Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Minggu, 12 Juni 2011

Tolong Jangan Tilang Saya Pak Polisi

Aku bangun terburu - buru pagi ini. Terdengar dengan jelas, seperti biasa, alarm dari hanphone Samsung-ku. Ya, aku ada janji untuk menemui dan bersilaturahmi dengan temanku di Solo. Segera saja, aku bergegas keluar kamar untuk mengambil ari wudhu. Sholat subuh, kemudian mandi. Selesai merapikan diri, berbusana rapi, dan siaplah aku untuk pergi hari ini. Ingin sekali meminta teman sebelas kamar untuk sekedar mengantarkanku ke tempat biasanya bus berhenti, atau sms teman atau adek kelas untuk mengantar diriku. Namun kata hati berkata "jangan", "tidak, ini kan hari minggu". Dorongan itu semakin kuat ketika melihat deretan di kamar kosku masih gelap (kalian tahu maksudnya kan?^^).

Segera saja aku berjalan keluar pagar--yang Alhamdullilah sudah ada yang membuka sepagi ini--untuk menuju jalur angkutan umum. Berganti angkutan umum dua kali akhirnya sampailah aku di tempat pemberhentian bus Semarang--Solo terdekat. Tidak seperti bus jurusan Semarang --Purworejo (kampung halamanku) yang seringnya sangat susah ditemui, bus Semarang-Solo sangat gampang dijumpai. Kamu gak harus nunggu hingga bermenit-menit. Seketika turun dari angkutan umum, aku langsung naik ke dalam bus yang aku cari. Bus hijau ber-AC yang masih sepi penumpang.

Tiba di kota Solo, aku disambut oleh kedua orang temanku. Teman lama yang pernah menjadi teman seperjuangan dan seperjalanan dulu saat 2 bulan lebih sedikit kami merantau di negeri orang. Hari ini, kami bertemu kembali. Mengharukan sekaligus menyenangkan. Meski belum lama kami berpisah, namun kerinduan itu sudah nyata terasa dalam hatiku. Mereka adalah orang-orang hebat yang pernah aku kenal. Setelah berbasi-basi bertanya kabar dan membicarakan banyak hal, akhirnya aku dan salah satu temanku yang belum pernah ke Solo memutuskan untuk segera pergi.

Dengan modal pinjaman motor salah satu teman beserta STNK-nya, kami pergi ke Kampung Batik Laweyan untuk mengantar foto. Aku kebetulan memang sedang tidak membawa SIM-C karena sengaja aku tinggal di Rektorat sebagai jaminan LPJ kegiatanku tempo dulu. Kami putuskan aku yang membawa motor, karena aku sudah cukup lumayan tahu jalan-jalan di kota ini dibandingkan temanku yang belum tahu benar. Dengan menampik perkataan temanku untuk berhati-hati karena siapa tahu nanti ada razia polisi, aku melenggang biasa saja tanpa merasa ada sesuatu yang akan terjadi.

"Ini STNK dan kuncinya". kata temanku, "bawa SIM kan?", tanyanya.
"Enggak, SIM ku ada di rektorat ig. Sante aja ya, emang biasanya ada razia to?" kataku santai.
"Yaaa, enggak juga si. Siapa tahu ada razia. Kalau nanti ada razia, kalian buru-buru tukeran aja ya?" temanku memberikan saran.
"Sippppp"

Aku sudah lumayan hafal memang menelusuri jalan kota Solo. Berbelok kekanan saat melihat tugu di tengah jalan, lurus terus hingga aku melihat tulisan di gapura "kampung laweyan". Tiba sudah aku di gerai batik yang aku tuju. Setelah selesai dengan semua hal yang kami perlukan, kami putuskan untuk makan siang. Melewati jalan utama, pusat kota Solo, kami menuju tempat makan di dekat jembatan di depan Balai Kota Solo. Selesai makan, kami bergegas menuju ke Masjid Agung Surakarta untuk sholat dzuhur. Kami melewati alun-alun keraton, menelusuri jalan didepan keraton yang disamping kiri kanannya adalah tembok tinggi. Mungkin jaman dulu ini adalah benteng pertahanan, aku pikir. Jalan berbelok ke kanan dengan tajam, tanpa sedikitpun aku bisa tahu ada apa di ujung jalan itu karena tertutup oleh benteng raksasa di kananku. Tiba-tiba.

"Ohhh, *******, polisi. Mampus, kenapa di saat-saat begini" didalam hati aku berkata. Aku mencoba bersikap tenang sebisa mungkin. Menyembunyikan kekhawatiran bahwa uangku akan melayang hari ini dengan sia-sia. Seorang polisi menyuruh kami berhenti. Berjubel motor didepanku antri menunggu pemeriksaan. Orang-orang berdiri sambil mengambil dompet mereka, menunjukan surat-surat yang diminta polisi. Terlihat kesibukan jalan dimana-mana. Pengendara motor sibuk berbicara dengan sang polis. Tapi, tak sedikitpun bisa aku dengar. Aku hanya bisa mendengar ribuan kalimat didalam otaku yang tidak jelas maksudnya apa. Aku berusaha untuk segera berganti posisi dengan temanku, karena dia yang membawa SIM. Tapi terlambat, seorang polisi segera menyadarinya.

"Mau ke mana Mas?". Tidak aku jawab, karena aku tahu ini hanya pertanyaan basa-basi yang sudah sering aku dengar dari polisi yang sedang bertugas.
"STNK dan SIM nya mas?" mimik mukanya tampak dibuat ramah. Keramahan palsu, aku pikir. Gugup dan grogi sudah seluruh tubuhku, hatiku semakin tidak karuan. Namun seperti polisi ini, aku berpura-pura tersenyum dengan ramah. Keramahan palsu, sekali lagi. Kekhawatiranku semakin bertambah, kalian tahu, hanya tersisa 70 ribu saja didalam dompetku. Getir dan runyam akan jadinya. Sesegera mungkin aku tampik perasaan itu, karena saat itu juga, hanya satu yang aku pikirkan dan inginkan: Enyah dari hadapan orang-orang ini.
"Saya tidak bawa SIM pak", sambil menyerahkan STNK motor pinjamanku setelah si polisi bertanya mana SIM-nya.
"KTP?", si polisi bertanya kemudian.
"Ada pak, ini , silakan" dengan mimik muka seramah mungkin meski sulit dengan menahan amarah dan khawatir didalam hati (hehe).
Aku digelandang (seperti buronan) ke pinggir jalan, menuju sebuah mobil patroli polisi yang disesaki dengan orang-orang yang jelas bermasalah (mungkin tidak membawa STNK atau SIM, atau bahkan keduanya). Terdengar suara ribut saling saut menyaut, suara angkat dimana-mana, suara wanita yang sedang melakukan pembelaan, suara polisi laki-laki yang sok tegas, dan suara orang-orang disekelilingku yang semakin membuatku segera ingin hengkang dari tempat itu. Aku memang selalu berharap kalau diriku ini tidak berurusan dengan polisi atau pegawai pemerintahan. Sangat rumit, menjenuhkan, dan seringnya menyebalkan. Aku hanya ingin segera urusan itu cepat selesai. Aku hanya berdiri diam saja, aku males untuk berbicara, aku pun tidak akan pernah beralasan karena tidak ada guna, sampai seorang polisi bertanya berapa nomer plat nomer motor yang aku bawa.

"6489" aku jawab dengan enteng. Aku tahu dari hasil percakapan polisi dengan banyak orang di sekelilingku, kalau ingin barang yang mereka sita segera dikembalikan, mereka harus membayar 50 ribu. Sudah terbayang uang 50 ribu yang aku bawa akan segera melayang. Aku tahu kalau aku salah, aku pasrah.

"Ini STNK dan KTP kamu". Sesegera mungkin setalah aku pegang kedua barang itu, aku langsung mengeluarkan uang 50 ribu dari dalam dompet dan segera menaruhnya diatas buku si polisi.

"Terima kasih pak, semoga harimu menyenangkan" kalimat terakhir dan aku pun segera berlalu.

Segera aku ambil motorku kembali dan segeralah aku hengkang dari pemandangan yang tidak ingin lagi aku lihat. Kondisi dan suasana yang tidak ingin lagi aku alami, berurusan dengan pelayanan pemerintah adalah hal yang mungkin tidak sangat aku inginkan.

Beberapa hal yang bisa dijadikan pelajaran :
>>> Jangan pernah menyepelekan surat-surat kelengkapan kendaraan bermotor anda, bawalah selalu dimanapun dan kapanpun anda pergi..hoho.Karena jika anda lalai sedikit saja, anda akan mudah jadi mangsa empuk polisi..hehe

>>>Kalau jelas bersalah, gak perlu lah nyari alasan untuk berkelit. Ndak ada manfaatnya. Aku memang salah, melanggar peraturan pemerintah. Tidak perlu lah orang yang jelas sudah salah berkilah tidak bersalah. Tidak perlu juga melakukan pembelaan diri dengan berkata dengan ribuan kata kalau jelas sudah bersalah. Itu tidak akan mengubah apapun.

>>>Sampaikan terima kasih kepada polisi Indonesia yang telah berhasil membuat pengguna jalan semakin was-was dan waspada, jikalau tiba-tiba ada razia.

>>>Satu pelajaran lagi, jika ingin dihargai oleh masyarakat, oleh orang lain, maka hargailah masyarakat dan orang lain. Jangan mengharap penghargaan dari orang lain, jika pelayanan kepada orang lain sebagai tanggung jawab kerjanya (melayani masyarakat) tidak dilakukan dengan sebenarnya. Kalian pasti bisa menilai sebaik apa pelayanan publik di negeri ini bukan?

Wallohualam.

Panca DP

4 komentar:

  1. hehe..ku juga punya pengalaman seru di kampung batik Laweyan..^^

    BalasHapus
  2. tapi bukan ditangkap polisi...^^...hampir saja tersesat di kota orang, namun ga jadi, dink...ga segan bertanya ma pak polisi, hihi..

    BalasHapus
  3. Hehe....awas ati-ati kalo mau tanya jalan ma pak polisi, siap tahu malah diminta nujukin STNK and SIM dulu tuh...^^
    Bukan segan kali, tapi "males" kali...hehe

    BalasHapus
  4. daripada tersesat ga taw jalan?!
    ^^

    eh, panca, klo ada waktu ikutan lomba nulis, yuk..
    ni ku kasih linknya..
    http://aniamaharani.blogspot.com/2011/06/lomba-menuliskisah-nyata-dunia.html

    BalasHapus

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu