Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Minggu, 26 Februari 2012

Maafkan Aku, Cintaku untukmu Selamanya

Jika hati tidak lagi cukup menyampaikan isi nurani, jika mulut tidak mampu lagi menyampaikan kata hati. Semoga, tulisan ini menjadi saksi ketulusan dan kedalaman rasa didalam hatiku. Rangkain kata yang kucoba susun serapi mungkin sebagai cara untuk mengekspresikan betapa sulitnya aku menggambarkan besar, tinggi, dan luasnya rasa cintaku ini. Meskipun aku tahu, mungkin kau tidak akan pernah tahu, namun aku akan selalu mencoba. Aku ingin perasaanku ini terabadikan untuk selamanya, hanya untukmu.

Ini adalah perasaanku sedalamnya untuk seorang wanita juara satu seluruh dunia: Ibuku. 

Sejak aku kecil, kau memang tidak pernah duduk disebelah kasur tempat tidurku, mengusap kepalaku, dan mengatakan "selamat tidur". Kecupan di kening pun tidak pernah kau berikan untukku. Bahkan, mungkin, itu semua tidak pernah terpikirkan oleh dirimu. Aku juga tidak pernah mendengarkan cerita dongeng beraneka rupa sebagai pengantar tidurku. Kau juga tidak pernah duduk disebelah kursi belajarku dan menjelaskan bagaimana menyelesaikan PR-PR ku.

Tahukah kau Ibu, dulu, saat hari pengambilan raport tiba, aku sangat berharap kau datang ke sekolah dengan pakain terbaik dan mengambilkan raport itu untukku. Namun tak sekalipun engkau datang kesekolah untuk mengambilkan raport itu untukku. Aku cuma ingin seperti teman-temanku yang raportnya diambilkan oleh ibu mereka. Cuma itu. 


Kau juga bukanlah tipe Ibu yang sering mengucapkan selamat kepada anaknya jika berhasil menyelesaikan sesuatu. Apalagi sebuah hadiah dan perayaan khusus. Kau juga jarang sekali memberikan nasehat agar aku sukses di sekolah. Apalagi kata-kata motivasi.

Namun diluar itu semua, kau membanting tulang setiap hari untuk kesuksesan anak-anakmu. Kau  bekerja tiada henti. Semangat dan kerja kerasmu menjadi pesan kepadaku untuk selalu melakukan yang terbaik dengan sekolahku. Aku tahu, kau ingin anakmu juga bekerja keras sepertimu. Kau ingin memberikan contoh kepada anak-anakmu untuk senantiasa belajar sungguh-sungguh tanpa harus banyak memberi nasehat.

Semakin hari aku semakin sadar, kau punya cara sendiri untuk mengunggapkan perhatian, cinta, kasih dan sayangmu kepada anak-anakmu, juga kepadaku. 

Maafkan aku Ibu, aku terlambat menyadarinya. 

Maafkan aku Ibu, aku pernah berpikir lebih nyaman rasanya jika aku mempunyai Ibu seperti mereka, yang menelfon dan bertanya kabar setiap hari. Tapi aku tahu, kau punya cara tersendiri menunjukan kasih sayangmu. Aku semakin tahu itu dari isak tangis yang aku dengar dari ujung telefon waktu itu. Seminggu setelah aku sampai di sebuah negeri yang jauh, aku baru bisa menelfon rumah. Aku membutuhkan waktu untuk mencari cara paling hemat menelfon. Saat aku ucapkan kata "Assalamaualaikum, hallo?", bukan balasan salamku yang aku dengar darimu, namun justru suara tangismu yang aku dengar. Aku sempat bingung dan takut mengapa justru kau menangis. Setelah itu aku tahu, kau menangis bukan karena sedih, namun kau menangis karena bahagia, sekaligus khawatir kepadaku. Suara isakmu itu semakin membuatku sadar bahwa kasih sayangmu, perhatianmu, dan doamu untukku tiada bandingan besarnya di bumi ini.

Maafkan aku Ibu, aku salah, kau punya cara sendiri untuk menunjukan perhatianmu. Setiap aku dirumah, kau tidak pernah luput bertanya tentang kebutuhan-kebutuhanku. Kau selalu membuat makanan spesial setiap kali aku berada dirumah. Tidak lupa segelas susu hangat setiap pagi kau buat untukku. Sering aku tertidur begitu saja tanpa bantal dan selimut, dan sesering itu pula kau memasang selimut dan bantal untuku. Saat aku terbangun, badanku sudah tertutup selimut hangat dan kepalaku tersandar bantal empuk. Aku tahu, tiada yang lain selain kau, Ibu, yang melakukan itu. 

Saat berada dirumah, aku sering bercerita tentang mimpi-mimpi dan cita-cita kepadamu. Kau pun selalu dengan senang hati mendengarkan cerita-ceritaku. Memasang wajah hangat dan penuh bahagia. Namun, setelah itu, kau pasti tidak pernah lupa mengatakan tentang betapa takut dan sedihnya engkau bila seluruh anak-anakmu tiada satupun yang menemani di rumah. Engkau mengatakan "bilamana semua anak-anak pergi jauh sedangkan aku dirumah sendirian?". Semakin hari aku semakin sadar perasaan mu dan alasan kenapa kau tiada henti mengatakan keresahanmu itu kepadaku. Kau juga ingin perhatian dari anak-anakmu. Kau juga ingin saat hari tuamu, anak-anakmu menemani dan mengasuhmu.

Maafkan aku Ibu akan keegoisanku. Maafkan aku yang hanya selalu memikirkan masa depanku sendiri tanpa memikirkan keinginanmu di hari tua. Aku berjanji, harapan dan keinginanmu akan aku jadikan dasar dalam merajut mimpi-mimpiku. 

Ibu, maafkan atas semua sikap dan perilakuku yang sering membuatmu marah dan sedih. Maafkan aku yang sering membandingkan mu dengan Ibu mereka. Maafkan aku Ibu. Aku cuma belum tahu dan sadar karena hatiku tertutup dengan pembandingan-pembandingan sempitku itu. Kau memberikan cinta, kasih sayang, perhatian dengan caramu sendiri. Kau Ibu nomor satu di dunia. Aku bahagia dan bangga dilahirkan dari rahimmu, Ibu.

Ibu, semua yang sudah kau lakukan untukku tidak akan pernah mampu aku balas dengan cara apapun. Yang aku bisa, dan ijinkahlah aku, untuk membalasnya dengan cinta untukmu selamanya. Selamanya. Aku akan membuatmu selalu tersenyum bahagia.

Terimakasihku yang terdalam untukmu, Ibu.

Indonesia, 26 Februari 2012 

2 komentar:

  1. wah...wah...
    terima kasih Ibu Indonesia, dunia, dan di manapun kalian berada..,
    hangatnya kasih yang tak bisa diurai dengan kata-kata...

    bagus, ca, lanjutkan!

    BalasHapus

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu