Materi malam ini kembali membuka mata saya tentang makna
tersembunyi dari mengapa saya memutuskan mendaftar dan akhirnya diterima di
Indonesia Mengajar. Mungkin jawaban seutuhnya dari ini semua belum dapat terlihat
sekarang. Entah, saya terkadang masih heran dan bertanya-tanya, mengapa saya
berada disini, diantara ke 52 calon pengajar muda angkatan 5. Saya masih
sedikit tidak percaya bahwa saya akan mengajar anak-anak di sekolah dasar.
Namun, malam ini, Dik Doang, berhasil menggerus tuntas keraguan dalam hati saya
tentang jalan yang saya pilih ini. Saya juga belajar tentang ikhlas, dan rasa
cinta.
Seperti yang juga dikatakan
Dik Doang, semoga niat untuk mengabdi dan memberi kepada tanah air ini menjadi
salah satu jalan menghambakan diri kepada Allah swt. Kepada NYA semata,
seharusnyalah semua tertuju. Bukan tentang kepentingan pribadi, dunia, bahkan tahta.
Cukuplah Tuhan untuk semuanya.
Saya kembali diingatkan pula tentang makna ikhlas. Pekerjaan
saya ini bisa dikatakan atau mungkin kata kebanyakan orang adalah sangat tidak
mengenakkan. Saya akan hidup di daerah yang serba terbatas. Ya, saya dipastikan
akan hidup jauh dari kota, mungkin tidak ada listrik, dan sinyal telefon. Nomor
satu yang harus dipunyai oleh setiap orang yang akan mengalami itu adalah
ikhlas. Ikhlas menjadi sangat penting karena sebenarnya kesempatan untuk hidup
di kota, bergelimang kemudahan, dan berpendapatan tinggi terbuka lebar didepan
mata, namun orang seperti itu rela hidup di pelosok dengan dikelilingi berbagai
keterbatasan.
Ikhlas artinya kita menerima apapun yang dikasih Tuhan apa
adanya tanpa berkomentar maupun melakukan sesuatu yang merugikan kemudian hari.
Ikhlas itu legowo, menerima apa adanya. Ikhlas akan membantu manusia menjadi
makhluk yang mengeluarkan aura positif dalam setiap kehidupannya.
Saat ia sakit, ia ikhlas karena ia tahu setahu tahunya jika
sakit adalah bentuk cinta Tuhan kepadanya karena dengan sakit Tuhan ingin
membuat manusia dekat denganNYA. Saat ia jatuh miskin, ia legowo karena ia tahu
sedalam-dalamnya jika Tuhan ingin membuatnya dekat dan pandai bersyukur. Saat
ia kaya, ia sadar sesadar-sadarnya bahwa harta bendanya bukan miliknya,
melainkan hanya titipan dari Tuhan semata. Karenanya ia gunakan harta itu untuk
kepentingan di jalan ALLAH. Awali setiap langkah kita dengan keikhlasan. Ikhlas
yang akan membuat hari-hari kita menggembirakan dan positif karena kita selalu
memandang semua peristiwa dalam hidup ini sebagai kehendak Yang Maha Kuasa dan
IA pun mempunyai tujuan tersendiri dibaliknya.
Saya ingin menjadi pribadi yang ikhlas. Menerima apapun
dengan lapang dada dan kepenuhan rasa syukur. Ikhlas bahwa ini memang jalan
yang sudah digariskan Allah untuk saya, sehingga saya harus yakin jika dengan
ini Allah ingin mengajarkan saya tentang sesuatu yang belum saya tahu, tapi
yang pasti sesuatu yang terbaik untuk saya. Letakkan ikhlas itu didepan, jangan
ditengah atau di belakang. Ikhlas di awal akan membantu kita membuka kelapangan
jalan Tuhan yang lain.
Tidak perlu galau atau gelisah dengan tujuan hidup, selama
kita menggantungkan semua keyakinan, cinta, harapan, bahkan ketakukan kita
kepada Sang Pencipta maka hari esok pasti sepastinya adalah yang terbaik untuk
kita. Saya sangat berharap, saya bisa menjadi manusia seperti itu, yang
menggantungkan semuanya hanya kepada Allah swt. Menjalankan tugas sebagai
pengajar muda di pelosok nan jauh disana, semoga dapat memperkokoh singgasana
Allah sebagai tujuan akhir hidup saya. Bukan dunia, karena jika kita mengejar
dunia niscaya kita akan mendapatkannya namun itu kecewa dan penyesalan lah
ujungnya. Dunia ibarat nenek tua, dari jauh terlihat menawan namun dari dekat sangat
mengejutkan. Dunia tidak lah abadi. Karena keabadian yang sesungguhnya adalah
akhirat.
Tuhan itu menyukai kesunyian. Ingat waktu dimana Tuhan
sangat menganjurkan kita untuk berdoa?. Salah satunya adalah saat tengah malam,
yakni saat sebagian besar manusia tertidur. Tengah malam ketika kegelapan
menyelimuti bumi. Sunyi, senyap, dan hanya suara alam raya menemaninya. Hanya
orang-orang istimewa yang mampu bangun ditengah kesunyian seperti itu dan
menyembah serta mengagungkan nama NYA. ALLAH sangat mencintai manusia yang
secara konsisten melakukannya. Tengah malam penuh kesunyian adalah waktu bagi
Tuhan untuk berjumbu dengan hamba-hamba NYA.
Kesunyian sangat dekat dengan sepi, dan sendiri. Kehidupan
di kota sulit untuk merepresentasikan kesunyian karena ia selalu ramai dan
sesak. Kehidupan di pelosok yang jauh disana sangat lekat dengan kesunyian.
Saat saya ditempatkan di tempat yang jauh nantinya, saya akan hidup di
tengah-tengah kesunyian. Tempat yang sunyi sangat membantu kita untuk
mendekatkan diri kita kepada Sang Maha Kuasa.
Kedekatan kita dengan alam akan
mampu mengasah rasa betapa menakjubkannya alam raya ini. Ditengah kesunyian,
panca indera, pikiran, dan hati kita akan mudah tersadar bahwa kita telah hidup
dalam gelimang nikmat dan kemudahan. Nikmat dan gelimang kemudahan dari Yang
Maha Pemberi tentunya. Kemudian kita pun akan semakin tersadar bahwa sesering
itu pula kita lupa untuk mensyukurinya meski sekedar ucapan ‘Alhamdullilah’ di
bibir saja. Sangat sering malah kita menggunakan nikmat dan kemudahan-kemudahan
itu untuk secara sadar atau tidak menjauh dari DIA; Sang Maha Pemberi. Ketika
kesunyian itu saya dapatkan, ketika keterbatasan itu saya rasakan, satu
karakter yang ingin sekali saya tancapkan kembali dan saya pelihara adalah rasa
syukur saya atas semua yang sudah DIA berikan selama ini.
Rasa syukur dan ikhlas akan mengajarkan kepada kita makna
hidup sesungguhnya di dunia ini. Ia akan membuat kita tidak lagi silau dengan
apapun yang bersifat duniawi. Ia tidak mengejar harta, ia juga tidak berharap
jabatan. Ia bisa dan justru berharap hidup dengan sederhana dan apa adanya
saja. Tidak usah neko-neko alias macam-macam. Cukuplah Tuhan dan ridhonya yang
jadi acuan. Saya sungguh-sungguh sesungguhnya, ingin sekali menemukan dan
mempertahankan rasa itu selama di penempatan nanti. Saya ingin belajar banyak
tentang syukur dan ikhlas selama saya di tempatkan di lokasi mengajar. Setelah
penempatan saya ingin sekali berubah menjadi pribadi yang rendah hati,
sederhana, pandai bersyukur, ikhlas dan tentunya hanya menyandarkan hidup
kepada Sang Maha Pemberi Hidup. Semoga jalan sebagai Pengajar Muda ini akan
membawaku kepada harapan saya itu.
Amin,
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar