dalamnya. Karena mereka sadar bahwa sumber kemajuan sebuah bangsa dan peradaban adalah pengetahuan. Itu lah rahasia mengapa bangsa Eropa mengamali momentum kebangkitan ilmu pengatahuan atau “renaisans”: masa dimana kebodohan tergantikan dengan kepandaian. Bangsa yang besar dan maju lahir dari masyarakat yang sadar akan pentingnya pengetahuan. Proses pencapaian pengetahuan ini hanya dapat diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan adalah sumber pengetahuan. Pendidikan adalah sumber dari kekuatan untuk bangkit melawan kebodohan dan ketertinggalan. Karena pendidikanlah, para pendiri bangsa Indonesia sadar akan pentingnya perjuangan menuju kemerdekaan dan karena pendidikanlah manusia dapat memutus tali kemiskinan.

Pendidikan adalah investasi menuju bangsa yang besar. Itulah setidaknya yang diyakini oleh Kaisar Meiji, ketika Jepang mengirimkan puluhan ribu pemudanya setelah perang dunia II untuk belajar di perguruan tinggi terbaik di Amerika dan Eropa, kemudian kembali ke Jepang dan membangun negaranya. Jepang, kemudian menjadi raksasa dunia saat ini. Mahasiswa India yang menuntut ilmu di Amerika merupakan populasi mahasiswa internasional terbanyak kedua setelah China. Setelah mendapatkan gelar, mereka kembali ke India dan membangun negara asal mereka. Hasilnya: India saat ini adalah kekuatan ekonomi baru dunia. China, mengirimkan beribu-ribu rakyaknya untuk menuntut ilmu ke Amerika dan Eropa. Mahasiswa asing yang paling banyak ditemukan di perguruan tinggi Amerika Serikat adalah mahasiswa China. Saat ini, China adalah kekuatan ekonomi yang mengancam hegemoni ekonomi Amerika Serikat. Apakah geliat negara-negara ini muncul begitu saja? Tentu tidak. Negara besar adalah mereka yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi masyarakatnya. Negara besar adalah mereka yang menghargai pendidikan dan orang-orang berpendidikan. Pendidikan adalah sumber kekuatan dan kebangkitan. Lalu bagaimana pendidikan di negara kita (Indonesia)?

Pendidikan tinggi di Indonesia mahal?

Sekarang ini, isu mengenai mahalnya pendidikan tinggi di Indonesia sedang marak dibahas di berbagai media dan komunitas. Pendidikan tinggi yang notabene mampu mencetak generasi-generasi penerus bangsa dianggap hanya bisa diakses dan dinikmati oleh para mereka yang mampu. Benarkah demikian?lihatlah fakta biaya masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur SNPTN di Universitas Diponegoro yang mencapai lebih dari 20 juta. Biaya masuk jalur Ujian Mandiri antara 11 juta sampai 100 juta tergantung jurusan. Universitas Gadjah Mada mematok sumbangan bagi mahasiswa barunya antara 5 juta sampai dengan 100 juta tergantung jurusan yang dipilih. Nilai tersebut belum termasuk SPP yang harus dibayarkan mahasiswa setiap semesternya. Besarnya uang masuk di beberapa perguruan tinggi negeri di Indonesia dinilai beberapa kalangan sebagai hal yang wajar karena perguruan tinggi pasti membutuhkan dana operasional yang lebih besar. Namun demikian, ada juga beberapa kalangan yang menilai uang masuk perguruan tinggi negeri terlalu mahal. Melihat dari beberapa contoh besarnya biaya masuk perguruan tinggi negeri ini dibandingkan dengan kondisi mayoritas penduduk Indonesia, akankah kita masih berpandangan bahwa biaya masuk perguruan tinggi itu wajar?Mari kita lihat.

Benarkan pendidikan tinggi di negeri ini hanya dinikmati segelintir orang saja?

Sekarang, marilah kita tilik jumlah penduduk Indonesia sampai tahun 2010 yang mencapai 237.641.326 (BPS). Dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237 juta, 11,01 juta jiwa (BPS) adalah meraka yang berhasil kuliah sampai perguruan tinggi. Jumlah itu hanya sekitar 4,65% dari total populasi penduduk Indonesia. Cobalah kita lihat jumlah penduduk miskin di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan adalah sebesar Rp. 233.740,- per kapita per bulan. Jumlah penduduk miskin Indonesia (garis penghasilannya dibawah garis kemiskinan) sebanyak 30,02 juta jiwa atau 12,49% dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk miskin Indonesia, 3 kali lipatnya penduduk Indonesia yang berpendidikan sampai ke perguruan tinggi. Masih menurut data dari BPS, mayoritas penduduk Indonesia masih sangat tergantung dari sektor pertanian yang dianggap sebagai sektor golongan rakyat bawah. Sekitar 44% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau 46,7 juta jiwa rakyat Indonesia adalah petani. Lebih dari separuh jumlah petani Indonesia adalah petani gurem dan buruh tani yang kepemilikan lahannya kurang dari 0,5 hektar. Jumlah mereka adalah 38 juta jiwa. Jumlah petani di Indonesia adalah 4 kali lipat lebih jumlah mahasiswa Indonesia. Masih menurut data BPS, pendapatan per kapita penduduk Indonesia tahun 2010 adalah sebesar Rp 27 juta selama satu tahun. Jikalau pun benar data tersebut, maka, dengan masih tingginya angka kemiskinan, mayoritas pekerja Indonesia adalah petani buruh, dan pendapatan perkapita Indonesia sebesar 27 juta/tahun dibandingkan dengan biaya masuk perguruan tinggi negeri yang mencapai 20 an juta lebih (belum termasuk biaya hidup dan SPP tiap semesternya), apakah biaya pedidikan tinggi di Indonesia masih dianggap bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia?Masihkah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mendambakan kesejahteraan dengan janji masa depan lebih baik dengan pendidikan?Sulit untuk mengatakan iya. Jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 4,65%, sangat sedikit sekali bukan?Apakah fakta ini belum meyakinkan bahwa mayoritas rakyat Indonesia takut melanjutkan ke perguruan tinggi karena MAHAL?

Padahal, pendidikan adalah gerbang menuju kesejahteraan yang lebih baik, pendidikan adalah gerbang cahaya dari kegelapan, dan pendidikan adalah pintu menuju bangsa yang maju dan beradab. Sampai kapan mereka harus menunggu sejahtera jika jalan menuju kesejahteraan saja sangat sulit mereka dapatkan. Apakah mayoritas penduduk Indonesia yang mendambakan hidup lebih baik ini harus menjual sawah hanya untuk mendapat gelar sarjana? Jika, akses pendidikan tinggi masih saja sulit didapat oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali yang mayoritas pendapatannya rendah ini, lalu, sampai kapan negara ini akan sejahtera?

Penyediaan pendidikan adalah amanah konstitusi

Salah satu tujuan dan amanah dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini tertuang di teks pembukaan UUD 1945 dan di jabarkan pada pasal 31 UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 2002. Karenanya sudah seharusnya pemerintah berkewajiban menyediakan sarana agar seluruh komponen bangsa dan negara menjadi cerdas. Bagaimana cara mencerdaskan kehidupan bangsa?jawabannya adalah dengan menyediakan sarana dan fasilitas pendidikan. Hal ini seperti tertuang di dalam ayat 1 pasal 31 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan” dan di ayat 3 “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang diatur dengan undang-undang“. Pendidikan adalah cara untuk memperoleh kecerdasan dan karenanya pemerintah berkewajiban menjamin seluruh rakyatnya mengenyam pendidikan dan juga harus menjamin terselenggaranya pendidikan yang bisa dinikmati oleh seluruh rakyat tanpa pandang status apapun. Saat ini tercatat sebanyak 212 perguruan tinggi negeri di Indonesia (termasuk universitas, institut, sekolah tinggi, akademik, dan politeknik) dan terdapat 2.435 perguruan tinggi swasta di seluruh Indonesia. Perbandingan yang sangat jauh bukan? Perguruan tinggi negeri hanya 1/8 dari total perguruan tinggi swasta di negeri ini. Melihat kondisi pendidikan di negara kita berdasarkan fakta dan data diatas, apakah kita bisa mengatakan pemerintah sudah melaksanakan amanah konstitusi dengan baik? Biaya pendidikan, terutama pendidikan tinggi, seharusnya disesuaikan dengan kondisi pendapatan dan kesejahteraan rakyatnya, bukan berpedoman pada yang mampu silakan melanjutkan ke perguruan tinggi dan yang tidak mampu silakan menyingkir. Pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah amanah konstitusi, jika pemerintah tidak menjalankannya berarti ia telah melanggar konstitusi dan melanggar sumpah jabatan.

Apa yang bisa (mahasiswa) lakukan?

BANK KESMA (Kesejahteraan Mahasiswa) dan Advokasi mahasiswa baru: ide kecil untuk membantu mereka yang kurang mampu

Kita (mahasiswa) tidak boleh hanya menjadi penonton polemik mahalnya biaya masuk perguruan tinggi ini. Sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pendidikan dan sebagai bentuk tanggung jawab moral kita sebagai bagian kecil dari penduduk Indonesia yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi dibandingkan yang lain, kita harus mempunyai kesadaran untuk menolong (sebisa kita) mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya masuk perguruan tinggi. Usaha yang bisa dilakukan tidak hanya sebatas pada audiensi dan dialog dengan pihak pengambil kebijakan (rektorat), melainkan kita juga harus bisa menggagas ide dan tindakan untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan finansial dengan cara kita sendiri (baca: mahasiswa). Hal ini bukan juga tanggung jawab mahasiswa yang berkecimpung di organisasi mahasiswa seperti BEM atau pun Senat Mahasiswa, melainkan ini adalah tugas mulia seluruh mahasiswa. Karenanya, Kementrian Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM UNDIP menggagas program BANK KESMA yang sudah muncul beberapa tahun yang lalu. BANK KESMA diharapkan mampu menampung dana mandiri yang dikelola oleh bidang Kesejahteraan Mahasiswa (KESMA) BEM dan kemudian dapat disalurkan kepada mahasiwa yang mengalami kesulitan finansial baik mahasiswa baru maupun mahasiswa lama. Silakan berpartisipasi dengan menyalurkan kepeduliaan Anda untuk kemajuan UNDIP dan Indonesia.

Biaya pendidikan tinggi yang dianggap pemerintah masih wajar dan sebanding dengan biaya operasional perguruan tinggi apakah masih bisa dianggap “maklum” jika menilik data dan fakta kondisi masyarakat Indonesia saat ini?Pemerintah sebagai penanggung jawab penyelenggara pendidikan nasional harus dengan bijaksana menyediakan pendidikan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa pandang status apapun. Ini adalah amanah konstitusi. Selain itu, kita (mahasiswa) tidak hanya sebatas memahami kondisi ini sebagai kondisi “klise” atau “lumrah” semata, melainkan kondisi ini pun juga adalah sebagai tanggung jawab moral kita sebagai manusia yang terlebih dulu berhasil mengenyam pendidikan di perguruan tinggi Indonesia.

Kita berbagi karena Kita CINTA UNDIP.

*Komisi Ahli BEM KM UNDIP 2011


Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu