Sudah tidak lagi dapat saya bayangkan berapa jam saya telah
habiskan untuk sekedar hidup di dunia ini. Saya telah mengabiskan masa sebanyak
23 tahun lebih 9 bulan berada diatas muka bumi. Perjalanan waktu yang sudah cukup
lama dan dengan usia sebanyak itu, sudah seyogyanya saya telah melakukan atau
memberi sesuatu untuk kehidupan ini bukan?. Saya sering tidak sadar betapa
hari-hari cepat sekali berganti. Hingga tidak saya sadari bahwa jatah saya
hidup di dunia ini terus berkurang. Dan apa saja yang telah saya lakukan?. Malu
rasanya untuk mengatakannya; saya merasa belum melakukan apapun bahkan untuk
orang-orang dekat disekitar saya.
Pikiran seperti itu sering saja muncul dalam kepala saya
terutama setelah bertemu dengan beberapa orang inspiratif dalam serangkain
materi training Intensif Indonesia Mengajar. Salah satu materi training yang
sangat saya senangi adalah saat forum leadership. Dalam seminggu, minimal satu
orang inspiratif yang telah memberikan sesuatu perubahan real di masyarakat
didatangkan oleh Indonesia Mengajar untuk berbagi cerita dengan kami. Orang
pertama adalah Mas Leon, usianya sekitar 26 tahun, alumni Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Ia memutuskan untuk mundur dari McKensey, perusahaan
multinasional yang cukup terkenal dan akhirnya mendirikan Koperasi Kasih
Indonesia (KKI). Koperasi ini sistem kerjanya seperti Grameer Bank di
Bangladesh yang diinisiasi oleh seorang penerima penghargaan Nobel, Muhammad
Yunus.
Bisnis seperti ini umumnya disebut sebagai sosio-entrepreneur alias wirausaha
berbasis sosial. Bisnis ini tidak sekedar mengejar keuntungan semata seperti
korporasi kebanyakan, melainkan ia juga ingin mengubah kondisi masyarakat
sebagai basis keuntungan mereka. Sistem bisnis seperti ini nampaknya makin
menjamur terutama di kalangan pengusaha muda di Indonesia yang ingin turut
serta membantu menyejahterakan masyarakat alih-alih mengejar keuntungan
perusahaan saja.
Idealisme untuk fokus pada pengentasan kemiskinan dan
membantu orang-orang yang belum beruntung, menguatkan niat Mas Leon untuk
mendirikan KKI. Dengan idealisme dan integritas-nya, ia telah memberikan
sesuatu untuk manusia lainnya.
Orang kedua adalah Amellia Agustin, gadis remaja berumur 16
tahun yang akrab dipanggil Ratu Sampah oleh teman-temannya. Gadis yang masih
duduk dikelas 11 SMA di Kota Bandung itu pernah menjadi nara sumber di program
Kick Andy Metro TV. Ia bersama
teman-temannya menjalankan gerakan Zero
Waste School yakni gerakan untuk mengedukasi dan mengajak siswa-siswa sekolah
untuk peduli terhadap kebersihan lingkungan. Berkat konsistensi dan
sustainabilitas-nya, gerakan ini semakin besar dan berhasil mengajak banyak
orang untuk peduli terhadap isu sampah. Hal itu pula yang akhirnya membawa Amel
meraih berbagai penghargaan. Selain peduli tentang sampah, Amel juga memberikan
perhatian di dunia pendidikan. Ia bersama teman-temannya sering mengajar
anak-anak dengan metode kreatif baik di sekolah maupun di jalanan. Ia banyak
bercerita tentang lingkungan hidup melalui gerakan yang ia inisiasi juga yaitu
Bandung Bercerita.
Saya cukup tertampar waktu mendengar presentasinya, betapa
di usianya yang masih sangat muda yang mana kebanyakan ramaja di usianya masih
sibuk dengan cinta-cintaan, ia justru malah telah memberikan sesuatu untuk
lingkungan sekitarnya. Ya, di usia 16 tahun ia telah melakukan perubahan dan
manfaat nyata bagi orang-orang disekitarnya.
Ia telah mempunyai semangat untuk memperbaiki kondisi sekitarnya dengan
perbuatan nyata di usia yang masih belia. Saya sangat salut dengan
kepribadiannya, dan setingkat lebih salut kepada kedua orangtua serta guru-guru
yang mendidiknya.
Di usia yang semuda (16 tahun) itu saja ia telah memberikan
sesuatu yang nyata, lantas bagaimana dengan saya yang sudah berumur 23 tahun
ini?. Ketika saya memikirkannya, rasa-rasanya saya pantas untuk malu. Nyaris
semua aktifitas saya selama ini murni untuk kepentingan diri saya pribadi.
Orientasi untuk melakukan sesuatu demi orang lain kok rasanya tidak ada dalam otak saya. Saya sangat malu rasanya.
Apa arti hidup ini jika tidak bermanfaat bagi orang lain?. Apa artinya umur
jika sepanjang itu kita tidak menggunakannya untuk hal yang berguna bagi orang
lain?. Sejatinya kita tidak akan bisa hidup tanpa orang lain bukan?, lalu
mengapa kita masih saja egois?.
Jika mereka saja bisa, tentu saja saya atau kita pun pasti
bisa. Tentunya tidak dengan cara dan jalan seperti mereka yang telah memberikan
kontribusi nyata itu, minimalnya kita bisa melakukannya dengan cara dan jalan
kita sendiri. Banyak sisi kehidupan yang dapat kita isi dengan kontribusi nyata
kita.
Seperti kata seorang teman saya, jika jatah usia kita adalah
63 tahun (seperti Rasulullah), kita bisa mendonasikan sedikit jatah usia itu
untuk kepentingan orang lain. Misalnya 7 hari menjadi relawan di lokasi
bencana, sebulan menjadi relawan guru, maupun dalam bentuk-bentuk lainnya.
Seharusnya, kita cukup malu jika tidak mulai bergerak,
karena Tuhan telah memberi nikmat yang begitu besar sepanjang perjalanan usia
kita ini, bahkan hingga detik ini. Kontribusi kita adalah bagian dari rasa
syukur kita. Syukur karena telah bergelimang nikmat, sehingga seharusnyalah
nikmat-nikmat itu kita bagikan kepada orang lain disekitar kita yang mungkin
tidak seberuntung kita.
Semoga ada sesuatu nyata yang bisa saya berikan untuk
orang-orang disekitar saya sepanjang usia saya ini. Amin
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar