Hidup tidak selalu diatas. Dia ibarat bola berputar, kadang diatas tak jarang juga akan lama dibawah. Begitu kata orang bijak berpesan pada manusia awam. Di atas manusia bisa bahagia, dan ketika dibawah manusia bisa merintih. Barangkali itu adalah kodrat alam. Semua manusia akan mengalaminya. Semua, tanpa terkecuali.
Saya dulu pernah berpikir, bahkan saya sempat bercerita kepada seorang teman, kok rasa-rasanya hidup saya dulu enak-enak saja ya. Ketika teman bersusah payah untuk membayar biaya semesteran, saya tinggal minta ke orang tua. Ketika teman saya harus sms sana sini agar bisa pergi karena harus nebeng, saya tinggal naik motor sendiri sesuka hati mau kemana. Saya membayangkan teman saya harus kuliah sambil bekerja, sedangkan saya cukup menodong orangtua tanpa pikir-pikir. Teman saya berjuang untuk hidupnya, sedangkan saya tidak pernah merasa sesulit itu untuk meraih apa yang saya mau dan suka. Selesai kuliah, saya tidak punya sesenpun tabungan. Uang beasiswa dan kiriman orang tua ludes tak bersisa. Saya tidak berpikir untuk menabung saat masih kuliah!. Ini masih awal dari serangkain pertanyaan saya sendiri pada kehidupan saya sendiri.
Saya dulu pernah berpikir, bahkan saya sempat bercerita kepada seorang teman, kok rasa-rasanya hidup saya dulu enak-enak saja ya. Ketika teman bersusah payah untuk membayar biaya semesteran, saya tinggal minta ke orang tua. Ketika teman saya harus sms sana sini agar bisa pergi karena harus nebeng, saya tinggal naik motor sendiri sesuka hati mau kemana. Saya membayangkan teman saya harus kuliah sambil bekerja, sedangkan saya cukup menodong orangtua tanpa pikir-pikir. Teman saya berjuang untuk hidupnya, sedangkan saya tidak pernah merasa sesulit itu untuk meraih apa yang saya mau dan suka. Selesai kuliah, saya tidak punya sesenpun tabungan. Uang beasiswa dan kiriman orang tua ludes tak bersisa. Saya tidak berpikir untuk menabung saat masih kuliah!. Ini masih awal dari serangkain pertanyaan saya sendiri pada kehidupan saya sendiri.
Saya belajar dengan rajin memang, nilai saya selama kuliah tidak bisa dibilang jelek. Semuanya memuaskan, bagi saya pribadi, begitu juga kata teman-teman dan dosen-dosen saya. Saya sering mendapatkan puji-pujian karena ini. Kuliah memasuki tahun ke-2, 3, hingga 4. Tidak sedikit hal yang saya lakukan. Puji-pujian datang lagi. Kehidupan saya begitu manis rasanya waktu itu, tidak ada cela. Semua berjalan mengagumkan dan lancar-lancar saja. Yaa, bisa dibilang tidak ada halangan berarti yang membuat langkah saya gontai.
Kalau saya ingat, mungkin hanya saat masa pengambilan data skripsi dan satu bulan sesudahnya. Saya sempat mau depresi dan stess karena penelitian saya tidak kunjung usai. Tapi setelah itu?. Penulisan dan revisi skripsi berjalan layaknya di jalan tol. Teman-teman saya membutuhkan waktu menulis skripsi dan revisi hingga 6 bulan, saya?. Tidak sampai 3 bulan!. Bayangkan! saya efektif menulis skripsi Maret 2012, saya sidang 30 Mei 2012 bersama teman-teman saya yang sudah menulis skripsi 6 bulan lamanya. Gila!. Bahkan sebelum wisuda, saya sudah diterima kerja.
Saya akhirnya sering berpikir waktu itu, akan ada cobaan apa ini di masa depan. Mengapa kehidupan saya selama kuliah nyaman-nyaman saja. Mengapa hidup saya enak-enak saja begini?. Sedangkan saya merasa saya butuh seperti teman saya itu, yang menurut saya perlu berjuang untuk kehidupannya. Bagaimana hidup saya di masa depan nantinya?. Saya takut, tidak cukup bersyukur yang akhirnya hidup saya diputar balik layaknya kapal karam terhempas badai.
Suatu ketika, saat saya sedang melihat nilai akhir semester saya di website jurusan dan mengetahui nilai saya tidak jauh berbeda dengan nilai sebelum-sebelumnya, saya sempat berpikir akankah akan ada cobaan sengsara yang akan saya dapatkan dimasa depan?. Pikiran ini semakin menguat seiring menjelang selesainya kuliah saya. Semua begitu indah. Berwarna-warni. Tahulah saya kini bahwa pelan-pelan Tuhan menunjukan jawabannya.
Saya sering iri dengan teman saya yang harus berjuang untuk mendapatkan uang kuliah, menabung agar bisa makan esok hari, karena saya pikir hidup yang seperti itu akan membuatnya sangat dewasa. Saya selalu menilai teman saya itu jauh lebih dewasa dibandingkan saya. Saya membanding-bandingkan akhirnya, tapi di sisi tertentu teman saya itu kini selayaknya lebih bahagia dan bersyukur.
Dan saya bertanya-tanya, mengapa rasa-rasanya hidup saya ini enak-enak saja?. Meski bukan dari keluarga kaya, orang tua saya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan kuliah saya. Meskipun juga saya sudah mendapatkan beasiswa 3,5 tahun lamanya.
Tuhan punya rencana. DIA tidak akan meletakkan manusia diposisi yang sama selamanya. DIA buat manusia diatas, kemudian dibawah. DIA buat manusia bahagia, dan DIA buat manusia menjalani cobaan. Cobaan membuat manusia lebih kuat dan dewasa, serta menyadari keberadaan Tuhan-NYA. Kata ustadz begitu, itu yang seharusnya.
Tapi, hidup tidak selalu berjalan sesuai keharusannya. Hidup tidak selalu sama seperti apa yang orang bijak katakan dan ulama tausyiahkan. Apalagi mimpi yang hanya ada di kepala kita, ia tak selamanya mewujud nyata dalam kehidupan. Semuanya tidak pernah selalu sama. Disanalah, seharusnya manusia belajar tentang dewasa dan bijaksana. Disanalah saya sekarang berdiri. Tidak lagi di tengah puja-puja dan kepercayaan diri tingkat dewa. Masa itu berlalu. Akankah saya akan belajar lebih dewasa dan bijaksana?. Tidak ada yang tahu, bahkan saya sendiri.
Pertanyaan serta keheranan saya dimasa lalu, kini terjawab sudah. Tuhan punya rencana. Semuanya kini berbeda. Saya tidak lagi harus bertanya-tanya akan terjadi apa, karena IA sudah memperlihatkan apa yang akan dan telah saya lalui. Semuanya kini berbeda.
Saya masih bersyukur, setidaknya saya masih punya waktu untuk mengetahui jawaban dari apa yang pernah saya pertanyakan. Rasa-rasanya hidup itu layaknya kapal di tengah laut. Kadang ia diterpa badai yang membuatnya pontang-panting, kadang juga ia berlayar nyaman di lautan yang teduh, kadang pula hujan mengguyur membuatnya basah, tak jarang panas membuat papan kayunya laksana terbakar.
Kini saya hanya tahu, jawaban atas pertanyaan saya telah muncul satu demi satu yang kemudian dengan setengah kekuatan saya, keluar pertanyaan lagi dalam diri saya, "Mengapa aku Tuhan?". Lihat saja nantinya, masihkah saya dibuat bersyukur atas temuan jawaban dari pertanyaan baru itu. Atau justru sebalinya, atau mungkin tidak ada lagi kesempatan kedua bagi saya.
Entahlah, mungkin beginilah hidup!
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar