Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Selasa, 30 Juni 2020

Memperbaiki Profil Diri Sendiri

Hi, selamat pagi

Setelah selesai jadi Pengajar Muda awal tahun 2014, saya pulang ke kampung halaman dengan niat untuk rehat sejenak sembari melamar pekerjaan. Saya berharap dapat panggilan secepatnya dan tidak terlalu lama di kampung. Saya sering datang ke salah satu perguruan tinggi swasta di Purworejo agar bisa menikmati fasilitas wi-fi, karena saya butuh untuk melamar pekerjaan. Saya perbaharui CV saya, saya melamar pekerjaan lewat berbagai media, aktif mencari iklan lowongan kerja di internet, dan menelusuri website Career Centre Perguruan Tinggi negeri ternama untuk mencari tau event job fair, atau pun lowongan kerja.

3 minggu berlalu, dan tak ada progress apapun. Saya sejujurnya waktu itu sudah mulai frustasi dan khawatir. Saya pun akhirnya mengontak teman saya yang magang di BNI, mananyakan apakah masih bisa magang juga disitu. Apapun bentuknya, yang penting saya sibuk, pikir saya waktu itu. Akhirnya saya berangkat ke Jakarta, tinggal di rumah kakak, dan magang selama 4 bulan di BNI. Selama magang saya melamar kerja kemanapun yang saya bisa. Pun ternyata gak segampang itu juga dapat kerja. Jurusan dan bidang kerja yang saya minati memang tidak nyambung, itulah mungkin kenapa saya sulit mendapatkan panggilan. Saya pernah juga mengikuti seleksi MT atau semacamnya itu disalah satu perusahaan. Saya mendaftar lewat jobfair di Universitas Indonesia. Itu pun saya tidak lolos. Saya sering gagal di psiko-test. IPK saat S1 saya tergolong tinggi: 3,82, tapi saya tidak pernah merasa saya itu cerdas. Beda ya antara cerdas dan pintar. Saya harus belajar dengan giat dan rajin untuk mendapatkan nilai bagus. Saya punya banyak teman yg sekali mendapatkan materi dari dosen dia langsung paham, sedangkan saya harus belajar dan mendalami secara serius baru saya paham dan ingat. Saya pernah juga dipanggil interview untuk posisi HR officer di salah satu perusahaan media yg cukup ternama. "IPK kamu segini, kenapa kamu gak jadi PNS atau dosen saja?", itu kata si HR-nya. Ya jurusan dan IPK saya mungkin gak terlalu menarik bagi HR untuk menerima saya sebagai tim-nya. Saya tau sejak awal, passion saya jika tidak di akademik ya di bagian HR. Saya gak patah semangat waktu itu. Saya apply kemana saja tiada henti.


Akhirnya saya diterima bekerja di salah satu perusahaan manufacture home appliance di Cikarang. Kata si HR-nya, "kamu diterima karena salah satu faktornya, jurusan kuliah saya juga bukan HR. Jadi saya percaya, meski jurusan kamu gak nyambung, kamu punya passion bekerja di area HR". Saya memulai karir saya sebagai HR dari nol dan tanpa pelatihan dan bekal apapun. Bahkan orang yg merekrut saya untuk menggantikan posisinya keluar 3 bulan kemudian, Manager saya yang sering jadi tempat saya belajar resign 6 bulan kemudian. Praktis akhirnya saya belajar teori dan praktek HR sendirian. Saya banyak baca buku teori dan praktek HR, saya pelajari UU ketenagakerjaan, saya ikuti forum-forum HR, dan saya join berbagai macam training dan seminar tentang HR. 2 tahun 4 bulan saya bekerja di perusahaan itu sebagai HR generalist. Saya kerjain semuanya selain ngitung payroll. Saya butuh challenges baru, dan saya mulai apply kemana-mana. Lagi-lagi, dari lamaran yang saya kirim, sedikit sekali yang nyantol. Sampai sudah terlalu bosannya, saya selalu mengiyakan tawaran dari head hunter untuk interview dengan client-nya. Hingga akhirnya, tanpa saya pelajari profile perusahaannya, saya datang interview.

Tak disangka, saya diterima dan dari situlah saya mulai berkari di perusahaan tempat saya bekerja sekarang ini sejak tahun 2016. Sudah hampir 4 tahun saya bekerja disitu.

Dan saya sadari sejak pengalaman saya dulu, mencari pekerjaan baru memang tidak selalu mudah. Meski kamu melamar pekerjaan yang sepertinya secara pengalaman, title, dan kualifikasi sesuai, itu gak menjamin kamu selalu mendapatkan panggilan tes/ interview kerja.

Meski saya bekerja di HR, dan salah satu makanan sehari-hari saya membaca CV orang, dan memilah mana yang sesuai dan mana yang tidak. Ternyat mengaplikasikannya ke CV sendiri tak selalu semudah itu.

Baru-baru ini saya membantu rekan-rekan di LinkedIn untuk me-review CV dan memberikan saran masukan agar CV mereka lebih baik dan mungkin dapat kesempatan lebih besar untuk dipanggil seleksi. Ditengah pandemi ini, makin sulit memang mencari pekerjaan. Banyak perusahaan yang bisnisnya turun drastis, sehingga berimbas kepada kepada efisiensi biaya. Perusahaan pun banyak yang memilih langkah untuk mengurangi jumlah karyawannya atau sama sekali tidak melakukan penambahan manpower hingga kondisi bisnis membaik. Saya memberi masukan dan saran bagaimana mereka seharusnya memperbaiki CV mereka, baik dari segi tampilan maupun isinya. Mudah bagi saya memberi saran dan masukan untuk memperbaiki CV orang, tapi ternyata gak semudah itu berlaku untuk CV sendiri. Kalau berlaku, seharusnya CV saya pun sudah jadi rebutan banyak perusahaan kan?. hehe. Tapi dari situ saya belajar, bahwa membantu orang tanpa pamrih itu menyenangkan. Meski saya belum dapat kabar kalau orang yg saya review CV-nya mendapatkan panggilan atau kerja baru, namun setidaknya ucapan terimakasih mereka sudah cukup bagi saya.

Pun semoga itu menambah amal baik saya yang dapat membantu saya kemudian hari, ya kan?.

Saya berpikir ditengah pandemi ini, pasti banyak orang kesulitan. Saya sendiri kena dampaknya langsung: gaji dipotong, bonus di kurangi, namun syukur saya masih dapat THR, meski cicilan ini-itu masih banyak tapi ya syukur saya masih bisa makan sehari-hari. ANak istri saya tidak kelaparan. Itu saja sudah alhamdulilah sekali. Makanya saya berharap sekali, kondisi ini secepatnya berlalu dan perekonomian kembali berputar seperti sedia kala.

Sembari menunggu kesempatan itu datang, saya pun berkomitmen untuk meningkatkan kompetensi saya. Saya baru-baru ini mengikuti sertifikasi HR secara online. Saya sengaja cari yang murah meriah. Karena saya sadar saya harus membayar biaya pelatihan itu sendiri. Saya gak bisa membayangkan saya minta kantor untuk membiayai pelatihan dan sertifikasi saya, karena saya pasti sudah males duluan memberi penjelasan ini itu sekedar hanya untuk mengikuti pelatihan yang biayanya sejuta saja gak sampai. Saya ingat pernah meminta mengikuti pelatihan yang saya analisa itu saya butuhkan untuk pekerjaan saya, malah yang saya terima pertanyaan bertubi-tubi tentang usul saya dan rekomendasi yang gak jelas arahannya, akhirnya saya berjanji dalam hati, saya gak akan minta pelatihan apapun selain saya dikasih. Saya akan membayar pelatihan dan sertifikasi saya sendiri.

Saya ingat mantan Manager saya bilang, kamu lengkapi sertifikasi profesi kamu. Makanya kenapa saya ambil S2 MM jurusan Human Capital dan sekarang mengejar beberapa sertifikasi yang terjangkau, karena pengalaman saya dulu yang setiap kali melamar pekerjaan, orang akan mempertanyakan jurusan saya. Saya merasa beruntung bisa mencapai karir di HR setinggi sekarang, dengan melihat sejarah dan jurusan saya, ya sangat beruntung. Karena itu, saya gak mau itu terulang. Makanya saya bersiap diri untuk menyelesaikan S2 saya, mencari sertifikasi profesi posisi saya saat ini, meski saya tau itu tidak murah. Tapi insyaALLAH suatu ketika saya akan mendapatkan kesempatan itu. Melengkapi syarat dasar hingga orang tak pernah ragu lagi mengenai keahlian kita.

Teori dan sertifikat memang penting, tapi itu semua tak akan berguna tanpa pengalaman langsung dilapangan. Semua harus dikombinasikan agar kita memiliki ilmu sebagai akademisi sekaligus sebagai praktisi. Gak cuma jago ngomong text book tapi tau bagaimana mengimplementasikannya.

Salam





-Catatan Perjalanan Hidup-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Jangan Baper - Jangan baper kalau kerja. Hubungan antar manusia di tempat kerja, entah dengan rekan, bawahan atau atasan, gak selamanya baik-baik saja. Hubungan kerja, sa...
    4 tahun yang lalu