Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Jumat, 05 Juli 2013

Sekolahku Ingin Bicara

Jujur saja, aku ingin bercerita kepadamu. Bagimu mungkin ini tidak menarik, apalagi kalau kau membandingkannya dengan cerita lain dari dunia-dunia yang ditumbuhi hutan beton. Cerita tidak semenarik itu. Aku cuma hidup di tengah dunia yang ditumbuhi hutan kelapa, pepohonan. Ketika malam pun di sekitarku gelap. Aku sempat mempertanyakan buat apa aku diciptakan di atas tanah ini. Kemudian aku sadar, penciptaanku dilandasai sebuah tujuan sangat mulia. Dan ternyata, aku bukan hanya satu. Aku banyak. Aku hanya satu diantara tak terhitung banyaknya yang sepertiku di seluruh lingkaran bumi ini. Bahkan yang sepertiku sudah ada semenjak jaman dulu kala. Karenanya, demi sebuah tujuan penciptaan yang mulia itu, dengarkan aku, lihat aku, agar kau tidak hanya tau cerita 'aku' lain di tengah hutan beton--yang apa?emm, apa kau sebut itu namanya?oh ya, modernitas. Karena aku pun sama saja, sejatinya, dengan mereka

----------------------------
Aku berdiri kokoh, indah, dan (aku bisa menyombongkan diri untuk hal ini) megah di sebuah petak tanah yang cukup luas. Diantara setumpukan benda keras lain yang dirakit diatas tanah. Disini, aku bisa berbangga diri. Aku lah yang paling bagus, rapi, luas, dan permai diantara rumah-rumah manusia di desa kecil ini. Bagaimana tidak?. Kulitku cerah. Berbagai macam warna ada disana. Beraneka rupa gambar terlukis dengan indah, membuat setiap pasang mata selalu memandangku. Aku kokoh dan kuat karena aku dibuat dari bahan terbaik. Tidak akan ada angin yang bisa menyelinap masuk melalui kulitku, kecuali lewat lubang angin yang sengaja ditaruh disana. Aku juga punya sebidang tanah. Rapi tertutup rumput. Aku dijaga berkeliling oleh barisan benda keras lain yang membuatku merasa nyaman dan aman. Aku bisa sedikit sombong, diantara 'aku' yang lain di luar sana, tubuhku-badanku, tidak lah terlalu buruk.Usiaku bisa sangat lama dengan badanku yang seperti ini. 


Isi didalamnya pun tidak seburuk yang mungkin pernah kau bayangkan tentang aku yang tumbuh ditengah pulau. Aku bisa jadi tempat yang nyaman untuk berpijak dan duduk. Aku bisa membuat orang yang masuk kedalamku, lupa akan hal menarik lain di luar sana. Aku adalah 'aku' yang sempurna dari luar dan dalam. 
-------------------------------
Dan tahukah kawan? ditempat aku berdiri sekarang inilah, sebuah janji hebat dan dasar yang mulia saat aku dibangun dulu itu dilaksanakan: mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka bilang, ditempatkulah ini anak-anak bangsa menimba ilmu. Ditempatku ini pula sebuah cita-cita digoreskan pertama kali oleh anak-anak manusia. Dari tempatku ini, masa depan manusia digantungkan. Ditempatku ini, manusia mungil itu belajar demi cita-cita dan mimpi, agar mereka bisa jadi manusia yang mampu mengubah dunia. Atau setidaknya mengubah nasib bangsa ini menjadi lebih baik. Atau, ahh, tidak usahlah muluk-muluk, membuat mereka bisa menulis, membaca, dan berhitung. Itu saja cukup. 

Ditempatku ini manusia belajar. 

-------------------------
Pagi selalu kunanti. Saat mentari keluar dari peraduan, ketika langit di timur berubah keemasan. Anak-anak bergegas pergi ke sungai, mandi. Rimba hutan hijau pepohonan jadi saksi semangat mereka tiap pagi. Pakain putih-merah berderet-deret mendekat. Bahagiaku melihat anak-anak mulai mendatangiku. Senyum nampak dari tiap wajah. Mereka pergi menjumpaiku setiap awal hari. Pintu gerbang dibuka dan mereka akan berlari-lari menyapaku. Berkumpul di tanah luasku, dan bermain sembari menunggu sebuah bunyi tanda mereka harus mulai aktivitas yang sepakat mereka sebut 'belajar'. Aku senang dengan anak-anak. Mereka membuatku menjadi berarti, ya mereka membuatku sempurna. Apa gunanya aku tanpa mereka. 

Mereka akan sangat khusuk menunggu hingga ada seorang dewasa datang ke tempatku. Orang dewasa yang akan mengajak mereka masuk kedalam ruanganku dan memberi sesuatu untuk mereka ketahui. Orang dewasa itu adalah guru; digugu dan ditiru. Kata manusia, ia adalah  sumber contoh, ilmu, dan apapun yang ingin kau tau tentang hidup. Ia corong ilmu pengetahuan, sekaligus kepribadian. Orang dewasa ditempatku adalah tokoh sentral. 

Anak-anak akan sabar menantikan kehadirannya. Dan tahukah kawan? mereka, anak-anak ini, tidak pernah tahu sampai kapan mereka akan menunggu, sampai orang yang mereka nanti datang. Atau mungkin mereka tak merasa sebenarnya menunggu, karena mereka akan terus bermain dan bermain. Bukankah anak-anak memang ditakdirkan untuk bermain?. 

Matahari semakin meninggi. Aku semakin ramai dikerumuni anak-anak. Mereka bermain apa saja, melakukan apa saja, dan berlarian kemana-mana. Setidaknya di awal hari aku tak pernah merasa kesepian. Tawa dan canda anak-anak selalu membuatku merasa lebih hidup. Bukan suara tangis, atau malah makian, bentakan demi bentakan yang ingi aku dengar. Itu semua membuatku layu dan takut. Aku ingin, ditempatkulah anak-anak ini bahagia. Ditempatkulah anak-anak menemukan keceriaan. 

Dalam ketidakpastian apakah orang dewasa yang mereka tunggu akan datang atau tidak, waktu terus berjalan. Waktu tidak pernah berhenti bukan?. Matahari semakin terik, orang dewasa tidak juga muncul. Anak-anak tetap bermain, makin berkeringat. Kapan ia akan datang?. Entahlah. Aku tak pernah bisa menjanjikan apa-apa bagi anak-anak ini. Semangat mereka pergi ketempatku tak bisa ku balas dengan apa-apa selain dengan kehangatan menerima mereka. Seandainya mereka tahu. Sebenarnya, orang dewasa yang dinanti ini yang punya kuasa. 

Nah, itu akhirnya ia datang. Mentari sudah meninggi. Aku tetap senang dia datang. Waktu terus berputar. Anak-anak duduk rapi di dalam ruangan. Mereka mendengarkan dan melakukan apa yang orang dewasa itu lakukan. Anak-anak, penerus bangsa ini, sedang belajar di kelas. Meskipun aku percaya belajar itu bisa dimana saja. Aku paling senang bagian ini. Karena tanpa ada interaksi antara orang dewasa dan anak-anak di tempatku, aku bukanlah aku. Selain itu, waktu anak-anak pun tidak habis sia-sia. Belajar membuatku mempunyai jiwa, ruh, rasa serta tujuan. Aku mayakini, itu yang diinginkan oleh manusia yang dulu mendirikan aku dan 'aku-aku' yang lain. 

Aku tak tahu bagaimana rasanya anak-anak kalau orang dewasa ini tidak datang. Anak-anak masih sering sulit mengutarakan perasaan. Aku pun tak mungkin bertanya. Aku hanya senang bila orang dewasa datang, anak-anak ada, dan mereka saling berinteraksi sesuai tujuan penciptaanku. Bagaimana rasanya jika si orang dewasa tidak datang?. Jujur saja, aku sedih. Kau tahu, setiap manusia yang sedang belajar mengeluarkan aura biru keemasan di sekitar tubuhnya dan otaknya bercahaya. Hangat pun menyelimutiku. Nah, ketika si orang dewasa tidak datang, aura itu tidak bisa kulihat apalagi kurasa. 

Waktu anak-anak terbatas. Mereka akan meninggalkanku. Sendiri lagi. Mengahbiskan sisa hari yang masih panjang tanpa ada gelak tawa dan hangatnya aura belajar. Tawa anak-anak mengembang lebih lebar tiap kali kulihat mereka pulang. Mereka belajar banyak, meski tak sedikit, saban hari waktu mereka habis hanya untuk menunggu si orang dewasa datang. Atau waktu terus memburu, tanpa ada aura hangat belajar, karena si orang dewasa lebih memilih menikmati permainya pagar pohonku. Aku pun tak bisa berbuat banyak. Aku hanya bisa diam. 
-------------------------
Aku melihat harapan tiap kali anak-anak pergi pulang. Harapan yang lebih baik di masa datang, setidaknya di desa kecil tempat aku berdiri sekarang. 
------------------------------

Ada bagian dariku yang jadi tempat meletakkan tumpukan-tumpukan kertas berisi tulisan dan gambar-gambar. Anak-anak senang sekali melihat-lihat kertas-kertas itu. Anak-anak menamainya buku. Seperti yang sering juga aku dengar dari banyak orang dewasa, bahwa buku adalah jendela dunia. Kamu bisa tahu apa saja, tanpa harus bepergian, hanya dengan membaca buku. Buku jadi alat paling penting untuk belajar. Tanpa buku, belajar jadi tak sempurna. 

Tempat penyimpanan buku ini selalu ramai oleh anak-anak. Tapi entahlah bagaimana, buku yang anak-anak ini baca, banyak yang sudah usang. Jumlahnya pun tidak banyak. Aku cuma bisa berandai, buku di tempatku makin beragam dan baru supaya jendela ilmu anak-anak terbuka selebar-lebarnya. Meski begitu, lagi-lagi aku tak bisa berbuat banyak. Itu kuasa si orang dewasa. 

Bagi kamu yang membaca ceritaku, jangan bandingkan dengan cerita apapun karena tiap cerita punya ceritanya sendiri. Pun aku sudah katakan, apa yang kuceritakan ini tak akan se-wah 'aku' lain di tanah yang lain. 
----------------------------------

Ya, namaku adalah sekolah. Sama seperti di belahan dunia lain, cuma aku berdiri di atas tanah (yang kata banyak orang pintar) terpencil. Apakah aku salah berdiri di tanah ini?. Apa aku salah jika aku juga ingin didengar dan diperhatikan?. Bukankah aku sama saja seperti 'aku' lain di pulau seberang sana?. Oh Tuhan, aku cuma ingin jadi 'aku' yang sebenarnya, seutuhnya. 'Aku' yang esensi. 

Sederhana saja. Aku ingin aku yang sempurna. Orang dewasa, anak-anak yang sedang belajar setiap hari tanpa waktu anak-anak habis hanya buat menunggu dan bermain serta buku yang membuat belajar mereka makin sempurna. Karena, ditempatkulah ini janji mencerdaskan bangsa disemaikan.

-Catatan Perjalanan Hidup-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu