Kegelapan kembali menyelimuti kehidupan. Ketika berharap secercah cahaya datang dan menghapus sedikit demi sedikit kegelapan, ia justru makin enggan kembali. Hanya menyisakan gelap tanpa sedikitpun bisa bertanya mengapa begitu tega tak mau kembali. Kegelapan tertinggal dan makin sengsara tersudut tak berdaya di ruang kecil penuh kotoran berbau tak sedap.
Periuk itu menyimpan sejuta kebisuan. Didalamnya tidak ada sedikitpun yang bisa dilihat. Bau daging manusia makin membusuk tercium menyengat. Periuk menyimpan air yang kini dipenuhi lumut dan jentik nyamuk. Menyesaki ruangan periuk dengan kegerahan yang kadang datang, kadang hilang. Air bergelombang tanda permukaan tidak rata dan tenang. Lumut-lumut dan jentik-jentik nyamuk semakin nyaman hidup didalam air yang tenang, membisu tanpa suara, gelap tanpa cahaya. Sesedikitpun sumber kehidupan, benda-benda kecil itu tetap mampu bertahan tanpa asupan apapun. Dibuang kotoran kedalamnya, suburlah mereka. Proses alami?. Kodrati?. Kotoran-kotoran mengencangkan proses pertumbuhan benda-benda ini tanpa ampun tak terkendali.
Ketidaktahuan tentang kehidupan membuat semua materi di sebuah tempat asing melalukan apa yang sebatas ia tahu saja. Tidak peduli apa yang terjadi diluar sana, karena memang tak ada satupun yang tahu diantara mereka. Bahkan tidak pernah terpikirkan bahwa rutinitas itu adalah kehidupan itu sendiri. Masa bodoh. Biarlah tak ada yang tahu apa itu kehidupan dan tidak ada yang benar-benar ingin mencari tahu.
Mendayu-dayu angin diluar kehidupan misterius itu menerjang apapun, membuat apapun sedikit bergerak mengikuti apa yang ingin dibuat sang bayu. Entah apa maksudnya. Tak tentu ia kembali ke peraduan. Membuat api unggun agar memuai dan melaju lebih cepat.
Gelap tidak bosan mengguyur sekujur apapun yang ia mampu genggam dengan air kotor berbau busuk, tanpa risih sebab hidung tertutup kegelapan laten yang mengakar menutup indranya. Tidak ada satupun materi mengajak kembali pada kodratnya yang dulu sempat dibanggakan dan diyakini membawa keindahan masa datang. Ternyata semua itu indah di alam pikirnya sendiri. Kata-kata di luar kehidupan yang pernah diketahui jauh sebelum menjadi seperti itu membuatnya geli dan tak hentinya geleng-geleng. Ia sudah lupa cara membaca!. Tak ada lagi yang membuatnya bisa menggeliyat meski hanya sehelai rambut. Ditulis berulang-ulang, diangkat tinggi ke langit berkali-kali, disuarakan beribu-ribu waktu, tidak membuat cerita di bawah sadar dan alam fana mengkristal, mengkilau dan menyegarkan. Sisi balik kisah-kisah itu ingin menunjukan dirinya bahwa pemenangnya sudah ditetapkan.
Di sekelilingnya lingkaran duri. Tertusuk duri adalah konsekuensi logis dari sebuah kata yang dulu pernah ia pikirkan dimana arti harfiah didalam kamus adalah memindah sesuatu. Sudah lupa segalanya, memindah sesuatu atau tetap pada keadaan yang kini membuat semuanya menjadi seperti biasa-biasa saja. Ya sudah lah, tidak ada lagi guna menutup dan membuat apapun karena apapun pilihannya menghasilkan sesuatu yang lagi-lagi masa depan tidak pernah seindah itu. Disekelilingnya darah berceceran, didalamnya kegelapan bisu penuh bau busuk menali kusut tanpa ampun.
-Catatan Perjalanan Hidup-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar