Sudah hampir satu bulan aku bertugas sebagai seorang guru SD. Ada banyak cerita menarik baik ketika bermain dengan anak-anak di luar sekolah maupun ketika mengajar di kelas. Salah satunya adalah cerita mengelola kelas yang aku alami ini.
Sejak pertama aku sampai di sekolah dan berkenalan dengan teman-teman guru serta kepala sekolah, belum pernah diadakan rapat untuk membahas kelas berapa yang harus aku ajar. Kepala sekolah bahkan belum pernah sama sekali masuk sekolah. Beliau hanya pernah menemuiku kurang lebih 3 kali dan hanya menyampaikan alasan bahwa (lagi-lagi) beliau tidak bisa ke sekolah. Aku hanya masih bisa mengiyakan saja.
Tanggung jawab moralku sebagai pengganti PM3 membuatku ‘pasrah’ mengajar kelas 1. Di Desa Waya belum ada PAUD atau TK, jadi bisa dipastikan anak kelas 1 disini sama saja dengan anak TK atau PAUD. Ya, aku sama saja mengajar anak TK. Anak-anak kelas 1 bahkan 2 disini banyak yang belum bisa calistung (baca, tulisa, dan hitung). Itulah salah satu tantangannya. Meskipun tanggung jawab moralku adalah mengajar kelas 1 yang ditinggal PM sebelumnya, aku juga sering mengajar semua kelas ketika guru kelasnya tidak datang (dan itu lumayan sering, ;-D).
Hampir setiap hari aku mengajar tentang huruf-huruf kepada anak-anak kelas 1. Dan selama itu pula, aku semakin tahu jika banyak diantara murid-muridku itu yang belum bisa membedakan huruf-huruf. Mereka akan sangat lancar menyanyikan lagu “A, B, C, D, E, F, G ....dst” tapi ketika diminta menyebutkan huruf secara acak mereka bingung. Mereka belum lancar mengenali huruf, padahal ini adalah kemampuan dasar dari membaca. Karenanya aku genjot kemampuan mengenal huruf ini hampir setiap hari, bahkan sore atau malam aku ajari lagi mereka di rumah. Aku gunakan gerakan tubuh untuk setiap huruf, metode cantelan (A untuk ayam, B untuk bebek, dst), dan menggunakan gambar. Aku kumpulkan referensi lain dari senior PM maupun membaca beberapa artikel untuk mendukung keberhasilan mengajarku. Aku yakin, perlahan-lahan mereka akan memahami dan syaratnya aku harus selalu sabar serta konsisten.
Selain belum mahir mengenal huruf, anak-anak kelas 1 juga belum memahami dan melaksanakan dengan baik tata krama atau sopan santun di kelas. Ketika awal-awal mengajar, aku sering menemukan murid-muridku yang mengangkat kaki diatas kursi, atau malah berjalan diatasnya. Murid-muridku yang masih imut-imut itu juga suka sekali makan didalam kelas. Kelas selalu kotor dan banyak kertas atau sampah berserakan di lantai. Sepatu sering berserakan diluar kelas. PR juga tidak diindahkan, tidak mandi di pagi hari, atau lupa membawa pena dan buku.
Mereka juga belum mengerti bagaimana menggunakan dan merawat buku dengan baik. Aku sering menemukan buku mereka yang acak-acakan dan tulisannya pun loncat-loncat. Tas yang mereka bawa juga sering diletakkan sembarangan begitu saja. Aku sering merasa geram dengan perilaku seperti ini, ya terkadang (ketika khilaf) aku marahi juga mereka. Perilaku murid-muridku ini ternyata aku jumpai di semua kelas. Sepertinya ini sudah jadi semacam budaya umum anak-anak di sini.
Aku berusaha untuk mengubah perilaku murid-muridku ini sedikit demi sedikit. Awalnya aku ingin menyadarkan muridku kelais 1 ini dengan pertanyaan pancingan.
“Pada saat belajar di kelas, sikap duduk yang baik itu bagaimana Nak?. Kaki itu harusnya letakknya dimana?” tanyaku suatu ketika.
“Dibawah pak”, jawab mereka. Lalu “Nah, kalau begitu, kaki diatas kursi atau meja boleh atau tidak?”. “Tidaakk”. “Baik atau jelek?”. “Jelekkk”. Yes, mereka mengerti juga. Anak-anak hanya bertahan kurang lebih 15 menit, setelah itu, dennggg!! Lagi, aku lihat ada anak yang melipat kaki dan meletakkan telapak kakinya diatas kursi. Aku ulangi lagi pertanyaan yang sama, berkali-kali mungkin, dan gagal!. Aku harus ganti cara lain.
Aku gunakan metode; “Sumpah” namanya. Jika ada anak yang meletakkan kakinya di atas kursi, aku panggil ke depan kelas, lalu aku minta ia mengangkat satu tangan dan mengucapkan ikrar. Aku yang mengucapkan janjinya, semua muridku mengikuti. “Kami, murid kelas 1 bersumpah. Tidak akan mengangkat kaki diatas kursi atau meja. Kami bersumpah demi Tuhan”. Tidak lama kemudian, aaaagghhh!!! Aku lihat ada anak yang mengangkat kakinya ;-(.
Aku gunakan metode pertanyaan pancingan dan ‘sumpah’ itu juga untuk menumbuhkan kesadaran mereka tentang kebersihan dan kerapian kelas, Pekerjaan Rumah, dan kebersihan diri. Aku telah menjelaskan berulang-ulang kepada semua murid ketika apel pagi dan siang agar perlahan-lahan perilaku kurang baik mereka berubah. Namun, di kelas 1 khususnya metode itu belum menunjukan hasil yang memuaskan.
Aku membaca beberapa tulisan senior pengajar muda, bertanya via email, dan berbagi cerita dengan teman PM lainnya. Dan aha!! Metode reward dengan memberi hadiah sepertinya menarik. Aku akan coba menggunakan cara ini. Sebenarnya, Mbak Nurul (PM3) sudah menerapkan penghargaan berupa ‘Supermen Wushh’ dan aku tinggal melanjutkan saja, tapi sepertinya ini belumlah cukup untuk mengubah perilaku anak-anak. Mereka membutuhkan sesuatu yang lebih dari itu.
bersambung ke Kelas 1 Suka Bintang (part 2)
bingung mau koment apa.. :D jujur, metode 'sumpah' yang kau terapkan sungguh menggelikan, Ca..hihi..kasihan anak kecil udah diajarin 'sumpah' serapah..
BalasHapussepertinya metode 'bintang' sangat cocok untuk anak2 didikmu..yakinlah, semuanya akan berubah secara bertahap.. :)