Every journey always begins with one step, Semua perjalanan bermula dari satu langkah kaki ....

Senin, 30 Mei 2011

Cerita di Ujung Dermaga

Matahari mulai menyentuh ujung garis di ufuk barat. Menyentuh ujung cakrawala. Semburat merahnya bersinar indah menerangi temaram sore itu. Air laut bergemericik mengombak perlahan diwarnai dengan indahnya semburat cahaya merah diatas. Bagaikan lukisan indah sang maestro langit yang tertumpah di lautan lepas. Pantai sudah sepi dengan aktivitas manusia, para nelayan sudah pulang untuk mempersiapkan pelayaran esok harinya. Hanya tersisa deretan kapal-kapal ukuran sedang yang sedang ditambat di pinggiran dermaga. Pantai nan indah di sore hari. Dermaga yang sepi, hanya bisikan gemericik air laut membentur pelan pinggiran pasir pantai. Siapa sangka, ada dua suara hati yang kencangnya melebihi suara gemericik air laut sore itu, jika suara hati mereka bisa terdengar.

Seorang pemuda berdiri di pinggir dermaga, menatap kosong ke arah pantai yang airnya berwarna kemerahan karena mentari sore. Ia sedang tidak menatap apa-apa sebenarnya, ia hanya sedang terfokus pada suara wanita yang berdiri dua meter dibelakang dari tempatnya ia berdiri. Wanita berkerudung biru muda, parasnya putih, cantik, proporsional dengan balutan baju putih dan rok berwarna krem bermotif. Sambil sesekali ia membetulkan kerudungnya, gadis itu menguatkan diri untuk menyapa sang pemuda yang berdiri membelakanginya. Ia menguatkan pegangan di kedua tangannya, suaranya masih tertahan untuk mengucap kalimat kepada si pemuda.

"Ehhh.......ehmm..." awalnya hanya suara lirih penuh keraguan yang bisa muncul dari mulut gadis berwajah cantik itu. Sang Pemuda tetap diam, tak bergeming, berpura-pura tidak mendengar suara apapun.

"Ehmm....kenapa kamu pergi tidak berpamitan dengan kami (ahh, kenapa ingin bilang aku susah sekali), kamu pergi begitu saja....bahkan pesan pun tidak ada. Kami (hufft, lagi-lagi susah menyebut aku) sangat mengkhawatirkanmu. Kami sangat membutuhkan bantuan kamu, semuanya membutuhkanmu. Kamu pergi begitu saja, membuat kami (aku maksudnya) bertanya, apakah ada kesalahan atau permasalahan besar yang terjadi. Kamu tau, apa yang sudah terjadi selama kamu pergi?, semuanya berubah sejak kamu pergi, semuanya memburuk........aku pun tidak tahu harus bagaimana". Gadis itu menyudahi kalimatnya dengan helaan nafas pendek, mencoba agar helaan nafasnya tidak terdengar oleh sang pemuda. Pemuda di pinggir dermaga itu masih saja diam.

Rambut pemuda itu sesekali bergoyang-goyang ditiup angin pantai. Masih diam menatap ujung lautan. Ia mendengar semua yang gadis itu ucapkan kepadanya, namun ia mencoba untuk tetap diam sembari terus menatap kosong lautan lepas diujung mata. Ingin menjawab namun tidak bisa, ingin selalu diam, namun gemuruh didalam hatinya semakin lama tidak kuasa ia kendalikan. Ada semacam kegelisahan yang entah apa artinya, sang pemuda tidak bisa mentercemahkan.

"Kami (ahh, aku maksudnya) selalu mendoakanmu semoga kamu selalu dalam lindungan-Nya. ehhhhhffftttt.....Aku (akhirnya aku) bersyukur melihatmu kembali kesini", sambil menahan nafas pelan, membetulkan kerudung biru mudanya, gadis cantik itu melanjutkan kembali. "Jika, eeee....kami mempunyai salah, tolong maafkan. Kamu tahu...." agak tertahan cukup lama, sambil menguatkan hati sembari memegang kedua tangannya sendiri, ia berusaha melanjutkan "aku mengharapkanmu kembali". Wajah gadis itu seketika menunduk, menatap alas semen dermaga yang sudah koyak. Menahan wajah yang mulai memerah.

Ada perasaan gemuruh tak terperi didalam diri pemuda itu. Saat ini, ia sedang berdiri membelakangi wanita yang selama beberapa tahun yang lalu, telah mengisi relung hatinya yang terdalam. Mencoba menyembunyikannya agar tidak ada seorangpun yang tahu perasaannya tidak terkecuali si gadis itu. Meski tidak dapat dibohongi perhatiannya kepada gadis itu melebihi siapapun, dan mungkin itu pula yang dirasakan oleh gadis berkerudung itu. Ia telah lama mencoba mengubur rasa itu, menguburnya dalam-dalam dari relung hatinya. Makin lama ia tersadar bahwa mengharapkan gadis itu, ibarat merindukan rembulan jatuh di siang hari. Selama itu, sang gadis hanya diam, tidak pernah memberikan kata atau penjelasan apapun kepadanya meski ia telah mencoba menunjukan hatinya melalui perhatiannya. Bahkan pemuda itu sering mengharap sang gadis akan menjadi teman sejatinya. Mengharap dalam diam adalah cara bunuh diri yang paling menyakitkan di seluruh dunia. Hatinya terus teriris oleh diam yang mengisi penantiannya. Iya, selama itu, sang gadis hanya diam. Bayang-bayang sang gadis masih menghantui isi hatinya meski ia berusaha menghapusnya. Sekarang, gadis itu datang, tepat dibelakangnya.

"Emmm....."
dengungan suara tertahan keluar dari mulut sang pemuda. Membuat sanga gadis mendongakan kepala melihat kearah sang pemuda. Dengan penuh keberanian, kebulatan tekad, ia memberanikan diri. Si pemuda membalikan badannya, dan tanpa menatap sang gadis ia berucap "maafkan aku".

Wajah gadis itu nampak agak kemerahan. Sang pemuda masih menunduk, menahan gejolak didalam hatinya. Kemudian perlahan ia mulai menatap ke arah sanga gadis yang berdiri beberapa meter didepannya. Menatap kerudung sang gadis yang sesekali membetulkan letak kerudung birunya. Waktu ibarat berhenti saat itu, angin berhenti bertiup, suara gemericik air laut senyap, dan bagaikan sebuah film, semuanya berhenti dalam mode pause. Bahkan, sang pemuda dapat dengan jelas mendengar dentuman suara jantungnya yang semakin cepat.

"Aku tidak pernah tahu apa yang kamu pikirkan sampai sekarang, kamu tidak pernah memberitahukannya kepadaku. Aku tidak pernah tahu."

Ia mencoba menguatkan setiap kata yang ia ucapkan, agar tidak terdengar bahwa sebenarnya ia sangat malu dan grogi mengatakan hal ini. Rasa didalam hatinya masih saja bergemuruh, ia sekuat tenaga untuk mengendalikannya. Sesekali ia melihat wajah gadis itu. Masih cantik seperti dulu, kerudungnya masih saja sangat serasi dengannya, damai seperti biasanya, seperti dulu saat ia sering berjumpa dan berdiskusi bersama. Namun, setelah waktu berjalan, kemudian ia pikir, semuanya itu hanya sebatas sejarah biasa didalam kisah perjalanan hidupnya. Menanti dalam diam, bagaikan tetesan air garam diatas luka. Semakin perih rasanya. Siapa yang bisa menahan luka seperti itu?tak kuat rasanya pemuda itu menahannya, hingga ia putuskan untuk pergi. Lepas dari luka perih itu.

Sang gadis berusaha membetulkan letak berdirinya, menunduk, kemudian melihat kosong ke ujung pantai. Sengaja ia tidak melihat ke arah sang pemuda secara langsung. Ia berkata sambil melihat ke arah pantai disebelah kiri. Tidak kuasa ia memandang langsung wajah sang pemuda.

"Maafkan aku. Mau kah kamu melupakan masa lalu?"

Detak jantung sang pemuda semakin kencang. Ternyata hatinya yang terdalam tidak bisa ia sembunyikan dan bohongi. Ia bertanya-tanya, apa makna kalimat si gadis itu baru saja?. Ia semakin tidak bisa mencerna apa arti kata-kata si gadis itu. Ia menunduk sebentar, menanti penjelasan dari sang gadis. Ia tidak akan pernah menerka sendiri arti kata sang gadis, tidak akan sampai ia menjelaskannya sendiri.

Cerita di ujung dermaga

By Panca DP



4 komentar:

  1. udh niat banget neh bkin critanya...
    hehehehehe
    Q bca pelan2 dlo yak..
    hehehehe...

    -maria-

    BalasHapus
  2. Niat banget???ni pas iseng2 aja Maria,
    Bacanya pelan2 dihayati, siapa tahu saya dapet masukan dari kamu...hoho,

    Thanks

    -Panca

    BalasHapus
  3. ehm..ehm....perasaan wanita memang sukar ditebak, Panca..

    BalasHapus
  4. Emm, Begitu ya, sudah ditebak, memang si...wanita tu pemalu..hehe

    BalasHapus

Read Also

  • Keluarga - Hidup itu akhirnya adalah tentang membuat prioritas dan memilih, Semakin tua usia kamu, semakin kamu makin tau apa yang benar-benar prioritas untukmu, unt...
    7 bulan yang lalu