Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Sabtu, 20 Agustus 2011

Bersinergi Menuju Amosfer Kampus yang Prestatif

Oleh:

Panca Dias Purnomo*

Saya kaget dan tertegun saat membaca sebuah Koran harian daerah yang memberitakan tentang Universitas Negeri Semarang berhasil menjadi juara 3 Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di Makassar baru-baru ini. PIMNAS sebagai Event tahunan yang diselenggarakan DIKTI menjadi ajang bergengsi universitas-universitas di Indonesia untuk memperebutkan gelar sebagai universitas dengan iklim riset, akademis, dan menulis yang paling baik di Indonesia. Menjadi juara dalam even ini jelas akan meningkatkan prestice universitas, prestice sebagai universitas dengan iklim selayaknya universitas: berpikir, meneliti, menulis, dan mengabdikan ilmu kepada masyarakat. UNNES (tetangga kita) yang notabene adalah perguruan tinggi dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan Universitas Diponegoro, nyata-nyata bisa menyabet gelar bergengsi tersebut mengalahkan IPB, ITB, UNAIR, bahkan UI yang dianggap sebagai universitas terbaik di negeri ini. Bahkan UNDIP pun tidak masuk dalam 10 besar pemenang lomba. Tidak Cuma itu, UNNES sudah beberapa kali berhasil meloloskan mahasiswa sampai tahap final pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional, bahkan sempat ada yang menjadi juara 2 MAWAPRES Nasional. Bagaimana dengan UNDIP?

JIka direnungkan lebih dalam, menurut saya, PIMNAS adalah representasi dari iklim riset dan akademis universitas. Sebagai seorang mahasiswa, mahasiswa mempunyai tanggung jawab moral dan intelektual untuk bisa menuangkan ide dan gagasannya dalam bentuk tulisan, kemudian meramunya menjadi solusi inovatif bagi berbagai permasalahan yang dihadapai masyarakat. Saya pernah diberitahu oleh seorang dosen yang kebetulan tidak mengajar di jurusan yang saya ambil tentang makna dari “intellectual responsibility”, artinya setiap mahasiswa dan akademisi berkewajiban menulis dan mensitesiskan tentang mayor ilmu masing-masing sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia. Dapat dikatakan, rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menulis ilmiah merupakan rendahnya tanggung jawab intelektual ini. Rendahnya jumlah proposal Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang dikirimkan maupun yang lolos sampai ajang PIMNAS dapat dinilai sebagai rendahnya pengamalan tanggung jawab intelektual ini. Meskipun jumlah proposal PKM dari UNDIP dari tahun ke tahun menunjukan tren kenaikan jumlah, tapi jumlah tersebut masih kalah dibandingkan tetangga sendiri: UNNES dan juga jika dibandingkan dengan total mahasiswa UNDIP yang ada. PKM yang masuk PIMNAS dari UNDIP jumlahnya tidak terlalu berbeda, hal ini menunjukan peningkatan kuantitas tidak disertai kualitas.

Selain itu, berapa banyak mahasiswa UNDIP yang tertarik mendaftarkan diri dalam kompetisi Mahasiswa Berprestasi di tingkat jurusan dan fakultas?Sangat miris dan ironis lagi-lagi mengetahui faktanya. Saat pemilihan Mawapres tahun 2010 di fakultas saya, untuk angkatan 2007 waktu itu, hanya ada 8 orang saja dari sekitar 400 mahasiswa angkatan 2007 di fakultas saya. Rendahnya partisipasi mahasiswa ternyata tidak hanya di fakultas saya, menurut cerita teman-teman mawapres dari fakultas lain, ternyata partisipasinya sama rendahnya. Bahkan, banyak pula mahasiswa yang tidak mengetahui apa itu Mawapres (parah bukan?). Berbeda dengan beberapa cerita teman saya di universitas ternama lain di Indonesia yang mengatakan bahwa pemilihan mahasiswa berprestasi seperti sebuah kompetisi hidup dan mati. Mawapres yang terpilih akan benar-benar mendapatkan penghargaan. Mawapres adalah prestice yang sangat tinggi. Bagaimana mawapres di UNDIP?

Satu kesimpulan saya setelah melihat berbagai fakta dan realita yang terjadi adalah bahwa atmosfer atau iklim tanggung jawab intelektual di UNDIP ini masih sangat rendah.

Saya sempat berpikir bahwa pencapain universitas tetangga dalam kejuaraaan PIMNAS di Makassar pasti akan (mohon maaf) menampar tepat di muka para pejabat UNDIP untuk berbenah dan mengaca diri, dan membuat gebrakan baru untuk setidaknya mengungguli mereka. Ibarat dalam sebuah cerita dari sebuah dongeng, seorang David yang bertubuh kecil mengalahkan telak Golliat yang bertubuh jauh lebih besar. Atau ibarat Jepang yang bersemangat bangkit setelah hancur luluh lantak karena 2 bom atom yang dijatuhkan tanah airnya. Berhasilnya UNNES menjadi juara umum ke-3 PIMNAS 2011, (seharusnya) ibarat jatuhnya bom atom di tanah UNDIP sehingga membuat seluruh warga UNDIP terutama petinggin-petingginya merasa di tinju telak oleh seorang david. Pencapaian tetangga sebelah ini, bukan hal yang harus dianggap lumrah, namun harus dijadikan momentum agar UNDIP berbenah dan mengevaluasi diri.

Saya pun pernah berdiskusi dengan dekan saya mengenai kondisi fakultas terutama kondisi mahasiswanya yang sangat tidak “greget” dalam mengikuti berbagai kegiatan di kampus. Beliau sempat mengatakan bahwa input atau SDM mahasiswa yang masuk ke fakultas mempengaruhi kualitas dan kondisi fakultas, karena (mohon maaf) banyak mahasiswa yang diterima adalah mereka yang tinggal di Jawa, bukan putra terbaik dari berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dari perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Apakah input yang berpengaruh paling besar terhadap kualitas institusi?Setelah melihat fakta bahwa UNNES yang notabene adalah universitas dengan input mahasiswanya yang (mohon maaf) gradenya lebih rendah dari UNDIP dan pun sebatas dari daerah Jawa Tengah, mampu menjadi juara umum ke-3 PIMNAS 2011, karena itu sepertinya pendapat bahwa input sangat berpengaruh harus ditolak dan dimentahkan. Kualitas dan kondisi perguruan tinggi nyata-nyata sangat dipengaruhi oleh proses yang terjadi didalamnya. Input gradenya boleh rendah, tapi jika proses pembentukan SDM-nya berjalan dengan bagus, maka akhirnya akan tercipta alumni-alumni yang handal dan berkualitas.

Proses ini tidak terlepas dari pembentukan iklim atau atmosfer intellectual responsibility kepada seluruh warga di kampus. Iklim seperti angin, udara, dan oksigen yang selalu menjadi lingkungan dimana kita berada. Iklim meski tidak dapat dilihat, tapi bisa dirasakan. Iklim intellectual responsibility tidak akan pernah bisa terbentuk hanya dari kontribusi dan semangat mahasiswanya, apalagi jika hanya dari pengurus organisasi mahasiswanya. Meskipun mahasiswa adalah jumlah penghuni terbesar di kampus, namun sekali lagi hal itu tidak akan pernah cukup tanpa dukungan dan bimbingan pemanggu kebijakan di tingkat universitas, fakultas, jurusan dan sampai tingkat terkecil: program studi. Dosen pun mempunyai andil besar dalam pembentukan iklim intellectual responsibility karena merekalah yang secara langsung bersinggungan dengan mahasiswa dan yang menanamkan berbagai macam pemikiran kedalam diri mahasiwa. Tidak hanya sebatas pemikiran (knowledge) melainkan juga attitude atau karakter. Elemen penting lainnya adalah pegawai atau staf di lingkungan kampus dimanapun mereka berada. Pembentukan iklim ini adalah bentuk sinergi dan kerjasama antara pejabat kampus, mahasiswa, dosen, dan karyawan. Sehingga, iklim diskusi, iklim prestasi, iklim kompetisi, dan iklim peningkatan kapasitas mahasiswa demi membawa nama harum universitas dan prestice jurusan dan fakultas dapat tercapai. Sekali lagi karena sinergis dan saling mendukung.

Saya masih ingat beberapa cerita teman saya dari universitas lain yang mengatakan bahwa dibalik suksesnya mahasiswa meraih berbagai prestasi sehingga bisa mengangkat nama universitas adalah karena dorongan, bantuan, dan bimbingan dari dosen-dosennya. Seorang teman saya dari Universitas Brawijaya-Universitas yang setiap tahun masuk menjadi finalis PIMNAS dan MAWAPRES Nasional-mengatakan bahwa dosen di UB memberikan dorongan dan bantuan besar sehingga banyak mahasiswa UB berhasil menganggkat nama baik universitas. Selain itu, masih kata dia, dana untuk segala aktifitas mahasiswa (baik kompesisi, delegasi, pementasan, dll) jumlahnya sangat besar. Coba bandingkan dengan yang ada di UNDIP. Setiap tahun, yang selalu dikeluhkan oleh para pengurus organisasi mahasiwa di UNDIP adalah minimnya dana untuk kegiatan mereka. Bayangkan saja, dana untuk kegiatan BEM KM UNDIP selama satu tahun hanya 10 juta, luar biasa bukan???(sangat miris dan ironis). Banyak yang mengeluhkan minimnya dana kemahasiswaaan untuk delegasi komptesi atau kegiatan lain baik dalam maupun luar negeri. Mahasiwa yang akan berkompetesi di luar negeri mengeluh tidak memperoleh dana yang memadai dari universitas. Padahal, ujungnya jika mahasiswa meraih gelar juara di kompetisi tersebut nama universitas yang akan terangkat. Dana kemahasiswaaan UNNES konon kabarnya beberapa kali lipat dari total dana kemahasiswaan di UNDIP. Dana memang bukan segala-galanya, tapi dengan dana, segala-galanya diperoleh. Selian dana, fasilitas kemahasiswaan juga sangat berpengaruh terhadap semangat prestatif mahasiswa. Bagaimana mahasiswa akan membuat program dan ide prestasi jika tempat untuk mengumpulkan ide saja mereka tidak punya?

Ini bukan keluhan atau bukan rengekan, tapi lihat realita di universitas lain yang mampu menganggkat prestasi dan prestice-nya karena prestasi mahasiswanya.

Saya masih pula ingat seorang teman dari Universitas Indonesia yang mengatakan organsisi di jurusannya yang baru 2 tahun berdiri mampu go internasional karena sangat didorong dan dibantu para dosen. Kira-kira bagaimana sikap dosen dengan organisasi mahasiswa di jurusan di kampus UNDIP ini?mendukungkah, membantukah, atau hanya sekedar dianggap angin lalu semata?dan bagaimana sikap para dosen kepada para aktivis pengurus organisasi mahasiswa?(ahh, saya tidak bisa membayangkannya:ironis dan miris). Dukungan dosen, nyata-nyata sangat membantu pengembangan nama besar fakultas dan universitas karena dosen lah yang mempunyai resouces lebih banyak dibandingkan mahasiswanya (resources: uang, link, knowledge, dan skill). Bantuan dosen dalam membantu mahasiswa menemuka judul karya tulis sangat dibutuhkan, bimbingan dosen terhadap mahasiswa yang akan mengikuti kompetisi sangat diperlukan, informasi mengenai berbagai ajang kompetisi dan kegiatan juga dosenlah yang mempunyai. Dengan semangat dari setiap dosen untuk memberikan sumber daya yang mereka punya kepada mahasiswa, akan tercipta iklim prestatif di lingkup (setidaknya) program studi, kemudian jurusan dan fakultas. Lihat saja, program studi atau jurusan yang banyak menghasilkan mahasiswa berprestasi dalam bidang apapun, pasti muncul karena dukungan, bantuan dan motivasi dari dosen-dosennya.

Pembentukan iklim intellectual responsibility dan atmosfer akademik prestatif tidak terlepas dari senergi antara:

  • Dosen,
  • Pejabat kampus
  • Mahasiswa
  • Dan karyawan

Semua komponen ini harus saling mendukung sesuai wewenang masing-masing. Dan yang jelas, semuanya harus diawali oleh para pemangku kebijakan yang mempunyai wewenang membuat peraturan di lingkup kampus. Dosen pun harus sadar bahwa pekerjaan mereka tidak hanya mengajar dikelas dan membimbing skripsi. Mahasiwapun harus berlomba-lomba menunjukan diri menjadi mahasiswa terbaik dan mampu bersaing dengan mahasiswa dari universitas lain. Saya rasa perjuangan mahasiswa UNDIP untuk memajukan universitas baik di intern UNDIP sendiri maupun di berbagai ajang kompetisi di luar UNDIP sudah sangat besar, hanya saja besarnya perjuangan itu jangan hanya dipunyai oleh segelintir mahasiswa saja, melainkan harus dipunyai oleh seluruh mahasiswa UNDIP.

“Musuh” besar kita tidak lagi sebatas jurusan atau fakultas lain di UNDIP ini, melainkan merekalah universitas – universitas ternama lain di Indonesia bahkan dunia, seperti UI, ITB, UGM, IPB, UNAIR, ITS, UNPAD, dan bahkan tetangga kita: UNNES. Akankah kita diam dengan berita-berita prestasi universitas lain? Apakah kita tidak risih dengan berita betapa berprestasi dan membanggakannya pencapaian mahasiswa dari universitas lain?

Mari bersinergi dan saling mendukung untuk mewujudkan iklim prestatif di universitas tercinta kita ini.

Kita bersinergi dan berkontribusi karena Kita Cinta UNDIP

(mohon maaf jika banyak yang salah, ini semata-mata bentuk kontribusi pemikiran saya untuk UNDIP tercinta)


*Mahasiswa Jurusan Perikanan UNDIP 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu