Aku sebenarnya tidak pernah menargetkan atau merencanakan bakal menjadi seorang Pengajar Muda di Indonesia Mengajar. Aku tahu program ini pertengahan tahun 2011, saat temanku memberi tahu adanya program Indonesia Mengajar. Setelah itu, aku sering melihat informasi tentang Indonesia Mengajar di beberapa toko buku, internet, dan televisi. Awal tahun 2012, ketika aku memasuki masa akhir skripsiku aku mulai tertarik dengan program ini. Dan ketertarikan itu mengubah semuanya. Ya, aku menjadi Pengajar Muda angkatan V sekarang. Pencapain yang tidak aku rencanakan secara matang. Karenanya, aku mulai sering merenung dan berpikir, apakah arti dari pencapain ini?Apa makna menjadi Pengajar Muda?alias menjadi guru SD selama satu tahun di pelosok Indonesia?. Kedengarannya tidak se-wah memang dibandingkan dengan pekerjaan di kota, bank, kantor, atau pun CPNS. hehe.
Ketertarikan itu bermula karena aku merasa perlu untuk memberikan sesuatu yang bermakna dan real kepada sekitarku sebelum aku benar-benar mapan bekerja nanti. Aku ingin meninggalkan jejak yang berarti bagi negara dan masyarakat ini dengan memberikan apapun yang aku bisa. Idealisme selama kuliah ternyata masih mendesak-desak dalam diriku. Aku ingin berkontribusi untuk negeri kelahiranku. Dan ketika aku berhasil melakukannya, aku akan sangat puas sekali. Ada kepuasan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata ketika kita berhasil melakukan sesuatu yang berarti bagi oranglain. Aku ingin sedikit menolong masyarakat di pelosok sana agar dapat melek dunia, agar anak-anak penerus bangsa di pelosok negeri juga mempunyai mimpi besar sebesar anak-anak di kota.
Aku suka tentang apapun yang berbau inspirasi. Aku ingin menginspirasi mereka biar mereka mempunyai mimpi yang akan mereka perjuangkan. Motivasiku di Indonesia Mengajar juga adalah rasa syukurku. Rasa syukur karena selama ini aku hidup bergelimang kemudahan. Orang tuaku adalah petani dan hidup didesa, karena itu aku merasa seperti perlu untuk membalas segala nikmat yang aku rasakan ini dengan sedikit membantu mereka yang hidup jauh dari kemudahan. Gelar sarjana adalah sesuatu yang sangat bernilai di keluarga petani sepertiku, aku ingin melakukan sesuatu dengan gelar ini sebagai rasa syukurku kepada Tuhan.
Aku suka tentang apapun yang berbau inspirasi. Aku ingin menginspirasi mereka biar mereka mempunyai mimpi yang akan mereka perjuangkan. Motivasiku di Indonesia Mengajar juga adalah rasa syukurku. Rasa syukur karena selama ini aku hidup bergelimang kemudahan. Orang tuaku adalah petani dan hidup didesa, karena itu aku merasa seperti perlu untuk membalas segala nikmat yang aku rasakan ini dengan sedikit membantu mereka yang hidup jauh dari kemudahan. Gelar sarjana adalah sesuatu yang sangat bernilai di keluarga petani sepertiku, aku ingin melakukan sesuatu dengan gelar ini sebagai rasa syukurku kepada Tuhan.
Saat mengisi formulir aplikasi, motivasi itu tidak sedalam ini, namun setelah dinyatakan diterima, motivasi dan niatku sudah bulat meskipun ada beberapa hal yang kurang enak yang aku dengar dari lingkunganku. Tenang, cuma beberapa kok, tidak banyak.
Seperti apa yang disampaikan Bapak Anies Baswedan di sambutan pelepasan Pengajar Muda angkatan I (kalau tidak salah): Soekarno dan pendiri bangsa Indonesia lainnya sebenarnya bisa memilih untuk bekerja sebagai insiyur saja dan hidup sejahtera dengan gaji tinggi daripada menggunakan sumberdayanya untuk memperjuangkan martabat dan kehormatan bangsa Indonesia. Ya, mereka mempunyai pilihan untuk hidup mapan dan nyaman, tapi lihat apa yang mereka pilih?. Mereka memilih bergerak, menyingsingkan lengan baju, memberikan apapun demi tanah air mereka. Dalam konteks sekarang ini, aku pikir, mereka yang mendaftarkan diri sebagai Pengajar Muda adalah mereka yang memilih untuk meninggalkan kenyamanan mereka dan beralih kepada perjuangan memajukan bangsa dalam keterbatasan. Sebenarnya, mereka bisa saja memilih untuk mendaftar kerja di perusahaan bonafit bergaji tinggi di kota.
Aku kira bagi Pengajar Muda tidak lah sulit menembus persaingan sebagai pegawai di perusahaan bonafit, BUMN, atau pun sektor pemerintahan. Tapi mereka memilih menjadi Pengajar Muda yang akan ditempatkan di daerah pelosok jauh dari akses apapun. Bagiku, ini adalah nilai-nilai perjuangan mengisi kemerdekaan yang tiada kira besarnya. Mereka melakukan sesuatu yang nyata dan rela bersusah-susah demi mewujudkan janji kemerdekaan kita, alih-alih hanya menyibir atau malah egois menggunakan gelar sarjananya untuk kemakmuran pribadi.
Salah seorang temanku, Pengajar Muda V, malah mengatakan jika menjadi Pengajar Muda adalah bentuk ketidakwarasan alias para PM adalah orang yang tidak waras. Aku lumayan setuju dengan perkataan temanku itu, karena PM adalah jalur hidup yang tidak biasa bagi kebanyakan sarjana atau bahkan manusia. Jadi guru SD di pelosok?, haduh kedengerannya gak banget deh. Begitu mungkin kebanyakan orang menilai pekerjaan menjadi PM ini. PM itu tidak waras? ya memang. Kata temanku PM V yang lain, menjadi PM itu tidak sesuai dengan mainstream kebanyakan orang. Mainstream pada umumnya adalah setelah sarjana ya mencari pekerjaan di kota, diperusahaan besar, bergaji tinggi, dan seterusnya. Benar sekali jika temanku bilang menjadi PM itu keluar dari mainstream atau paradigma berpikir kebanyakan orang. So, menjadi PM memang (sedikit) tidak waras. ;-D.
Bahkan ketika aku dirumah dan ditanya tetanggaku, aku mengalami kesulitan untuk menjelaskan tentang Indonesia Mengajar dan apa sejatinya tugasku. Untuk lebih mudahnya, akhirnya aku sering mengatakan kepada orang yang bertanya kepadaku bahwa aku akan menjadi guru SD di daerah terpencil yang susah segala macamnya. Mereka kemudian akan bilang "oohhh, guru SD". Sering setelah itu aku pun tersenyum kecil mendengar jawaban mereka. Aku sering menebak apa yang dipikirkan mereka mendengar jawabanku?. Respon mimik muka yang mereka tunjukan sepertinya bisa memberi petunjuk jika mereka heran mengapa cuma jadi guru SD di daerah terpencil (lagi). Gak ada keren-kerennya sama sekali (hee). Kuliah dan jadi sarjana kok malah cuma jadi guru SD di pelosok?, mungkin begitu pikir tetangga-tetanggaku ini. Bahkan, kakak keempatku pun tidak habis pikir dengan keputusanku. Beliau sedikit mempertanyakan keputusanku memilih jalan ini. Kira-kira apa juga ya tanggapan keluargaku yang lain saat aku mengatakan kepada mereka kalau aku akan jadi guru SD di pelosok?. Entahlah, mari kita lihat saja nanti.
Dengan alasan-alasan seperti itu diatas, seharusnya sedikit sarjana yang mendaftarkan diri sebagai PM bukan?. Tapi jangan salah, faktanya ribuan sarjana dari seantero Indonesia ingin bergabung menjadi PM. Menurut buku Indonesia Mengajar 2, sejak 2010 sebanyak 26.263 sarjana Indonesia mendaftar dalam program ini dan sebanyak 241 terpilih sebagai Pengajar Muda. Jika dihitung rasionya adalah 1: 109, artinya untuk menjadi seorang PM, Anda harus bersaing dengan 109 sarjana yang lain. Setiap tahun jumlah pendaftar semakin meningkat. Bahkan katanya (belum ada data valid) angkatanku yang mendaftar ada 10 ribuan orang. Woow. Apakah ribuan anak muda ini tidak waras semua?.
Bagiku, ini memberikan bukti bahwa anak-anak muda Indonesia, sarjana Indonesia masih banyak yang peduli dengan kondisi bangsa ini. Mereka haus akan ruang dan kesempatan untuk menyalurkan kontribusi real mereka kepada bangsa dan negara tercinta. Ini juga bukti bahwa anak muda Indonesia tidak cuma pandai beretorika semata, tapi mereka juga mau untuk bersusah payah turut serta memajukan dan membangun negara ini. Mereka tidak cuma bisa menonton dan menikmati gelar sarjana mereka, tapi mereka sebenarnya mempunyai motivasi besar untuk mengabdikan diri untuk tanah airnya. Masih banyak orang yang benar-benar mencintai tanah air Indonesia ini.
Bagiku, ini memberikan bukti bahwa anak-anak muda Indonesia, sarjana Indonesia masih banyak yang peduli dengan kondisi bangsa ini. Mereka haus akan ruang dan kesempatan untuk menyalurkan kontribusi real mereka kepada bangsa dan negara tercinta. Ini juga bukti bahwa anak muda Indonesia tidak cuma pandai beretorika semata, tapi mereka juga mau untuk bersusah payah turut serta memajukan dan membangun negara ini. Mereka tidak cuma bisa menonton dan menikmati gelar sarjana mereka, tapi mereka sebenarnya mempunyai motivasi besar untuk mengabdikan diri untuk tanah airnya. Masih banyak orang yang benar-benar mencintai tanah air Indonesia ini.
Budaya yang harus dibangun dikalangan muda Indonesia adalah bukan lagi jamannya menyalahkan atau mengutuk keadaan, tapi saatnya bergerak melakukan sesuatu nyata untuk perbaikan bangsa dan negara.
Ya, menjadi seorang PM tidak hanya tentang pengabdian namun juga adalah tentang kehormatan. Kerhormatan karena kita adalah segelintir anak muda Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk membantu memapah bumi pertiwi ini agar dapat berjalan dengan kokoh bahkan berlari menyongsong masa depan yang cerah. Meskipun tidak hanya melalui Indonesia Mengajar ini kita bisa memberi kontribusi untuk negeri, tetapi menjadi bagian dari Pengajar Muda dalam gerakan Indonesia Mengajar artinya kita telah bergabung dalam barisan pasukan gagah berani yang memperjuangkan kejayaan bangsa dan negara. Beruntunglah kita yang memilih jalan ini, semoga ALLAH memberikan petunjuk jalan kebenaran selalu kepada kita. Begitu juga aku berdoa semoga ALLAH senantiasa menunjukan jalan kebenaran dan kebaikan dalam setiap jengkal perjalanan hidupku. Amin.
Bagaimanapun, ini adalah sebuah bakti pada negeri yang seharusnya tidak ada keraguan akan ini atau perlu diragukan. Menjadi Pengajar Muda adalah tentang nilai-nilai, bukan cuma tentang profesi. Salam Pengajar Muda!.
~Catatan Perjalanan Hidup~
Keren dan Salut Mas,
BalasHapusInsya Allah pilihan menjadi PM adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini dan masa depan,
Trust Me,, :-)
"Menolong Tanpa Minta Nama, Tuhan Beserta Kita"
Salam,
Suhar
Baru ngeh, ternyata komennya sama spti di note FB, hee..
Hapusthanks mas suhar, sampai bertemu tanggal 10 sept ya
di tempatkan dimana, Mas?
BalasHapusKakak kelas ku jg jdi PM angkatan I, skrng Mas Panca.. hehe
semoga dilancarkan Mas :)
Belum tau dek, mungkin nanti baru dikasih tau pas pelatihan..
HapusTerimakasih ya dek.. ;-D