Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Minggu, 25 Desember 2011

Pemuda Penjual Mie Ayam yang Bijaksana


Oleh: Panca Dias Purnomo

Umurnya baru 20 tahun, tapi wajah dan tubuhnya telah menampakan kematangan bagi seorang pemuda seusia dirinya. Kulitnya sawo matang, wajahnya tirus panjang, badannya tidak tinggi dan pendek, tapi nampak terlalu kurus dibandingkan tinggi badannya. Kepalanya selalu ditutup dengan topi hitam bertulis "Skyter".
Wajah dan badan pemuda tanggung itu sepertinya dapat membohongi setiap orang tentang berapa usianya. Perawakannya nampak sudah banyak melalui perjuangan hidup yang membuatnya terlihat lebih 'dewasa' dari pemuda seusianya.
Wajahnya mengeluarkan aura kedewasaan seorang pria. Pembawaannya selalu tenang, bahkan cenderung pendiam. Tersenyum ramah kepada siapa saja. Mendengarkan pembicaraan setiap orang dengan baik tanpa menyela. Terkadang sibuk dengan pekerjaannya, dan terkadang berkumpul dengan orang lain sambil sesekali tersenyum ketika yang lainnya tertawa.Siapa yang dapat mengira umurnya baru 20 tahun? Betapa orang yang pertama melihatnya bisa dengan mudah tertipu dengan perawakan dan pembawaannya.
Dialah lelaki penjual Mie Ayam keliling di sekitar komplek perkantoran itu. Aku pun juga tidak akan mengira jika usianya baru 20 tahun seandainya tidak aku beranikan diri untuk bertanya langsung kepadanya.Sampai pada suatu sore hari, saat sepi pembeli, aku bertanya kepadanya:
"Aa (panggilan orang Sunda untuk lelaki yang lebih tua), kamu lahiran tahun berapa?"
Sambil membersihkan sisa-sisa mangkok bekas pelanggannya, sambil sedikit menoleh kepadaku, ia menjawab: "91"
Aku sedikit terperanjat, seketika aku berkata dalam hati, pemuda yang aku pikir jauh lebih tua dari aku ini, ternyata dua tahun lebih muda dariku. Sungguh, perawakan dan pembawaanya sudah pantas untuk manusia dengan usia kepala 3 atau akhir 20-an.
Aku semakin salut dan kagum dengan sosok pemuda didepanku ini. Pada usia 20 tahun, dia sudah bekerja sendiri seperti ini. Sedangkan aku?Lihat pada usiaku sekarang, aku masih minta duit sama orang tua. Betapa malunya aku ketika membandingkan diriku dengan pemuda ini, pikirku. Setelah itu aku pun tahu, bahwa dia sudah sejak kecil tidak hidup bersama kedua orangtuanya. Orang tuanya tinggal jauh di luar kota. Dia bekerja sebagai pedagang Mie Ayam gerobak sejak satu tahun yang lalu. Dia hanya dibayar 1000 rupiah untuk setiap mangkuk Mie Ayam yang terjual, dan sisanya harus ia kembalikan kepada bos-nya Mie Ayam. Aku pun semakin tahu, betapa kehidupannya tidak semudah seperti yang aku punya.
Hingga kekagumanku pada pemuda ini semakin besar, yaitu pada suatu sore menjelang maghrib ketika kami sedang berbincang bersama disamping gerobak Mie Ayam-nya, dibawah rintik hujan.
"Allah itu Maha Adil, Dia menciptakan manusia ada yang baik, ada yang jahat. Ada orang kaya baik, ada orang kaya jahat. Ada orang miskin baik, ada orang miskin jahat. Makanya dunia ini seimbang. Ya kan?"
----------------------------------------------------
"Enggak semua orang kayak gitu tho mas?Kan ada juga yang baik. Sifat orang itu beda-beda mas. Ya, anggep aja itu emang sikapnya seperti itu. Anngap aja itu sebagai motivasi, pemicu semangat biar lebih baik"
--------------------------------------------------
"Ya tergantung kita yang menerima juga si Mas menyikapi sikap orang yang seperti itu. Kita bisa milih, mau marah ato malah justru tersenyum. Kalo marah, benci dan dendam, kita bisa dapet dosa, ya tho?. Tapi kalau, tersenyum, ikhlas, kita dapet pahala."
Tanpa sadar, aku tersihir dengan kata-kata yang ia keluarkan bersamaan dengan mimik muka polos dan bersahaja itu. Bahkan aku tidak pernah tahu, ia menamatkan sekolah sampai setingkat SMA atau tidak, pernah belajar ngaji atau tidak, pernah belajar di pondok pesantren atau tidak, tapi aku yakin ia mempunyai banyak kebijaksanaan hidup dalam dirinya.
Hingga dia bisa melihat dunia ini dengan begitu bijaksana. Menyikapi segala permasalahan hidup dengan begitu indah.Dia sudah pasti tidak belajar dari bangku perguruan tinggi, mungkin saja dia belajar dari pondok pesantren atau ustad di masjid, tapi yang jelas dan pasti, dari sedikit sejarah hidupnya yang dia ceritakan, dia belajar semua itu dari perjuangan hidup yang ia lalui sendiri. Perjuangan hidup dirinyalah selama ini yang telah memberikan banyak pelajaran berharga, tidak ternilai, dalam melihat betapa indahnya dunia ini. Pelajaran tidak ternilai harganya bahwa betapa sering lupanya manusia untuk sekedar bersyukur kepada Tuhan dan tidak membanding-bandingkan. Betapa manusia itu mudah menyalahkan keadaan dan kesulitan dibandingkan berpikir tentang betapa banyaknya kenikmatan yang sudah dia peroleh.
Melalui kata-kata sederhana yang disampaikan dengan nada dan mimik muka tanpa tendensi kesombongan dan 'sok' pintar itu, aku pun tersadar akan banyak hal yang selama ini aku lupa. Kesadaran yang aku peroleh dari seorang pemuda yang usianya sebenarnya lebih muda dariku, tapi perawakan dan pembawaannya jauh melebihi usia biologisnya yang sebenarnya. Meskipun usianya masih sangat muda, tapi perjalanan hidup yang ia lalui telah banyak memberikan pengalaman hidup bermakna yang juga bisa ia bagikan kepada orang lain. Perjalanan hidup yang penuh belokan dan ketidakmudahan, namun justru telah menempa dirinya dalam mempertebal pengalaman, kebijaksanaan, dan kedewasaan sehingga banyak orang akan terperanjat jika mengetahui usia pemuda itu sebenarnya.Di usianya yang maish muda, ia adalah istimewa.
 Kalau aku melihat orang-orang tua di depanku itu, yang terbayang padaku hanya kuburan-kuburan yang menantikan isinya. Tapi…….kalau aku melihat wajah pemuda-pemuda itu, aku lantas kembali menjadi muda, menjadi kuat, karena di wajah pemuda-pemuda itu terbentang harapan Indonesia”. ~Soekarno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read Also

  • Jangan Baper - Jangan baper kalau kerja. Hubungan antar manusia di tempat kerja, entah dengan rekan, bawahan atau atasan, gak selamanya baik-baik saja. Hubungan kerja, sa...
    4 tahun yang lalu