Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Kamis, 31 Oktober 2013

Perjumpaan Terakhir

Simbok, begitulah biasanya saya memanggil dirinya. Beliau adalah nenek saya, nenek dari bapak. Nama asli beliau adalah Semini, namun keluarga besar kami, termasuk saya, memanggil beliau dengan sebutan Mbok; Mbok Djoyo, karena nama kakekku (suaminya Mbok) bernama Djoyo Semadi. Ya, seperti lazimnya keluarga Jawa tempo dulu, kami memakai Mbok untuk memanggil mama/ibu. Hari Minggu yang lalu (27 Oktober 2013) sekitar pukul 01.00 WIB, beliau telah menghembuskan nafas terakhir. Selesai sudah perjalanan 90-an tahun hidup di alam fana ini. Beliau resmi menghadap sang Maha Pencipta di alam keabadian, meninggalkan anak, cucu, dan cicit--seluruh keluarga besar kami. 

Ada banyak cerita tentang firasat. Firasat akan datang ketika seseorang yang kita sayangi mengalami sesuatu. Entah betul atau tidak. Namun yang pasti, perasaan saya sepanjang Sabtu sore hingga malam kemarin sangat tidak mengenakkan. Hati saya berasa gugup dan gelisah. Saya tidak tahu, itu terjadi begitu saja. Esok harinya, saya mendapat sms bertubi-tubi dari kakak-kakak saya. Jaringan di kampung sehari sebelumnya eror, sms-sms hari sebelumnya baru saya terima esok paginya. "Mbok sudah kritis" sms kakak pertama saya terbaca pagi sekitar pukul 07.00 WIT. Sekitar jam 09.00, kakak keempat saya sms "Mbok sudah meninggal". Saya sedang berada di luar rumah saat itu, dan tanpa sadar mata saya tiba-tiba berair. Saya langsung berjalan cepat menuju Sekolah untuk mencari sinyal yang lebih baik. Sepanjang perjalanan, memori otak saya tidak hentinya menampilkan kembali potongan demi potongan tentang Mbok. Tiba di sekolah, ditemani oleh seorang murid saya, mataku makin deras berkucuran air.  

Foto keluarga saat Idhul Fitri 2008. Mbok masih tinggal di rumah Bapak saya sebelum tahun 2010 pindah ke Jakarta.
Saya teringat ketika dulu semasa kecil saya sering tidur dan bermain di rumah Mbok. Rumah Mbok tidak jauh dari rumah saya--atau rumah Bapak saya tepatnya. Semenjak Mbah Kakung saya meninggal saat saya masih kelas 6, saya dan kakak-kakak saya bergantian menemani Mbok tidur di rumahnya. Setelah hari menjelang malam, kakak saya akan menyalakan obor lalu mengajak saya pergi ke rumah Mbok. Sebelum tidur, saya kecil sering meminta Mbok bercerita tentang masa penjajahan. "Jaman Jepang, meski sebentar, tapi lebih kejam dibanding Belanda. Jepang tidak segan-segan mengambil paksa beras sampai semuanya habis" kisah Mbok dan itu masih saya ingat sampai sekarang. 

Sepulang sekolah, saya dan teman-teman akan bermain di sekitar kampung. Ketika haus, lapar atau capek, saya dan teman-teman akan menghambur ke rumah Mbok. Minum, makan, atau sekedar istirahat. Oh.....ya, saya juga senang mandi dirumah Mbok karena air sumurnya dingin dan segar. 

Saat hari raya Idhul Fitri, rumah Mbok akan ramai karena anak dan cucu Mbok--paklek, bulek, dan sepupu-sepupu saya pulang kampung. Semua berkumpul di rumah Mbok. Saya sering enggan berkumpul karena malu-malu. Sepulang sholat Idh, kami akan berkumpul di rumah Mbok. Sungkeman, maaf-maafan dan makan-makan. Setelah itu, tidak pernah absen Mbok akan membagi-bagikan sangu (uang jajan) kepada kami, cucu-cucu mereka. Saya masih merindukan masa-masa itu. Entah bagaimana, saya merasa beliau sayang sekali kepada saya. 

Hingga akhirnya, Mbok mulai sakit-sakitan. Sekitar tahun 2005 beliau pindah kerumah Bapak. Waktu itu, menjelang kenaikan kelas II SMK. Saya sering membantu mengambilkan makanan, minum, hingga menyapu kamar Mbok. Saya melakukan apa yang diminta Mbok. Bahkan pernah beliau melarang saya melakukan sesuatu karena kata beliau itu adalah tugas Bapak saya :-D. Pertengahan 2007, ketika saya harus pergi ke Semarang untuk melanjutkan sekolah, saya ingat Mbok mengatakan ini (tentunya dalam bahasa Jawa) "Semoga lancar ya Mo (beliau memanggil saya Nomo), bisa jadi Sarjana terus jadi orang. Mbok mungkin sudah tidak bisa melihat kamu lulus". Tidak hanya ketika pertama kali berangkat, beliau selalu mengulang kalimat itu ketika saya sesekali pulang. Dengan jawaban yang sama, saya membalas "Enggak Mbok, Mbok masih sehat kok.....pasti Mbok bakal ngeliat saya lulus nanti". 

Dan Alhamdulillah...saya bisa bertemu Mbok setelah saya lulus tahun lalu, meskipun saya menemui beliau bukan dirumah saya, saya tetap bahagia karena akhirnya dengan bangga saya dapat mengabari Mbok langsung bahwa "SAYA sudah SARJANA". 

Namun, ternyata itu adalah pertemuan terakhir saya dengan beliau :-{

Walaupun beliau sudah tidak bisa lagi banyak bergerak, mata dan wajahnya sudah tidak sesegar dulu, tapi beliau masih bisa mengenali saya. Bahkan tidak jarang kakak saya, sepulang dari mengunjungi beliau, selalu bercerita bahwa Mbok sering menanyakan kabar saya.     

Ya, perjumpaan terakhir saya dengan Mbok adalah Idhul Fitri 2012, satu tahun lalu di Bekasi. Saya sedikit menyesal karena lebaran tahun ini saya tidak sempat sungkeman dengan beliau saat saya cuti kemarin. Sebenarnya, saya sudah membuat rencana untuk mengunjungi beliau sepulang dari Halmahera Selatan Januari tahun depan. Saya ingin sungkeman lagi dan berharap dapat memberi sedikit sangu buat beliau. 

Tapi, sekarang apa daya, rencana tinggallah rencana. Rencana sungkeman dengan Mbok ke Bekasi harus berubah menjadi sungkeman ke Purworejo. Sungkeman bukan pada jasad yang masih bernafas melainkan pada jiwa beliau yang senantiasa hidup. Beliau sekarang sudah nyaman beristirahat selamanya di samping mendiang Mbah Kakung. 

Hanya serangkai doa dan untaian salam selamat yang bisa saya berikan buat Mbok. Semoga Arwah Mbok diterima di sisi Allah SWT. 

Jasad dan ragamu mungkin sudah menghilang--mati namun cerita dan nasehat-nasehatmu selalu hidup dalam hati dan memori kami. Kau adalah leluhur dan akar keluarga kami. Tanpa peluh dan kerja kerasmu tak mungkin pohon bertumbuh. Tidur yang tenang, karena pohon-pohon itu sekarang akan dan terus berbuah. Berbuah diatas akar kokoh dan tanah yang subur. Engkau dapat tersenyum bangga dan bahagia melihat hasil kerja kerasmu itu. 

Mbok Djoyo diakhir masa hidupnya

-Catatan Perjalanan Hidup-

5 komentar:

  1. Innalilahi wa inna ilaihi Rajiun

    BalasHapus
  2. innalillahi wa inna ilaihi ra'jiun.. Semoga beliau tenang di sisi Allah..

    Membaca kisahmu jadi ingat ma pertemuan terakhirku ma nenekku (Ibu dari Ayah) di Garut (http://aniamaharani.blogspot.com/2010/02/last-my-grandma.html)
    Sempat menyesal juga karena mengambil liburan singkat di rumah nenek saat itu. T-T

    BalasHapus
  3. Terimakasih teman-teman..mohon doanya ya semoga beliau diterima di sisi Allah swt

    BalasHapus
  4. innalillahi wa inna ilaihi raji'un,.
    semoga diterima disisi allah swt, dan digolongkan kepadanya orang2 yang masuk ke dalam surgaNya, amin,..3x
    sabar ya mas,. lebih semangat lagi,.

    BalasHapus
  5. innalillahi wa inna ilaihi raji'un,.
    turut berduka maz,, maz,, sampean manggilnya ke nenek sama kyk aq,, aq juga manggil ibunya bapak q "mbok",, jadi kangen beliau,, smoga nenek kita ditempatkan di sisi Allah yang paling indah,, amin

    BalasHapus

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu