Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Selasa, 25 Oktober 2011

Korelasi Posisi dengan Ego?

Sebelum pergi merebahkan diri diatas tempat tidur, aku ingin menulis tentang sesuatu hal yang cukup menggelayut  didalam pikiranku. Meskipun belum terlalu lama hal itu aku pikirkan. Tapi hal itu semakin hari semakin kuat ingin aku tuliskan. Bermula ketika aku berkunjung ke rumah dosen waliku didaerah Jakarta Timur. Aku banyak berdiskusi dengan beliau. Semakin kuat lagi setelah beberapa kali, sepertinya, aku melihatnya baik langsung maupun tidak. Dan, sepertinya aku pun juga merasakan dan mengalaminya sendiri. Apakah itu?Aku sedang berpikir dan mencoba menganalisa "Apakah posisi seseorang dalam organisasi (entah mahasiswa, swasta, pemerintah) menentukan tingkat 'ego' seseorang itu?", "Apakah ada korelasi antara keduanya?"

Posisi disini maksudku adalah jabatan dalam hierarki sebuah organisasi. Ego disini yang aku maksud adalah sifat egoisme atau merasa "paling" dibandingkan yang lain, sehingga cenderung ingin menang, merasa benar, dan meminta orang lain untuk mematuhinya.

Aku memang belum pernah membaca penelitian tentang hal itu. Sudahkah ada orang yang meneliti tentang hal seperti itu?

Adakah korelasi antara tingkat jabatan seseorang dengan ego-nya?. Apakah semakin tinggi posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi ego-nya?Atau kah seperti apa hubungan antara kedunya itu?

Aku masih ingat ketika berdiskusi dengan dosenku itu, kami sedang berdiskusi tentang perbaikan manajemen birokrasi di kampus. Kemudian beliau bertanya: "Apakah kamu yakin saat kamu menjadi dekan atau malah rektor, kamu bisa mendengarkan ide dari dosen lainnya atau bahkan para mahasiswa?. Apakah kamu masih akan se-semangat ini saat kamu berada di posisi atas?". Jujur, waktu itu aku gelagepan untuk menjawab pertanyaan dosenku yang nampaknya sangat sederhana itu. Namun, kalau dipikirkan secara mendalam, pertanyaan itu adalah salah satu pertanyaan tersulit yang pernah aku hadapi. Kenapa?Karena membayangkan berada pada posisi atas, kemudian mencoba berpikir seperti selayaknya orang yang berada di bawah, memang sangat sulit dilakukan. Apalagi jika sudah dihadapkan pada kondisi atau realitas yang 'ternyata' berbeda dari apa yang dipikirkan saat masih di posisi bawah. Sepertinya demikian bukan?

Ada petikan kalimat yang cukup menarik dari novel Tere-Liye berjudul Ayahku (Bukan) Pembohong pada halaman 185, kalimatnya seperti ini "Kekuasaan itu cenderung jahat dan kekuasaan yang lama akan cenderung lebih jahat lagi. Semua orang cenderung pembantah, bahkan untuk sebuah kritikan yang positif, apalagi sebuah tudingan serius berimplikasi hukum, lebih keras lagi bantahannya...........tidak ada yang lebih merusak dibandingkan anak pintar yang tumbuh jahat"

Terlepas ini adalah kalimat dari sebuah novel fiksi bukan buku referensi ilmiah, tapi kalimat ini cukup dapat memberikan pencerahan kepada kita bahwa kecenderungan seseorang adalah untuk men-defense diri, apalagi bagi mereka yang mempunyai kuasa. Mereka akan merasa paling dari segalanya. Paling ingin dipahami karena "ini lho gue ketua", paling ingin disesuaikan karena "ini lho saya atasan kamu", dan paling ingin dibenarkan karena "saya adalah bos-nya".

Benarkah? 
Benarkah yang dikatakan sipenulis di novelnya itu?"Orang cenderung pembatah"?Apalagi jika dia adalah orang yang berada di posisi atas atau mempunyai kekuasaan?Semakin membantah-kah dia?Meskipun kritikan positif?

Aku kemudian teringat kembali dengan apa yang dikatan dosen wali-ku ketika itu, beliau mengatakan "Apakah kamu yakin bisa menerima saat kamu menjadi dekan atau rektor, salah satu mahasiswa-mu mengatakan seperti apa yang kamu katakan sekarang ini?" . Kemudian beliau bertanya lagi "Coba pas kamu jadi ketua BEM, terus ada yang protes atau mengkritik kinerja kamu. Sikap kamu bagaimana?". Aku  menjawab bahwa aku akan mengatakan argumenku. Kemudian, setelah berdiskusi cukup panjang dengan beliau, aku sadar bahwa aku memang cenderung melindungi pendapatku, bertahan dengan argumenku, dan mencoba men-defense diri. Seketika itu, aku sadar. Aku mendapatkan inspirasi.


Memory saat LPJ akhir tahun BEM fakultasku sekitar awal tahun 2011. Aku, secara de jure dan de faqto, adalah ketua, maka aku banyak men-defense diri dari kritikan positif dari Senat waktu itu. Aku merasa "sedikit tidak terima" dengan apa yang Senat katakan. Bahkan kembali melayangkan kritik kepada mereka. Akhirnya terjadilah saling kritik. Meskipun akhirnya, semuanya tersenyum dan saling berjabat tangan seperti biasanya. Ya, aku merasakannya sendiri. 

Jadi, bagaimana teman, Apakah posisi atau jabatan mempengaruhi tingkat ego manusia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Jangan Baper - Jangan baper kalau kerja. Hubungan antar manusia di tempat kerja, entah dengan rekan, bawahan atau atasan, gak selamanya baik-baik saja. Hubungan kerja, sa...
    4 tahun yang lalu